Kamis, 15 November 2007

Bogor, "Surga" Pedagang K-5

KOMPAS - Rabu, 24 Jan 1996 Halaman: 8 Penulis: MULYADI, AGUS Ukuran: 2752

BOGOR "SURGA" PEDAGANG K-5

AGAKNYA, Bogor bisa disebut "surganya" pedagang K-5. Kalau di
kota lain pedagang K-5 mungkin hanya menguasai tepi jalan, di Bogor
bahkan trotoar ikut digarap. Dan, Pemda Bogor sepertinya juga
"setuju" trotoar digarap pedagang K-5.

Alhasil, pejalan kaki harus berkorban, atau dikorbankan.
Pejalan kaki lantas harus "turun" ke jalan. Dan itu artinya ia harus
berbaur dengan kendaraan bermotor. Risikonya, ia bisa saja disenggol
atau ditabrak kendaraan bermotor dari belakang. Dan akibat lain,
lalu lintas yang memang sudah "kacau" makin kacau saja.

Di sejumlah trotoar, pedagang K-5 bahkan seperti dimanjakan
Pemda Kodya Bogor. Mereka diberi tempat di atas trotoar beratapkan
tenda auning berwarna kuning. Tidak ada tempat tersisa di lokasi itu
yang bisa dinikmati pejalan kaki. Dua lokasi trotoar yang bisa
menjadi contoh, di Jalan Dewi Sartika dan jalan depan Stasiun KA
(kereta api) Bogor.

Juga di Jalan Kapten Muslihat dan Jalan Merdeka. Di dua lokasi
itu segala macam pedagang K-5 menggelar dagangannya. Para pemain
catur amatir pun menggelar peruntungannya di trotoar. Pejalan kaki,
kembali harus mengalah. Trotoar di Jembatan Merah, Bogor, yang kini
dicat kuning, juga sudah menjadi hak pedagang sepenuhnya.

Di atas sebagian trotoar di Jalan Merdeka sejak dua pekan lalu
bahkan telah disulap menjadi kios pedagang onderdil. Menurut Wali
Kota Bogor, Drs Eddy Gunardi, pemakaian trotoar di lokasi itu hanya
sementara, menunggu selesainya pembangunan pasar.

COBA, bagaimana jalan keluarnya, tanya Wali Kota Bogor Edy
Garnadi mengenai okupasi atau pengalihan fungsi trotoar itu.

"Pejalan kaki sendiri kadang tidak patuh. Mereka memilih badan jalan
untuk lewat, meski trotoar kosong," kilah Eddy Gunardi.

Disebutkannya, masih banyak trotoar di Kodya Bogor yang tidak
ditempati pedagang K-5, seperti Jalan Pajajaran dan Jalan Ir H
Juanda yang mengelilingi Kebun Raya dan Istana Bogor.

Tentang pemasangan tenda auning di sejumlah trotoar untuk
pedagang K-5, Eddy Gunardi memberi alasan bahwa hal itu didasarkan
pada asas kepatutan. Artinya, pedagang K-5 patut mendapatkan tempat
di atas trotoar. Patut, katanya, karena lokasi trotoar itu tidak
jauh dari pusat perbelanjaan.

Padahal beroperasinya pedagang K-5 itu pun semakin menambah
macetnya arus lalu lintas di Kota Hujan itu. Turunnya pejalan kaki
ke badan jalan, mempersempit arus kendaraan. Akibatnya antrean
panjang kerap terlihat di Bogor.

Kalau pengalihfungsian trotoar untuk pedagang K-5 dianggap
patut, entah disebut apa kalau satu saat misalnya terjadi pejalan
kaki diseruduk kendaraan. (agus mulyadi)