Selasa, 13 November 2007

Doa Tangerang untuk Bandara Soekarno-Hatta

KOMPAS - Minggu, 02 Sep 2001 Halaman: 26 Penulis: Mulyadi, Agus Ukuran: 8517
DOA TANGERANG UNTUK BANDARA SOEKARNO-HATTA
*Fokus
HARAPAN memperoleh pendapatan asli daerah(PAD) lebih tinggi dari
Bandara Soekarno-Hatta, sampai saat ini, belum dapat diraih
Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang. PAD yang berasal dari bagian
pajak bandara khusus penumpang ke luar negeri itu diperkirakan
mencapai Rp 20 milyar per tahun.Kami tidak minta banyak-banyak, hanya
minta bagian Rp 10.000 dari setiap penumpang," kata Wali Kota
Tangerang HM Thamrin.
Thamrin, pada minggu pertama Mei 2001, sempat mengulum senyum
tanda gembira setelah Menteri Perhubungan Agum Gumelar meluluskan
permintaan bagian pendapatan dari pajak bandara itu, lebih keren
disebut airport tax. Kepada Kompas, Thamrin pernah bilang terhitung
sejak 1 Juni 2001, bagian pendapatan itu mulai mengalir ke Kota
Tangerang.
Namun, apa lacur? Kegembiraan yang muncul dari janji Agum
Gumelar ternyata tidak lama. Bagian pendapatan dari pajak bandara itu
sampai sekarang belum juga mengalir ke Kota Tangerang. Penyebabnya,
Menteri Keuangan belum setuju. Angan-angan peningkatan PAD pun belum
terwujud. Pendapatan pajak bandara seluruhnya masih masuk ke pundi-
pundi PT Angkasa Pura II sebagai pengelola Bandara Soekarno-Hatta.
Kota Tangerang yang ditempati bandar udara internasional itu tetap
hanya menjadi penonton dari jarak dekat, tanpa bisa ikut
mencicipinya.
Beberapa pejabat Pemkot Tangerang, seperti Kepala Bagian Hukum
Erlan Rusnarlan dan Kepala Bagian Informasi dan Komunikasi E Herry
Kusnadi, tidak tahu mengapa Menteri Keuangan belum setuju. "Saya
belum tahu penyebabnya," kata Erlan. "Mungkin pemberian bagian
pendapatan airport tax itu hanya ditunda, bukan dibatalkan."
Ketua Panitia Anggaran DPRD Kota Tangerang Busro dari Fraksi PPP
(Partai Persatuan Pembangunan) juga tidak mengetahui mengapa Menteri
Keuangan belum menyetujui bagian pendapatan tersebut. Padahal,
menurut Busro, tarif pajak bandara telah dinaikkan sejak Juni 2001
dari Rp 50.000 menjadi Rp 75.000 per penumpang.
Dari kenaikan Rp 25.000 itu sudah sewajarnya Kota Tangerang
mendapat bagian. Bagian yang diminta pun lebih rendah dibandingkan
dengan kenaikan tarif, hanya Rp 10.000 dari setiap penumpang.
Seorang staf di Bagian Humas PT Angkasa Pura II, Waspan, juga
tidak tahu mengapa Menteri Keuangan belum menyetujui pemberian bagian
pendapatan untuk Kota Tangerang. Namun, Waspan membenarkan tarif
pajak bandara untuk penumpang ke luar negeri memang telah dinaikkan
menjadi Rp 75.000.
Wakil Ketua DPRD Kota Tangerang Burhan menyebutkan belum
turunnya bagian Rp 10.000 per penumpang untuk kotanya sebagai
cerminan arogansi pemerintah pusat. Seharusnya pemerintah pusat,
dalam hal ini Departemen Keuangan, menyadari bahwa Bandara Soekarno-
Hatta berada di dalam wilayah Kota Tangerang. Apalagi dengan
dinaikkannya pajak bandara dari Rp 50.000 menjadi Rp 75.000 per
penumpang, pendapatan bandara telah meningkat.
"Toh, tidak ada ruginya bagi pihak bandara, seandainya dari
kenaikan Rp 25.000 tersebut, sebesar Rp 10.000 diberikan ke Kota
Tangerang," kata Burhan. "Pemkot Tangerang pun mengusulkan airport
tax dinaikkan terlebih dahulu, sebelum meminta bagian Rp 10.000 per
penumpang."
Sebelum kenaikan ini Pemkot Tangerang pernah mengusulkan supaya
pajak bandara dinaikkan Rp 100.000 dengan harapan Rp 25.000 untuk
Tangerang dan Rp 75.000 bagian bandara. Data dari Kantor Cabang Utama
Bandara Soekarno-Hatta memperlihatkan penumpang ke luar negeri dari
bandara itu setiap hari mencapai 6.000 penumpang.
Tidak masuknya pajak bandara Soekarno-Hatta berpengaruh kepada
perubahan APBD Kota Tangerang tahun 2001. Dalam rancangan perubahan
APBD yang diajukan Wali Kota Tangerang pada 21 Agustus 2001 lalu, PAD
dari pajak bandara itu belum dimasukkan. Dengan bagian pendapatan Rp
10.000 per penumpang, sejak Juni sampai akhir 2001 diperkirakan akan
dapat diraih tambahan PAD sekitar Rp 11 milyar. Karena belum juga
cair, tambahan PAD itu tidak dimasukkan ke dalam rancangan perubahan
APBD 2001.
"Seandainya bagian airport tax sejak Juni telah diberikan, dana
sebesar itu bisa digunakan untuk membangun 30 kantor kelurahan yang
saat ini masih mengontrak," kata Burhan. "Kalaupun belum dapat
dimanfaatkan karena tahun ini tinggal empat bulan lagi, dapat
digunakan dalam APBD 2002 nanti."
***

