KOMPAS - Kamis, 20 Sep 2001 Halaman: 18 Penulis: mul Ukuran: 6025
DI TANGERANG, MELINTASI JALAN 500 METER HARUS BAYAR RP 7.500
SEORANG laki-laki berseragam karyawan Pemerintah Kota (Pemkot)
Tangerang berdiri di tepi jalur hijau pemisah Jalan MH Thamrin di
kawasan Warung Mangga, Kota Tangerang. Terik Matahari pada Rabu
(19/9) siang tidak dihiraukannya. Matanya tajam memandang ke arah
selatan, mengikuti jalur jalan di sebelah barat. Tangan kanan aparat
Pemkot Tangerang itu menggenggam sebatang tongkat bambu.
DI tepi jalan sebelah barat, tempat laki-laki bertongkat berdiri,
terdapat sebuah bangunan terbuat dari tripleks, yang ditunggui dua
orang laki-laki berseragam Dinas Perhubungan Kota Tangerang. Seorang
laki-laki lain yang berseragam sama terlihat duduk di atas sepeda
motor di samping bangunan tripleks dijadikan pos tempat pemungutan
retribusi.
Beberapa menit kemudian, dari arah selatan terlihat sebuah truk
bermuatan tanah melintas, mendekati pos dan laki-laki yang berdiri
di pemisah jalan. Laki-laki yang membawa tongkat bambu itu segera
mengacungkan tongkatnya ke arah truk. Sopir truk pun memperlambat
laju kendaraan, dan akhirnya berhenti di tepi jalan di depan pos.
Kernet truk segera turun dan menuju pos. Dia menyerahkan uang
yang telah digenggamnya kepada petugas di dalam pos, melalui lubang
di bagian depan. Usai membayar kernet kembali naik ke atas truk, dan
kendaraan itu pun segera melaju menuju ke arah utara. Tiba di bawah
jembatan tol yang terletak sekitar 200 meter dari pos retribusi, truk
berbelok ke kiri menuju gerbang jalan tol Tangerang-Merak-Jakarta.
Beberapa menit kemudian, satu truk bermuatan, kembali melintas.
Namun, kali ini sopir truk tidak mengindahkan acungan tongkat aparat
Pemkot Tangerang. Petugas lain di depan pos juga mendiamkan truk yang
menuju ke arah gerbang jalan tol itu.
AKTIVITAS yang terjadi di kawasan Warung Mangga tersebut, telah
berlangsung sejak 1 September 2001 lalu. Mulai hari itu, Pemkot
Tangerang melaksanakan Perda (Peraturan Daerah) Nomor 3 Tahun 2001
tentang Retribusi Dispensasi Pemakaian Jalan. Semua truk pengangkut
barang dan bus yang melintas, diharuskan membayar retribusi pemakaian
jalan di wilayah Kota Tangerang.
Pilihan lokasi pungutan retribusi dispensasi jalan di Warung
Mangga dianggap kurang tepat oleh para pemakai jalan. Jalan di
kawasan itu selalu dipadati kendaraan. Bahkan, setiap kali ada
truk yang berhenti tiba-tiba, karena sopirnya takut kepada petugas
pemungut retribusi, pengendara di belakangnya kerap kelabakan dan
harus segera mengerem kendaraannya.
Gara-gara diberlakukannya Perda Nomor 3 Tahun 2001 itu, sejumlah
sopir truk mengeluh. Mereka harus mengeluarkan biaya tambahan yang
tidak sedikit. Apalagi umumnya truk hanya melintas sekitar 500 meter
jalan di Kota Tangerang, mulai di depan pabrik PT Surya Toto sampai
dengan gerbang tol.
"Pungutan di Warung Mangga terlalu mengada-ada. Masak hanya untuk
melintas jalan sekitar 500 meter, kami harus membayar Rp 7.500," kata
beberapa sopir truk pengangkut tanah.
Padahal, sopir-sopir itu sebelumnya telah membayar pungutan lain
di jalan yang dilalui di Kabupaten Tangerang. Salah satunya adalah
pungutan yang disebut Retribusi Jaringan, seperti yang terdapat di
selatan Pasar Serpong dan Desa Rawa Buntu, Kecamatan Serpong.
Besarnya retribusi jaringan rata-rata Rp 1.000 per truk bermuatan.
Dasar penarikan retribusi jaringan adalah Perda Kabupaten Tangerang
Nomor 4 Tahun 2000.
Retribusi dispensasi pemakaian jalan belum diterapkan di
Kabupaten Tangerang. Namun, seorang petugas Dinas Perhubungan
setempat menyatakan, retribusi itu tidak lama lagi akan diberlakukan.
Perda-nya sudah disetujui oleh DPRD setempat. "Saat ini lagi survei,"
katanya.
ERA otonomi daerah saat ini memang telah mendorong semua daerah-
kota maupun kabupaten-seperti berlomba mencari pendapatan asli daerah
(PAD) sebanyak-banyaknya. Salah satu cara yang dilakukan di antaranya
adalah retribusi dispensasi pemakaian jalan, seperti yang sudah
diberlakukan Pemkot Tangerang.
Tempat pemungutan retribusi dispensasi jalan di Kota Tangerang
terdapat di sejumlah jalan yang berbatasan dengan DKI Jakarta dan
Kabupaten Tangerang. Salah satu pos bahkan terdapat di Kebon Nanas,
yang lokasinya kurang dari satu kilometer ke arah utara dari Warung
Mangga.
"Pos di Kebon Nanas untuk menjaring truk bermuatan yang baru
keluar dari jalan tol dan menuju ke Kota Tangerang," kata Kepala
Bagian Informasi dan Komunikasi Pemkot Tangerang E Herry Kusnadi.
Herry mengakui, pos retribusi jalan dibangun agar dapat sebanyak-
banyaknya menjaring truk bermuatan, sehingga PAD akan meningkat.
Sesuai dengan Perda Nomor 3 Tahun 2001, retribusi ditetapkan sesuai
dengan jenis truk dan beratnya muatan yang diangkut.
Di dalam perda itu antara lain ditetapkan, jenis truk light
(engkel ban) dengan daya angkut 1.000-1.800 kg retribusinya Rp 2.000
per rit, truk ban ganda dengan muatan 2.300-6.500 kg dikenai Rp
3.500, truk tronton/tenden dengan muatan 8.000-12.000 kg diharuskan
membayar retribusi Rp 6.000 per rit, dan truk gandengan/trailer/peti
kemas dan sejenisnya dengan muatan 12.000 kg ke atas harus membayar
retribusi Rp 7.500 per rit.
Pungutan yang dianggap tinggi oleh para sopir truk itu, seperti
yang tertuang dalam Pasal 9 Perda Nomor 3, dilakukan untuk mengganti
sebagian biaya pembuatan dan perawatan jalan, atau untuk
mempertahankan lama pemakaian jalan.
Namun, kenyataannya saat ini sejumlah ruas jalan di Kota
Tangerang dan juga Kabupaten Tangerang tetap dibiarkan rusak.
Rupanya uang yang dipungut dari ribuan sopir setiap harinya, belum
dimanfaatkan untuk memperbaiki jalan, seperti tujuan pemberlakuan
perda. Padahal, dalam satu hari diperkirakan ribuan truk pengangkut
barang terjaring petugas pemungut retribusi. (agus mulyadi)