Kamis, 15 November 2007

Kartu Nama dan Petugas yang Sempat Ragu

KOMPAS - Sabtu, 13 Apr 1996 Halaman: 12 Penulis: MUL Ukuran: 5100

KARTU NAMA DAN PETUGAS YANG SEMPAT RAGU

OPERASI pembongkaran tiga vila bermasalah di kawasan Puncak,
Kabupaten Bogor, Kamis (11/4), hampir saja tidak berjalan mulus.
Soalnya, satu di antara tiga vila itu hampir tidak jadi dibongkar.
Pemilik vila itu-sambil menyodorkan sebuah kartu nama-minta
pembongkaran ditunda.

Petugas tampak ragu setelah membaca "nama" pada kartu nama itu.
Menurut pemilik vila berukuran 14 meter kali sembilan meter di atas
lahan 2.000 meter persegi itu, penangguhan diperlukan karena masih
akan dipakai untuk keperluan syuting sinetron. Lokasi vila itu memang
sangat menawan, berada di atas tebing dan dari sana bisa melihat
pemandangan indah di sekitarnya.

Si empunya hajat pembuatan sinetron adalah relasinya, seorang
pengusaha di Jakarta. Sebelum pembongkaran, pemilik vila masih
menunggu dua orang kenalannya yang lain, dari dua lembaga pemerintah
berbeda di Jakarta.

Ketua Tim Operasi Wibawa Praja (OWP), H Fauzi Siin, yang memimpin
pembongkaran, semula tampak bimbang. Dan ketika datang rombongan
Bupati Bogor, HM Edie Yoso Martadipura, Danrem 061/Suryakencana Kol
Inf Eddi Budianto, dan anggota muspida lainnya, Fauzi segera
memberitahukan hal itu.

Si pemilik vila juga terlihat menghampiri Bupati Bogor. Entah apa
yang dibicarakan, tetapi akhirnya diputuskan vila itu tetap dibongkar
seperti yang telah diputuskan sebelumnya. Menurut Eddie Yoso, tiga
vila yang dibongkar tim, sebelumnya telah diberi surat perintah
bongkar sampai tiga kali. Tapi pemiliknya tidak mau membongkar
sendiri.

"Kalau tidak jadi dibongkar, nanti akan merusak sistem dan bisa
jadi preseden," kata Fauzi kepada wartawan.

Namun adanya "sedikit hambatan" itu membuat pembongkaran sedikit
terhambat. Tim petugas yang telah selesai membongkar dua vila lainnya,
harus menunggu barang-barang di dalam vila dikeluarkan terlebih
dahulu, sebelum penggusuran dilaksanakan. Akibatnya, jam kerja tim itu
pun molor sampai sekitar pukul 12.00 Wib. Padahal dalam
pembongkaran-pembongkaran vila sebelumnya, biasanya tim yang mulai
bekerja pukul 06.00 itu sudah bisa menyelesaikannya paling lambat
sekitar pukul 09.00 Wib.

BEKING orang kuat yang melindungi vila bermasalah di Puncak, atau
orang-orang kuat di Jakarta itu sendiri yang memiliki vila, kerap
seperti menjadi hambatan penataan kembali kawasan resapan berhawa
sejuk itu. Pihak Pemda Kabupaten Bogor, harus benar-benar berhitung
menghadapi kondisi seperti itu.

Namun dalam beberapa kesempatan, Bupati Bogor HM Eddie Yoso
Martadipura menegaskan, pihaknya tidak akan pandang bulu. Artinya,
siapa pun pemilik vila kalau memang bermasalah tetap akan diratakan
dengan tanah. Upaya itu dilakukan untuk mengembalikan fungsi
konservasi lingkungan kawasan Puncak.

Dalam operasi pembongkaran tiga vila Kamis lalu, upaya pemda
menertibkan Puncak mendapat dukungan pejabat pemerintah di tingkat
pusat. Menteri Negara Lingkungan Hidup Sarwono Kusumaatmaja, dan Jaksa
Agung Singgih bersama puluhan anggota rombongan, datang meninjau
pembongkaran.

Kedatangan dua pejabat tinggi itu, seakan menambah dukungan moral
bagi aparat pemda setempat untuk terus menertibkan bangunan bermasalah
di Puncak. Dengan dukungan penuh tersebut, diharapkan pemda tidak
ragu-ragu lagi untuk terus menjalankan tugasnya.

Sarwono mengatakan bahwa pembongkaran bangunan bermasalah di
Puncak merupakan wewenang pemda setempat, dan tidak akan diambil alih
pusat. Sarwono menegaskan, dukungannya terhadap upaya pemda.

"Kami dari kejaksaan memberikan dukungan kepada aparat di daerah
supaya jangan ragu-ragu. Tetapi juga, seperti yang sudah saya
sampaikan kepada bupati dan anggota muspida, supaya diteliti yang
benar. Artinya, secara cermat apakah menurut ketentuan hukum itu
benar-benar terjadi pelanggaran atau tidak. Kalau terjadi pelanggaran,
apakah itu ada premannya, apa ada bekingnya, pokoknya jangan
ragu-ragu," kata Jaksa Agung Singgih pula (Kompas, 12/4).

Dukungan pejabat tingkat pusat itu, setidaknya akan makin menambah
semangat kerja tim pembongkar. Sebab ke depan ini, tampaknya Tim OWP
akan semakin sering turun ke lapangan membongkar bangunan-bangunan
bermasalah. Setidaknya sekitar 100 lagi vila bermasalah, kata Fauzi
Siin, menjadi sasaran prioritas pertama pembongkaran.

Menurut Fauzi Siin, sasaran utama operasi pembongkaran vila oleh
tim yang dipimpinnya adalah bangunan yang menyalahi tiga aspek
sekaligus. Yakni, dibangun di atas tanah negara, melanggar peruntukkan
sesuai RDTR (rencana detail tata ruang), dan tidak memiliki IMB (izin
mendirikan bangunan).

Setelah itu, bangunan-bangunan dengan satu atau dua masalah dari
tiga masalah yang disebutkan di atas. Berapa jumlahnya, belum
diberitahu oleh Fauzi. Hanya saja, dukungan langsung pejabat pusat
tampak telah berhasil mendorong "keberanian" petugas.

Ke depan ini mungkin akan muncul bukan lagi satu, tetapi tiga atau
sepuluh kartu nama... (agus mulyadi)