BAGIAN dari pendapatan pajak bandara, seandainya telah
terealisasi, merupakan salah satu "mesin pencetak" terbesar bagi Kota
Tangerang. Angka Rp 20 milyar signifikan dan sulit mencari gantinya.
Dari bagian pajak bandara ini, PAD Kota Tangerang akan terdongkrak
menjadi lebih besar. Dalam APBD sebelum adanya rancangan perubahan,
PAD Kota Tangerang tercatat sebesar Rp 50,093 milyar.
Dalam rancangan perubahan yang disampaikan Wali Kota Tangerang
pada 21 Agustus 2001 lalu, PAD bertambah Rp 5,806 milyar. Dengan
tambahan tersebut, total PAD Kota Tangerang seluruhnya mencapai
Rp 55,899 milyar. Tambahan bagian dari pajak bandara sebesar Rp 20
milyar tentunya akan mendongkrak PAD Kota Tangerang menjadi Rp 75,899
milyar.
Pemkot Tangerang dalam tahun anggaran 2001 ini sebenarnya telah
memperoleh PAD dari Bandara Soekarno-Hatta sebesar Rp 3,403 milyar,
yang sudah termasuk dalam total pendapatan yang tercantum dalam APBD.
PAD dari bandara tersebut antara lain berasal dari parkir, pintu
masuk kargo, pintu tol bandara, PBB (pajak bumi dan bangunan), IMB
(izin mendirikan bangunan), dan reklame. Kontribusi dari Bandara
Soekarno-Hatta kepada Kota Tangerang ini merupakan PAD umum yang
berasal dari berbagai retribusi yang diberlakukan. Berbagai jenis
retribusi yang diperoleh sama seperti yang ditarik dari wilayah lain
di Kota Tangerang.
Pemkot Tangerang mengincar Bandara Soekarno-Hatta tidak terlepas
dari kaitannya dengan pemberlakuan Udang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun
1999. Sejak tahun 2000, Pemkot Tangerang melirik kawasan otorita di
wilayahnya itu, terutama untuk memperoleh bagian pendapatan yang
sangat menggiurkan.
Keinginan itu semakin menggebu ketika otonomi daerah mulai
diberlakukan. "Mata" aparat Pemkot Tangerang akhirnya melihat adanya
peluang memperoleh bagian pendapatan dari pajak bandara. Secara
berkesinambungan HM Thamrin kemudian melakukan pendekatan kepada
pihak pengelola bandara, yakni PT Angkasa Pura II. Lobi dilakukan
pula langsung kepada Menteri Perhubungan Agum Gumelar.
Wakil Ketua DPRD Kota Tangerang Burhan menyebutkan, meskipun
Bandara Soekarno-Hatta tetap dikelola pemerintah pusat, bandara ini
memunyai ikatan dekat dengan Kota Tangerang. Berbagai persoalan yang
terjadi di kawasan bandara tetap terkait dengan induk kawasannya,
yakni Kota Tangerang.
"Kalau ada kambing penduduk sekitar yang ramai-ramai masuk ke
runway, atau layang-layang dari warga sekitar mengganggu penerbangan,
sudah pasti Pemkot Tangerang yang akan turun tangan
menanggulanginya," kata Burhan. Ia menambahkan, "Masak Departemen
Keuangan yang akan mengusir kambing-kambing itu atau melarang warga
menaikan layang-layang. Karena itu Departemen Keuangan sebaiknya
segera meluluskan permintaan bagian dari airport tax tersebut."
Pelaksanaan otonomi daerah harus diakui telah mendorong Pemkot
Tangerang lebih berani menuntut haknya. Sebelum otonomi diberlakukan,
bandara sulit dijamah. Sebagai kawasan otorita, pengelola bandara
bebas berbuat apa saja di dalam kawasannya sendiri.
Belakangan, ketika sudah mulai tersiar rencana pemerintah hendak
merevisi UU Nomor 22 Tahun 1999, tanda-tanda kembali ke masa lalu
mulai terlihat. Kepala Subdinas Pertamanan Kota Tangerang Said
Endrawiyanto memberi gambaran, sebelum tersiar rencana revisi UU
Nomor 22 Tahun 1999, pengelola reklame di kawasan bandara rajin
menghubunginya berkaitan beberapa gebrakan penertiban yang dilakukan
pihaknya. Setelah tersiar rencana revisi UU itu, kata Said,
"Sepertinya mereka sudah tidak peduli lagi dengan penertiban yang
akan dilakukan."
Melihat gejala seperti itu, akankah Pemkot Tangerang tetap hanya
bisa berangan-angan untuk mendapatkan Rp 20 milyar dari bagian
pendapatan pajak bandara? Pemerintah pusat tentu punya jawaban jitu
atas pertanyaan itu sehingga Kota Tangerang punya rasa memiliki pada
bandara yang mengusung nama kedua Proklamator itu.
(Agus Mulyadi)