Rabu, 14 November 2007

Hidup Buruh Masih Tetap Gali Lubang Tutup Lubang

KOMPAS - Selasa, 14 Mar 2000 Halaman: 1 Penulis: MULYADI, AGUS Ukuran: 5542

HIDUP BURUH MASIH TETAP GALI LUBANG TUTUP LUBANG

SULIT membayangkan bagaimana bisa bertahan hidup dengan gaji
sebesar Rp 230.000/bulan, sebagai satu-satunya sumber nafkah. Di
zaman di mana harga semua kebutuhan hidup yang serba mahal ini,
perlu seorang manajer keuangan profesional yang mungkin dapat
mengatur uang sebesar itu. Terlebih lagi untuk hidup di Tangerang
yang tergolong mahal.

Himpitan hidup yang sulit, saat ini, akhirnya menciptakan "manajer
profesional" di bidang keuangan. Mereka lahir dari kalangan ratusan
ribu buruh pabrik yang tersebar di seantero Tangerang. Karena dipaksa
keadaan, buruh pabrik dipaksa mengasah otak bagaimana cara mengatur
pengeluaran uang dari upahnya yang sebetulnya masih kurang layak itu.

"Siapa pun sebenarnya sulit bisa hidup dengan uang gaji hanya Rp
230.000 per bulan, tetapi kami masih tetap bertahan dengan kondisi
seperti ini," kata beberapa buruh pabrik keramik PT Jatake Kramindo
Kharisma (JKK) di Jl Kalisabi Km 4, Jatiuwung, Kota Tangerang, Jumat
(10/3). Mereka, ketika itu, tengah berunjuk rasa di halaman pabriknya,
menuntut perbaikan kesejahteraan dari pengusaha.

Sayadin (25), pekerja harian PT JKK yang telah lepas masa kontrak,
hanya mendapat gaji Rp 230.000/bulan. "Hanya itu yang saya dapat.
Tidak ada tambahan uang transpor, uang makan, atau tunjangan lainnya,"
kata calon ayah, yang istrinya tengah mengandung anak pertama.

Dengan gaji sebesar itu, cara Sayadin berhemat, salah satunya,
membayar uang kontrakan rumah bedeng Rp 60.000/bulan. Sisanya, untuk
biaya makan kebutuhan sehari-hari. Sayadin merasa malu menyebutkan
berapa besar uang yang dibelanjakan istrinya untuk membeli beras dan
kebutuhan pokok sehari-hari lainnya, serta transpor ke pabriknya.

Meskipun sudah begitu berhemat, upahnya tetap tidak dapat menutupi
kebutuhan pokok untuk bertahan hidup bersama istrinya. "Setiap bulan
saya selalu berutang kepada teman Rp 40.000 agar tetap bisa makan,"
kata Sayadin. Utangnya dibayar ketika gajian tiba.

Buruh JKK lain, Dadin (30), ayah dua anak, juga mengalami nasib
serupa, meskipun gajinya lebih tinggi, Rp 380.000/bulan. "Hidup
karyawan pabrik sudah biasa gali lubang tutup lubang. Pada minggu
ketiga, ketika uang gaji habis, terpaksa harus berutang yang dibayar
setelah gajian," katanya. Padahal Dadin dan istrinya telah berusaha
mencoba menambah penghasilan dengan berdagang kecil-kecilan.

Dua perempuan pekerja berusia 17 tahun, buruh pabrik pancing dan
sikat gigi PT Furinco Ancol, Jatiuwung, meskipun sudah menerima upah
sesuai Upah Minimum Regional (UMR) sebesar Rp 230.000, tetapi merasa
upah itu belum mencukupi untuk hidup layak selama satu bulan. Padahal
mereka merasa perlu membeli peralatan make up.

Keluhan serupa dilontarkan pula dua buruh pabrik bohlam, PT Osran
Indonesia, Jl Siliwangi, Kota Tangerang, yakni Suparno (22) dan Adi
(23). Dengan upah Rp 257.000, di mana Rp 30.000 di antaranya
digunakan untuk membayar uang kontrakan bersama teman, pengeluaran
harus dibuat seketat mungkin. Kalau tidak, untuk makan satu bulan pun
tidak akan mencukupi.

UPAH buruh pabrik di Tangerang -juga di daerah lain di
Indonesia-sampai saat ini tetap belum mampu memenuhi kebutuhan hidup
minimum (KHM), meskipun hampir semuanya telah memenuhi pembayaran
sesuai UMR.
Tahun ini, UMR baru yang rencananya akan mencapai sekitar
80 persen dari KHM, sempat membersitkan harapan di antara buruh. Namun
kenyataannya, UMR baru bahkan tetap di bawah janji awal, seperti yang
pernah diucapkan Menaker Bomer Pasaribu pada awal Maret 2000 lalu.

Di Tangerang yang jumlah buruhnya mencapai sekitar 400.000 orang,
kenaikan UMR baru mencapai 17,39 persen atau menjadi Rp 270.000/bulan.
Rencana kenaikan UMR ini disambut baik buruh, meskipun tetap tidak
akan mampu menutupi kebutuhan pokok hidup mereka sehari-hari.

"Kenaikan UMR menjadi Rp 270.000, paling-paling hanya bisa
mengurangi utang rutin saya kepada teman setiap bulannya," kata
Sayadin. Namun, itu dengan catatan semua barang harganya tidak
ikut naik.

Harapan itu mungkin akan tetap hanya tinggal harapan. Harga-harga
barang kebutuhan hidup, hampir dipastikan akan segera kembali melambung
ketika harga BBM dan listrik naik April nanti. Kenaikan BBM dan listrik
pasti diikuti naiknya harga-harga.

Bila itu terjadi nanti, buruh-buruh pabrik di Tangerang tetap
hanya bisa meratapi nasib. "Dengan upah yang diterima seperti ini,
kapan kami bisa menyimpan sebagian untuk menabung. Kalau punya uang
tabungan, mungkin kami buruh-buruh ini sedikit bisa menata dan
merencanakan kehidupan lebih baik dan manusiawi," kata buruh-buruh
pabrik seperti Adi, Dadin, Sayadin, Herman, dan lainnya.

Belum bisa membaiknya sistem pengupahan dengan penetapan UMR
baru yang ternyata nilainya belum manusiawi, secara langsung tetap
menempatkan kaum buruh selalu "gali lubang tutup lubang" sepanjang
hidupnya. Mereka memang alat produksi, tetapi mereka bukan mesin.
Mereka layak mendapat kesejahteraan yang lebih baik, dan pembagian
yang lebih adil dengan pemilik kapital. (agus mulyadi)

Teksfoto:
Kompas/agus mulyadi
MAKAN SEKADARNYA - Saat istirahat tiba, sejumlah buruh pabrik garmen di Jalan Imam Bonjol, Tangerang, keluar untuk mengisi perut. Buruh-buruh itu hanya bisa makan sekadarnya, yang dibeli dari pedagang kaki lima di depan pabrik. Yang penting perut terisi.