Senin, 12 November 2007

Akibat Terlalu Royalnya Pemda Memberi Izin

KOMPAS - Senin, 28 Jun 1999 Halaman: 21 Penulis: MULYADI, AGUS Ukuran: 5740
AKIBAT TERLALU ROYALNYA PEMDA MEMBERI IZIN
MENJAMURNYA kompleks perumahan baru di Kabupaten Tangerang
terjadi hampir di semua wilayah. Bahkan seperti bersaing dengan
Ibu Kota Jakarta yang telah kehabisan tanah untuk membangun
perumahan, tanah di Tangerang pun telah "habis" untuk keperluan
sama. Bedanya, kalau di Jakarta lahan memang sudah dipadati
bangunan, di Tangerang tanah hanya dipadati papan nama pengembang.
Ihwal seperti itu terlihat misalnya di kawasan perumahan Bumi
Serpong Damai (BSD), Alam Sutera, Citra Raya, Gading Serpong, Citra
Raya, Tigaraksa, serta perumahan lainnya. Sebagian besar lahan yang
dikuasai pengembang benar-benar masih kosong, dan hanya sebagian
kecil saja yang sudah dibangun perumahan.
Sebagai contoh masih kosongnya lahan yang dikuasai pengembang
kawasan, bisa terlihat di perumahan BSD Serpong. Perumahan itu
dibangun oleh PT BSD yang memiliki izin lokasi terbesar di Tangerang,
yakni seluas 6.000 hektar. Namun sampai sekarang lahan yang sudah
dibebaskan baru sekitar 4.000 hektar. Dari tanah yang telah
dibebaskan, ternyata sampai saat ini lahan yang sudah digunakan untuk
membangun perumahan dan fasilitas penunjangnya, baru seluas 1.400
hektar.
Menurut Direktur PT BSD, Ignezs Kemalawarta, di BSD sudah sekitar
13.800 unit rumah yang telah selesai dibangun. Sedangkan warga
penghuninya mencapai lebih dari 50.000 jiwa.
Kenyataan telah habisnya lahan di Tangerang karena dikuasai
pengembang-menggunakan uang kredit properti yang sebagian besar kini
macet-mendorong sebagian perusahaan properti lainnya mencari lahan di
pinggiran Tangerang. Lahan di kawasan Maja, Kabupaten Lebak, dan
Tenjo, Kabupaten Bogor, yang terletak di sebelah barat Tangerang pun
diincar untuk membangun perumahan.
Padahal kalau lahan di Tangerang bisa dimanfaatkan maksimal oleh
pengembangnya, pembangunan perumahan tidak perlu melebar sampai
kawasan Tenjo dan Maja. Kalau lahan di Tangerang yang sudah dikuasai
pengembang bisa dimanfaatkan maksimal untuk membangun perumahan,
konsumen perumahan pun tidak perlu bersusah payah menempuh perjalanan
jauh ke tempat kerjanya di Jakarta. Konsumen bisa berdiam di daerah
Tangerang yang jarak tempuh ke Ibu Kota lebih dekat.
***
SEMAKIN melebar dan jauhnya kompleks perumahan sampai Tenjo dan
Maja, seakan memberi gambaran telah habisnya lahan di Tangerang.
Padahal melihat kenyataan, lahan di Tangerang sebenarnya masih terbuka
dan belum dijejali perumahan. Pengembang hanya menguasai tanah tetapi
belum mampu mengisinya.
Menjamurnya perumahan di Tangerang, tidak terlepas dari
jor-jorannya pemberian izin lokasi oleh Pemda Kabupaten Tangerang,
beberapa tahun lalu. Izin lokasi perumahan begitu mudah didapat,
kendati kebutuhan rumah jauh di bawah yang direncanakan akan dibangun.
Pengamat properti, Panangian Simanungkalit, kepada wartawan di
Serpong beberapa waktu lalu mengatakan, sampai dengan saat ini izin
lokasi yang telah dikeluarkan pemda setempat, kepada pengembang
kawasan perumahan (developer) di Tangerang sudah terlalu luas, yakni
sekitar 25.000 hektar. Izin lokasi untuk pembangunan perumahan di
Tangerang itu, untuk ukuran satu daerah merupakan yang terluas di
Indonesia.
Karena itu, menurut dia, izin lokasi perumahan di Kabupaten
Tangerang perlu dikaji ulang, dengan melibatkan berbagai instansi
terkait. Tujuannya agar penggunaan lahan bisa menjadi lebih efisien.
"Di Tangerang terdapat sekitar 400 pengembang perumahan yang telah
mendapat izin lokasi dari pemda setempat," ujarnya.
Lahan yang dibutuhkan untuk membangun perumahan di Tangerang, kata
Simanungkalit, sebenarnya jauh di bawah luas dari izin lokasi yang
telah dikeluarkan itu. Kebutuhan perumahan di Tangerang pada masa
puncaknya pada tahun 1996 lalu misalnya, diperkirakan hanya sekitar
40.000 unit per tahun.
Sebenarnya kebutuhan tanah untuk perumahan itu, di Tangerang untuk
setahun diperkirakan hanya sekitar 300 hektar. Jadi lahan yang
dibutuhkan untuk perumahan hanya 300 hektar per tahun. Maka untuk 15
tahun, luas lahan yang dibutuhkan untuk membangun perumahan di
Tangerang, tidak lebih dari 4.500 hektar.
Simanungkalit menyebutkan, selama ini sampai sebelum terjadinya
krisis ekonomi, memang banyak pengusaha yang melakukan spekulasi di
bidang tanah. Padahal investasi di bidang itu menggunakan modal dari
bank, dan saat ini semuanya mengalami collapse.
Disebutkan, dengan mudahnya izin lokasi yang diperoleh dari pemda
ketika itu, sejumlah pengembang lantas mempersiapkan pembangunan
sebuah kota baru di atas lahan yang luas. Namun lokasi kota-kota baru
di Kabupaten Tangerang tersebut bisa disebut tidak beraturan, karena
terdapat di sembarang lokasi. Di Tangerang, kota baru yang dibutuhkan
sebenarnya cukup dibangun di dua lokasi, yakni di wilayah barat dan
timur.
Mungkin kalau pemda setempat mempunyai kekuatan dan kemampuan
menekan pengembang, lahan yang telah dibebaskan bisa dengan maksimal
segera digarap untuk membangun perumahan. Kalau itu bisa
dilakukan-mungkin setelah Indonesia bisa lepas dari krisis ekonomi
berkepanjangan ini-tidak perlu lagi membangun perumahan jauh dari
Jakarta seperti di Tenjo dan Maja.
Pembangunan rumah-rumah yang jauh dari tempat pemiliknya mencari
nafkah, seperti di Jakarta, hanya akan menyusahkan mereka. Karena
jauhnya lokasi perumahan, untuk mengontrol rumah yang sudah selesai
dibangun, dan "dimiliki" dengan hanya sekadar membayar booking fee
atau uang muka misalnya, sulit dilakukan.
Maka rumah tak berpenghuni pun, memancing orang menjarahnya. (mul)