Senin, 12 November 2007

Sunyaragi, Taman Budayanya "Wong Cerbon"

KOMPAS - Senin, 06 Sep 1993 Halaman: 13 Penulis: MUL/HERS Ukuran: 8022
SUNYARAGI, TAMAN BUDAYANYA " WONG CERBON"
Tidak banyak kotamadya atau kabupaten yang memiliki taman
budaya seperti Cirebon. Bahkan untuk ukuran Jabar, Taman Budaya
Sunyaragi di Cirebon telah ikut memberi warna dalam budaya Jabar
dengan kegiatan keseniannya. Awal September ini misalnya, digelar
sendraswatacana yang berjudul Tandange Ki Bagus Rangin.
Dalam sejarah nasional, Ki Bagus Rangin memang tidak tercantum. ì
Tetapi dalam sejarah Cirebon, namanya tercatat dalam hati masyarakat ì
karena dialah tokoh sentral yang didukung para santri ketika melawan
Belanda. Sejarah dan perjuangannya dengan latar belakang Islam di
dalamnya, memang merupakan ciri utama Cirebon. Di daerah ini
terdapat makam Sunan Gunung Jati, salah seorang dari sembilan wali
yang menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa.
Dalam soal kesenian dan kebudayaan, Cirebon merupakan subkultur
yang khas. Dialeknya juga tidak sama dengan dialek Sunda Priangan,
walaupun berada dalam satu wilayah Propinsi Jawa Barat. Jika
masyarakat Sunda merasa kehilangan jejak pendahulunya yang ingin
dilacak melalui peninggalan tempat tinggal misalnya, Cirebon masih
memiliki tiga keraton yang bisa dianggap sebagai payungnya.
Peninggalan budaya masa lalu lainnya adalah Gua Sunyaragi di
bagian selatan kota yang sebagian besar bahan bangunannya berasal
dari batu karang. Gua buatan itu, menurut buku Purwaka Caruban
Nagari karya Pangeran Arya Carbon, 1720 M, dibangun pada tahun 1703
M oleh Pangeran Kararangen, nama lain dari Arya Carbon sendiri.
Caruban Kandha dan beberapa catatan dari Keraton Kasepuhan
menyebutkan pula, Tamansari Sunyaragi dibangun karena pesanggrahan
di Gunung Sembung sebagai pesanggrahan "Giri Nur Sapta Rengga" telah
berubah fungsi menjadi tempat pemakaman raja-raja Cirebon. Tempat
itu kini dikenal dengan nama Astana Gunung Jati.
Menurut catatan lain, tamansari ini pernah pula dijadikan
markas lalu digempur tentara Belanda sehingga Sultan Matangaji gugur
ketika mempertahankan diri pada tahun 1887. Puing-puing kehancuran
kemudian dibangun kembali oleh Pangeran Adiwijaya (1852) dengan
bantuan arsitek Cina.
****
Situs Tamansari Gua Sunyaragi sangat boleh jadi akan senasib
dengan kebanyakan situs lainnya jika tidak ada kepedulian dari
mereka yang mau memperhatikan. Yang lebih menarik lagi, kepedulian
itu pada awalnya muncul dari gagasan H Ismail Saleh yang saat itu
menjabat Menteri Kehakiman didukung Drs H Subrata yang saat itu
menjabat Dirjen RTF.
Bisa dimaklumi jika Subrata sangat berminat dalam hal ini.
Cirebon adalah tempat asalnya. Ia lahir di Mayung, sekitar 10 km
dari kota Cirebon. Kecintaannya terhadap seni bukanlah sesuatu yang
baru. "Sejak kecil ia gemar main tarling," kata Dra Erly Adang
Sodikin, salah seorang adik kandungnya. Tarling adalah kesenian khas
Cirebon yang menggunakan instrumen gitar dan suling.
"Subrata memang jago main gitar," kata TD Sudjana, salah
seorang pasangan mainnya. Bahkan dibanding Abdul Ajib, dia masih
lebih unggul. H Abdul Ajib adalah pemimpin tarling Outra Sangkala,
salahsatu kelompok tarling paling kondang saat ini di Cirebon.
Gagasan membangun taman budaya tersebut kemudian lebih
dipastikan lagi ketika pemda kotamadya berhasil menyusun rencana
pembangunan dan rencana anggaran pada tahun akhir tahun 1986. Hanya
dalam jangka waktu satu bulan, rencana ini mendapat sambutan dari
masyarakat Cirebon di Jakarta dan di tempat asalnya yang kemudian
bergabung dalam Yayasan Budaya Sunyaragi (YBS). Barangkali inilah
salahsatu bentuk kepedulian yang nyata dari masyarakat yang saling
bahu-membahu dengan pemerintah daerah untuk membina dan melestarikan
kesenian dan kebudayaan daerahnya. Sehingga dengan dukungan dana bersama, ì
cita-cita membangun panggung budaya bisa diselesaikan.
