Rabu, 14 November 2007

Bersyukur Masih Bisa Kerja di Proyek Telkom

KOMPAS - Kamis, 15 Jan 1998 Halaman: 3 Penulis: MUL Ukuran: 3687

BERSYUKUR MASIH BISA KERJA
DI PROYEK TELKOM ...

WARYO (39) bersyukur dirinya masih bisa bekerja. Ayah lima anak
asal Pemalang, Jawa Tengah, itu mengaku sudah bisa mengumpulkan uang
secukupnya untuk keperluan lebaran nanti. Uang yang didapatnya dari
upah mengerjakan proyek galian di kawasan Jakarta dan Tangerang
selama sekitar dua bulan ini.

Sampai Rabu (14/1) Waryo masih bekerja di galian kabel PT Telkom,
di tepi Jalan Raya Serpong di kawasan Bumi Serpong Damai. Bersama
sekitar 70 temannya asal Pemalang, Waryo mengerjakan proyeknya yang
terakhir itu-berupa penanaman kabel telepon sepanjang lima
kilometer-sebelum pulang ke Pemalang.

"Dalam dua bulan terakhir, saya hitung-hitung hanya lima hari
tidak bekerja," ujarnya. Berbeda dengan ratusan ribu pekerja
konstruksi dan properti di Jakarta, yang selama beberapa bulan
ini sulit mendapatkan pekerjaan.

Sambil tiduran di bawah jalan-jalan layang di Ibu Kota, para warga
pendatang itu hanya bisa menghitung bintang. Order pekerjaan galian
atau bangunan lain tidak didapat. Mereka tidak tahu bagaimana harus
menghadapi lebaran nanti, begitu juga hidup di hari-hari selanjutnya.
Semuanya masih gelap.

Itulah sebabnya Waryo merasa bersyukur, setidaknya dalam dua bulan
ini dia bisa terus-menerus bekerja. Mandor proyek galian, kata Waryo,
masih mau memakai tenaga dia dan teman-temannya. Upah yang didapat
dari kerja gali-menggali tanah, untuk menanam kabel telepon atau
pipa PDAM, cukup lumayan untuk ukurannya.

Sistem kerja Waryo dan puluhan temannya adalah borongan. Untuk
galian satu meter dibayar Rp 15.000. Dalam waktu satu hari kadang
bisa menggali lebih dari satu meter, dengan kedalaman sesuai pesanan.
Galian untuk menanam kabel telepon dalamnya antara dua sampai 2,4
meter.

"Paling sedikit saya masih bisa mendapat Rp 15.000 per hari. Kalau
pengeluaran saya Rp 5.000 per hari, untuk makan dan rokok, saya masih
bisa menyisihkan Rp 10.000 untuk keluarga di kampung," kata Waryo.

Pekerjaannya dalam satu dua hari ini selesai. Waryo dan
teman-temannya tengah bersiap-siap pula pulang kampung. Waryo yang
telah bekerja di Jakarta, menjadi tukang gali, sejak Lapangan Banteng
masih menjadi terminal bus itu, bisa melepaskan kerinduannya terhadap
istri dan anak-anaknya.

LAIN lagi dengan Awi (30) dan Alif (25), pekerja galian asal
Losari, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Meski kini keduanya juga
tengah mengerjakan proyek galian PT Telkom, di tepi Jalan Raya
Serpong, mereka tidak secara terus-menerus mendapat order. Kontraktor
yang mempekerjakan Awi dan Alif, berbeda dengan yang mempekerjakan
Waryo.

"Dalam tiga bulan ini, saya hanya sekitar 30 hari mendapatkan
pekerjaan," ujar Awi, yang dibenarkan temannya, Alif. Upah yang
diterima Awi sama seperti yang didapat Alif dan Waryo yakni,
borongan Rp 15.000 untuk satu meter galian.

Awi menyebutkan, waktu dua bulan selebihnya dari masa tiga bulan
itu, banyak dihabiskan di bawah jalan tol Jakarta bersama puluhan
teman-temannya, menunggu pekerjaan. Bahkan karena terlalu lama hanya
tidur-tiduran di alam terbuka, sekali waktu Awi dan beberapa temannya
digaruk petugas penertiban DKI Jakarta. Dia dan teman-temannya sempat
digiring dan dikandangkan beberapa hari, di salah satu panti sosial
di daerah Jakarta Barat.

Kendati dalam tiga bulan ini dia hanya bisa menghasilkan uang
selama satu bulan, Awi masih bersyukur. Karena sampai pertengahan
puasa ini dia masih bekerja, paling tidak dia berharap bisa bersiap
menghadapi lebaran nanti... (mul)