Rabu, 14 November 2007

Perjalanan Panjang Buruh Mayora

KOMPAS - Kamis, 03 Jun 1999 Halaman: 3 Penulis: MSH/MUL Ukuran: 4733

PERJALANAN PANJANG BURUH MAYORA...

HINGGA Rabu (2/6) malam, eks buruh PT Mayora Indah masih bertahan
di depan kantor Departemen Tenaga Kerja (Depnaker) di Jl Gatot Subroto,
Jakarta Selatan. Mereka sudah bertekad terus berjuang sampai persoalan
mereka diselesaikan oleh Depnaker.

"Kalau Bapak saja tidak mau membukakan pintu, ke mana lagi kami
akan mengadukan nasib kami?" kata sejumlah buruh sambil terisak
menahan tangis. Selain tertutup, pintu yang terbuat dari stainless
steel mengkilap itu bahkan masih dilingkari kawat berduri di atasnya.

Tidak seperti hari hari pertama, kemarin para buruh itu tidak
menduduki jalan tol dan jalur arteri. Mereka hanya duduk-duduk di
sepanjang bahu jalan di sekitar gedung Depnaker. Meski demikian, aksi
di tengah kemacetan lalu lintas masa kampanye putaran ketiga itu tetap
saja menghambat lalu lintas karena para pengendara memperlambat laju
kendaraannya untuk melihat apa yang terjadi. "Mereka telah berjanji
tidak akan menutup jalan tol lagi," kata Kapolres Metro Jakarta
Selatan Letkol (Pol) Satrya Hari Prasetya.

KEHADIRAN para eks buruh PT Mayora Indah itu bukanlah yang
pertama. Sekitar bulan April 1999 mereka sudah datang, bahkan sempat
menginap selama delapan hari di halaman Depnaker. Akhirnya Depnaker
meminta buruh memilih, dikenakan pemutusan hubungan kerja (PHK) atau
kembali bekerja.

Namun, ketika mereka kembali ke Jatiuwung Tangerang, pintu pabrik
sudah tertutup bagi mereka. Bahkan, sebagian, sebanyak 1.361 orang
lalu dikenakan PHK.

Awal dari deretan peristiwa itu adalah keinginan memperjuangkan
perbaikan kesejahteraan di masa krisis ekonomi se-karang. Menurut
sejumlah buruh, mereka minta kenaikan upah karena pihak perusahaan
pun dalam masa krisis tetap saja memperoleh untung.

Buruh menuntut kenaikan upah sebesar 30 persen, setelah beberapa
waktu sebelumnya manajemen PT Mayora hanya menaikkan 18 persen.
Tuntutan lainnya, uang makan dari Rp 1.000 menjadi Rp 4.000 per hari,
PPH ditanggung perusahaan dan uang shift kerja Rp 1.500 per hari.

Tuntutan buruh itu tidak ditanggapi pihak manajemen PT Mayora.
Karena itu, selama beberapa hari mereka melakukan unjuk rasa di
kawasan pabrik di Jl Telesonik, Jatiuwung. Sampai akhirnya mengadu
beberapa kali ke Depnaker Tangerang dan Depnaker di Jakarta.

Buruh-buruh itu mulai resah setelah manajemen mengumumkan akan
melakukan PHK, dan semakin resah setelah PT Mayora menyatakan, hanya
bersedia membayar pesangon sebesar setengah dari Peraturan Menteri
Tenaga Kerja (PMTK). Buruh mau menerima PHK asal manajemen PT Mayora
memberikan pesangon 10 kali PMTK.

Pihak Depnaker Tangerang akhirnya meneruskan kasusnya untuk
diselesaikan di Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah
(P4D) dan P4-Pusat (P4P). P4P pertama kali bersidang tanggal 17 Mei
1999.

Buruh Mayora yang terancam PHK itu, terus melakukan unjuk rasa.
Bahkan pada 25 Mei lalu, mereka melancarkan unjuk rasa di jalan tol
Jakarta-Merak, Km 26,5, di daerah Bitung Tangerang. Selama sekitar dua
jam, mulai pukul 09.30-11.30, mereka menutup jalan tol dan melakukan
sejumlah orasi di tempat itu. Akibatnya, terjadi kemacetan di jalan
bebas hambatan, baik dari arah Jakarta-Merak maupun sebaliknya.

Pada hari Selasa (1/6), 1.361 buruh PT Mayora yang sudah terkena
PHK, kembali melakukan unjuk rasa. Sebagian sempat melempari para
buruh PT Mayora (sekitar 750 orang) yang berada di dalam pabrik.
Rupa-nya, ke-750 buruh PT Mayora itu mau menerima keputusan perusahaan
dan kembali bekerja. Sedangkan 1.361 lainnya menolak sampai akhirnya
mereka terkena PHK.

Dari lokasi pabrik para buruh turun ke Jl Gatot Subroto,
Tangerang. Berjalan kaki mereka menuju terminal Cimone, Tangerang,
dan seterusnya menuju ke Departemen Tenaga Kerja (Depnaker) di Jl
Gatot Subroto Jakarta. Selama sekitar sembilan jam mereka menduduki
jalan tol dalam kota yang mengakibatkan lumpuhnya lalu lintas di
jalur Kuningan-Cawang.

KEPALA Depnaker Tangerang Apon Sunarya kepada Kompas, Selasa (1/6)
sore menyatakan, kalau 1.361 buruh PT Mayora itu tidak puas dengan
keputusan P4P, sebaiknya mereka menempuh jalur hukum. "Para pekerja
itu bisa banding kepada Menteri Tenaga Kerja, agar keputusan P4P
ditinjau kembali," katanya.

Apon menyebutkan, keputusan P4P bukan merupakan keputusan
Depnaker. Dalam P4P terdapat sekitar 10 orang yang berasal dari
Depnaker, Apindo, SPSI, serta dinas dan instansi lainnya. "Depnaker
kalah suara, karena di dalam P4P hanya diwakili dua orang," kata Apon.
(msh/mul)