Senin, 12 November 2007

Busung Lapar dan Kelalaian Negara

KOMPAS - Sabtu, 27 Feb 1999 Halaman: 8 Penulis: THY/MUL Ukuran: 5199
BUSUNG LAPAR DAN KELALAIAN NEGARA
ANGGA, bayi berumur enam bulan, tergolek lemah. Matanya lebih
sering terpejam. Kalaupun sesekali terbuka, matanya kelihatan cekung
dan sayu. Badannya kurus kering dan kakinya mulai membengkak.
Karena tidak ada gairah untuk makan dan menyusu, dokter yang
merawatnya di Rumah Sakit Arjawinangun Cirebon memberinya makan
tambahan melalui saluran infus. "Ketika lahir kondisinya normal. Hanya
belakangan ini saja badannya melemah dan semakin kurus," kata Madi
(35), ayah Angga.
Buruh tani miskin yang tinggal di rumah teramat sederhana di Desa
Bobos, Kecamatan Sumber, Kabupaten Cirebon ini tidak mengetahui
anaknya menderita marasmic kwashiorhor atau lebih parah dari sekadar
gizi buruk dan hampir mendekati busung lapar. Selain kemiskinan,
ketidaktahuannya memilih makanan yang bergizi, menyebabkan Angga harus
terganggu pertumbuhan badan dan fungsi otaknya.
Namun bukan hanya Angga yang mengalami penderitaan demikian.
Sofiah, bayi berumur 12 bulan, juga harus mengalami nasib serupa.
Ayahnya, Sarkin (36) buruh tani dan tinggal di Desa Kejuden, Kecamatan
Plumbon sekitar 15 kilometer sebelah barat pusat kota Cirebon, juga
tidak mampu memenuhi kebutuhan gizi Sofiah.
Berat badan Sofiah hanya sekitar 5 kg atau separuh dari berat
badan normal. Selain berat badannya rendah, kondisi tubuhnya sangat
kurus, rambut kemerahan dan kelopak matanya cekung. Sofiah hanya bisa
terbaring lemah dengan tatapan mata sayu.
Selain Angga dan Sofiah, tercatat masih ada enam bayi lain yang
mendekati tahap busung lapar dan sekitar 27.000 bayi lainnya yang
bergizi buruk yang tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Cirebon. Jika
status gizi bayi dapat dijadikan indikator kemiskinan-seperti
disimpulkan dalam disertasi Dr Herman Sudiman-maka hal ini tercermin
gamblang di seluruh wilayah Kabupaten Cirebon.
***

IRONIS memang. Program Jaring Perlindungan Sosial Bidang Kesehatan
(JPSBK) berdana hampir Rp 2 trilyun nyaris habis disebar, namun
laporan munculnya bayi-bayi gizi buruk makin gencar saja. Paling tidak
di Jawa Barat, bukan hanya di Kabupaten Cirebon saja, tapi juga di
Kodya dan Kabupaten Tangerang yang tak jauh dari Jakarta, sudah
dilaporkan dua bayi mati karena kekurangan gizi.
Selain dua bayi yang telanjur mati, hingga kini setidaknya masih
ada dua bayi lagi di Kodya Tangerang yang menderita busung lapar.
Mereka kini tergolek lemah di dua ranjang perawatan yang terletak
berdampingan, di Paviliun Kemuning, RSU Tangerang. Sorot mata mereka
sayu. Perut kedua bayi terlihat membesar, seperti wanita hamil tua.
Sedangkan bagian tubuh lainnya terlihat kurus, dengan tulang-tulang
menonjol.
Adelia (sembilan bulan) dan Ahmad Jaya (26 bulan), dua bayi itu,
sudah seminggu lebih harus menjalani perawatan di RSU Tangerang.
Krisis ekonomi berkepanjangan, telah melahirkan bayi-bayi generasi
penerus yang kurang makan. Makanan seadanya di zaman serba sulit ini,
mengakibatkan Adelia dan Ahmad Jaya didera perut lapar. Puluhan bayi
lain di Kotamadya Tangerang, dan sejumlah bayi lain di Kabupaten
Tangerang, diketahui telah mengalami kekurangan gizi.
Bibi Adelia, Melan (20), yang menungguinya di RSU Tangerang,
menyebutkan, ihwal penderitaan Adelia berawal dari perceraian kedua
orang tuanya beberapa bulan lalu. Adelia yang masih bayi pun ikut
ibunya, Mega (18), warga Kelurahan Pasirjaya, Kecamatan Jatiuwung,
Kodya Tangerang.
Dengan penghasilan pas-pasan sebagai buruh pabrik, Mega berusaha
mencukupi makanan bagi anak tunggalnya itu.
"Mega hanya mampu membeli susu satu kaleng setelah gajian. Setelah
susu habis, Adelia hanya bisa diberi teh manis," kata Melan, Kamis
(25/2).
Perut Adelia sejak tiga bulan lalu membengkak. Dengan rujukan
petugas puskesmas Adelia dikirim ke RSU Tangerang sejak pekan lalu.
Dalam pemeriksaan dokter, dikatakan Adelia mengalami penyakit lever
(hati) yang menyebabkan perut bayi itu membengkak.
Kurangnya pemberian makanan bergizi, juga menyebabkan penderitaan
Ahmad Jaya, anak keenam dari tujuh anak. Menurut ibunya, Amsiah (27),
sejak ia hamil lagi Jaya pun tidak bisa netek. "ASI saya ganti dengan
air campur gula. Itu pun kalau saya sedang punya gula," kata Amsiah,
warga Desa Rajeg, Kabupaten Tangerang.
Selama lima bulan Jaya menyusu air gula, sampai akhirnya dia pun
terkena penyakit. Perutnya membesar, dan bagian tubuh lainnya kurus
kering. Menurut dr Bachtiar, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten
Tangerang, Ahmad Jaya juga menderita penyakit lain, seperti anemia,
kurang protein, dan infeksi pada saluran kencing.
Apapun penyakit bayi-bayi malang seperti Adelia dan Ahmad Jaya di
Tangerang, atau Angga dan Sofiah di Cirebon Pemerintah Indonesia tidak
bisa melepaskan tanggungjawabnya untuk menyelamatkan mereka. Bahkan
seharusnya mencegahnya lebih dini, jika tidak ingin dikatakan telah
terjadi kelalaian atau penelantaran oleh negara (state negligence)
yang jelas melanggar Konvensi PBB untuk Hak-hak Anak yang telah
diratifikasi Pemerintah Indonesia. (thy/mul)