KOMPAS - Rabu, 09 Mar 1994 Halaman: 16 Penulis: MUL/P Ukuran: 3311
MENCARI REKAN KERJA SAMA
DALAM kondisi jalanan yang becek, Menteri P dan K Wardiman
Djojonegoro, Senin 7 Maret ke luar masuk rumah-rumah penduduk Desa
Tegalgubug, Kecamatan Arjowinangan, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.
Ia bermaksud melihat secara dekat kegiatan industri rumah tangga
konveksi yang diusahakan oleh hampir seluruh warga desa itu.
Dialog ringan, lancar, yang sifatnya mengorek data tentang
pemasaran, penghasilan, berlangsung setiap menteri ketemu pengusaha.
Hal yang sama juga dilakukan ketika menteri mengunjungi perusahaan
pembuatan makanan ternak udang PT Kartika Amerisis Aquais di
pinggiran Kota Cirebon. Pada perusahaan yang setiap hari memproduksi
300 ton makanan ternak udang ini, ia lebih banyak melempar
pertanyaan sambil melihat-lihat kegiatan produksi usaha itu. Semua
bagian dia kunjungi, mulai dari tempat penampungan bahan dasar,
mesin-mesin produksi, sampai ke tempat penyimpanan produk yang laku
siap dijual.
Menteri berkeliling untuk menjajagi kondisi perusahaan. Ia
mencari kemungkinan kerjasama untuk mewujudkan link and match, yang
memang mensyaratkan adanya kerjasama antara industri dan sekolah
kejuruan. Langkah demikian tidak hanya dilakukan di Cirebon
tetapi juga di Bandung dan kota-kota lainnya, mulai dari perusahaan
kecil sampai yang besar.
***
GREGET kerjasama sekolah kejuruan dengan industri berangsur-
angsur terus berjalan. Sebagai misal, di Cirobon Menteri P dan K
menyaksikan penandatanganan lima sekolah kejuruan dengan 20
perusahaan di kota itu. Bahkan Menurut Kepala Kantor Wilayah
Departemen P dan K Jawa Barat Didi Edia Kartadinata, di dalam waktu
dekat secara serentak 80 sekolah kejuruan di Jawa Barat akan
melakukan kerjasama dengan perusahaan industri.
Menurut menteri, kerjasama ini memang dilakukan secara
bertahap. Untuk tahun ajaran 1994/1995 secara nasional akan
dilakukan untuk 200 STM (sekolah menengah mesin), dengan 2.200
perusahaan kecil dan besar sudah menyatakan kesediannya untuk
melakukan kerjasama.
Namun bukan hanya bentuk kerjasama yang dikejar. Menurut
Wardiman pembenahan sekolah kejuruan sendiri mutlak diperlukan
atas seluruh sekolah menengah kejuruan (SMK) di Indonesia. Menurut
menteri, ada kelemahan mendasar dalam sekolah kejuruan. Ia menyebut
contoh di antaranya sekolah kejuruan masih bersifat konservatif dan
kurang lentur terhadap perubahan teknologi yang berlangsung terus-
menerus.
SMK juga kurang mampu mengantisipasi kebutuhan pasar kerja dan
tidak mengetahui jumlah dan kualitas kebutuhan tenaga kerja. "Biaya
pendidikan SMK bisa 4 sampai 5 kali lipat dari sekolah menengah
umum, dan itu semua belum dilakukan oleh sekolah kejuruan kita,"
tandasnya.
Untuk meningkatkan pendidikan sekolah kejuruan, pendidikan
praktek yang 8 jam akan ditingkatkan menjadi 32 jam. "Tambahan biaya
24 jam itulah yang akan ditanggung pihak industri atau perusahaan
dan pemerintah," kata Wardiman.
Di samping itu kurikulum teknik juga akan disusun bersama
antara industri dengan pihak sekolah yang bersangkutan. Sedang para
lulusan diberi sertifikat oleh perusahaan industri, sebagai bukti
bahwa mereka terampil dan layak masuk dalam dunia kerja. (mul/p)