Kamis, 15 November 2007

Bogor Dikepung Kemacetan

KOMPAS - Sabtu, 13 Jan 1996 Halaman: 8 Penulis: MULYADI, AGUS Ukuran: 4632

BOGOR DIKEPUNG KEMACETAN

LALU lintas kendaraan di Kota Hujan Bogor dari hari ke hari
makin semrawut. Tiada hari tanpa kemacetan lalu-lintas di kota yang
terletak sekitar 55 km selatan Jakarta ini. Tidak hanya di dalam
kota, kemacetan lalu lintas juga terjadi di jalan-jalan masuk
menuju kota itu. Bogor memang selalu dikepung macet.

Kondisi lalu lintas yang makin semrawut ini tidak terlepas dari
peran daerah ini sebagai penyangga Ibu Kota. Apalagi dalam tahun-
tahun terakhir, masyarakat pekerja di Jakarta memilih kawasan
selatan Jakarta sebagai tempat bermukim.

Berbondongnya masyarakat pekerja bermukim di Bogor dan semakin
pesatnya pertumbuhan permukiman, tentu saja menambah beban bagi
Bogor. Termasuk meningkatnya jumlah transportasi, baik kendaraan
pribadi maupun angkutan umum kota (angkot). Akibatnya, kemacetan
lalu lintas makin marak di jantung maupun pinggiran Kodya Bogor.

MEMASUKI Bogor dari jalan lama yakni Jalan Raya Bogor,
kemacetan sudah menghadang mulai kawasan Kedunghalang. Kendaraan
harus berjalan merambat. Titik penyumbat kemacetan yang selalu
berlangsung sepanjang hari adalah pertemuan kendaraan di pertigaan
Jalan Baru dan pertigaan Warung Jambu. Apalagi pertigaan Warung
Jambu tidak dilengkapi lampu lalu-lintas.

Kondisi buruk seperti itu diperparah lagi oleh berbarisnya
angkot di pinggir jalan pertigaan Warung Jambu, baik yang menuju ke
arah Jalan A Yani maupun yang ke arah Jalan Pajajaran. Akibatnya,
arus kendaraan dari Jalan Raya Bogor terhalang barisan angkot yang
berebut penumpang. Arus kendaraan dari dua jalan itu menuju Jalan
Raya Bogor juga mengalami nasib serupa.

Jika masuk dari arah Semplak melalui Jalan Dr Semeru, arus
kendaraan akan terhadang kemacetan di Jalan Mawar. Sebab jalan itu
menampung pula semua kendaraan yang datang dari Jalan Perintis
Kemerdekaan yang akan menuju Jalan Merdeka. Sedangkan jika masuk
dari arah Darmaga dan Gunung Batu, arus kendaraan terhadang macet
di Jalan Perintis Kemerdekaan.

Sementara untuk kendaraan yang masuk dari arah Puncak-Ciawi,
kemacetan menghadang di perempatan Ciawi. Selepas perempatan itu,
kendaraan harus selalu merambat saat melalui Jalan Raya Tajur
sebelum memasuki kota Bogor.

Kondisi tidak jauh berbeda akan menghadang kendaraan yang masuk
dari jalan tol Jagorawi. Saat keluar tol, kemacetan di Jalan
Pajajaran sekitar Terminal Baranangsiang juga menghadang.
Para pemakai kendaraan yang sudah dihadang kemacetan di jalan
masuk ke Bogor, akan lebih menderita lagi saat berada di dalam kota.
Sulit mencari jalan-jalan yang nyaman. Semuanya macet, terutama pada
jam-jam sibuk.

MAKIN banyaknya angkot yang beroperasi di Kodya Bogor, dituding
sejumlah masyarakat setempat sebagai penyebab kemacetan di Kota
Hujan. Ribuan unit angkot ini berebut tempat di jalan dengan
kendaraan pribadi, truk, serta angkutan umum lain seperti bus yang
melintas, becak, sampai andong.

Jumlah angkot yang beroperasi di Bogor tiap hari menurut
seorang pengurus Organda Kabupaten Bogor, Herman Suriawijaya,
sekitar 12.000 unit. Jumlah sebanyak itu terdiri atas sekitar 8.000
unit angkot berasal dari Kabupaten Bogor, yakni yang berwarna biru.
Sisanya, antara 4.000-5.000 angkot berasal dari Kodya Bogor sendiri,
yakni yang berwarna hijau muda.

Namun Kepala cabang DLLAJ (Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan)
Kodya Bogor, Ny Dewi Kurnia, membantah jumlah itu. Disebutkan,
angkot asal Kabupaten Bogor yang beroperasi di kotanya sekitar 6.000
unit. Sedangkan yang berasal dari Kodya Bogor hanya kurang dari
1.850 angkot.

Tentang jumlah kendaraan angkot yang beroperasi di Kodya Bogor
ini, Dewi Kurnia mengharapkan dapat ditangani bersama dengan
Kabupaten Bogor. Salah satu solusinya adalah dengan membangun sub-
sub terminal di perbatasan kota. Kelak kendaraan angkot kabupaten
hanya sampai sub-terminal itu. Tidak masuk kota. Di Kodya Bogor
cukup dilayani angkot setempat.

Gagasan ini sebenarnya mengundang tanda tanya. Kalau angkot
kabupaten hanya sampai pinggir kota, apakah angkot kodya cukup
untuk melayani masyarakat. Jangan-jangan setelah tidak ada angkot
kabupaten di dalam kota, akan dikeluarkan izin trayek baru secara
jor-joran, sehingga angkot kodya pun semakin banyak.

Memang perlu dicari jalan keluar memecahkan masalah rumit ini.
Sebab bisa terjadi, lima atau sepuluh tahun lagi, kendaraan di Bogor
sama sekali tidak bisa bergerak. Bogor macet total. (agus mulyadi)