Seperti halnya panggung terbuka Ramayana dengan latar belakang
Candi Prambanan, panggung terbuka Taman Budaya Sunyaragi memiliki
latar belakang Gua Sunyaragi. Tahun ini, untuk ketujuh kalinya
pagelaran diselenggarakan di panggung terbuka tersebut.
Karena Cirebon sangat kaya dengan kelompok-kelompok kesenian
tradisional, kehadiran panggung terbuka hanyalah sebagian dari
rencana Taman Budaya Sunyaragi. Dibangun di atas tanah seluas 18 ha,
kawasan ini nantinya akan jadi pusat kegiatan seni dan budaya wong
Cerbon.
Yang sudah berfungsi, selain panggung terbuka juga komplek
pusat jajan serba ada, atau pusat jajan segala ana (pujagalana)
menurut istilah setempat yang menyediakan makanan khas Cirebon.
Ketua Yayasan Budaya Sunyaragi, Drs H Subrata mengutarakan, di
belakang komplek tersebut kelak akan dibangun panggung arena.
Sementara di bagian lainnya akan dibangun kampung seniman.
Dia berharap, panggung arena tersebut bisa memberi tempat yang
layak untuk seniman-seniman tradisional Cirebon menampilkan kreasi
dan kemampuannya, sekaligus mengetengahkan seni dan budaya Cirebon
yang sangat kaya itu.
Di daerah ini terdapat seni tari topeng dari Selangit dan
Losari yang kesohor. Kelompok-kelompok kesenian tarling dan
sandiwara tersebar hampir di seluruh pelosok kampung. Sedangkan
panggung terbuka, seperti diakui H Abdul Ajib, tidak mungkin
digunakan seniman-seniman tradisional karena bentuk dan kemampuannya
yang terbatas. Mereka hanya terdiri dari kelompok kecil dengan
menampilkan bentuk atau lakon-lakon tertentu serta didukung oleh
modal yang sangat terbatas. Pagelaran mereka lebih cocok pada
panggung terbatas yang biasa disediakan pada saat pesta perkawinan
atau khitanan di kampung-kampung.
****
Obsesi Subrata dan teman-temannya yang tergabung dalam YBS
terhadap seni dan budaya tempat asalnya hanyalah didasari
komitmentnya terhadap seni budaya daerah. Buktinya, para pengurus
YBS memang tidak seluruhnya asli Cirebon. Mantan Menteri Kehakiman
Ismail Saleh SH yang duduk sebagai pembina, misalnya, bukan asli
wong Cerbon, tapi ia kelahiran Pati (Jateng). "Dan kami semua adalah
sukarelawan-sukarelawan tanpa pamrih," ia mencoba meyakinkan.
Menurut Subrata, jika seni budaya daerah tidak sejak sekarang
dipikirkan, akan bagaimana nasibnya nanti. Terutama dalam menghadapi
arus globalisasi di bidang komunikasi. "Sehingga jika kita lengah,
salah-salah kita harus belajar tari topeng kepada orang Amerika yang
sebelumnya sudah mempelajarinya," ia memberi misal.
Yang kedua, melalui YBS ia berharap bisa memotivasi
perkembangan seni-budaya di Cirebon, baik di kalangan generasi muda
maupun perkembangannya di masyarakat. Dia bercita-cita membangun
Cirebon adalah Bali-nya Jawa Barat dalam arti seni-budayanya.
Salahsatu desa di tiap kecamatan dalam wilayah Kotamadya dan
Kabupaten Cirebon terdapat desa spesifik. Sehingga begitu ada
rombongan wisatawan berkunjung, tidak perlu lagi ditampilkan
kegiatan kesenian yang kelihatan seperti mengada-ada.
Beberapa desa di wilayah ini sudah memiliki ciri khas. Di Desa
Gegesik ada tari topeng dan lukisan kaca. Di Desa Mayung terdapat
kesenian tradisional kuda kepang dan dog-dog. Untuk menciptakan desa
seperti itu, syaratnya adalah suasana asli desa harus tetap dihaga
dan yang disajikan seni spesifik setempat.
Subrata ingat, waktu belajar di Edinburg, Skotlandia, setiap 10
September selalu diselenggarakan Military Tatoo. Pagelarannya berupa
pawai pasukan dari zaman Viking sampai zaman sekarang. Pada saat
itu, turis-turis berdatangan dari seluruh dunia.
Dari pengalaman tersebut ia mengutarakan keinginannya menggelar
desa seni budaya yang akan dicoba dalam tahun 1995 mendatang, tepat
pada peringatan setengah abad Kemerdekaan RI. Penyelenggaraannya
dilakukan bersamaan dengan festival di Taman Budaya Sunyaragi. "Akan
lebih bagus jika disatukan dengan yang ada di Keraton Solo dan
Yogya, umpamanya," katanya. (mul/hers)
Foto:1(mul)