Senin, 12 November 2007

Mimpi Punya Rumah Pun Sirna Ditelan Gempa

KOMPAS - Senin, 30 Oct 2000 Halaman: 40 Penulis: mul; nic Ukuran: 3399
MIMPI PUNYA RUMAH PUN SIRNA DITELAN GEMPA

SEORANG warga Kampung Kopi, Desa Mekarsari, Kecamatan Panimbang,
Kabupaten Pandeglang, Banten, baru saja selesai membangun rumahnya.
Namun, saat tiba waktu pemasangan genteng, tiba-tiba saja gempa
tektonik berkekuatan 6,5 pada skala Richter mengguncang bumi. Impian
memiliki sebuah rumah tembok-yang telah dikerjakan selama satu
setengah bulan-pun sirna.
Kisah semacam itu juga dialami Solihin, warga Kampung Sindang
Sari, Desa Mekarsari, Kecamatan Panimbang. "Rumah ini sebenarnya
rumah mertua yang dibangun sejak tahun 1987 lalu. Namun, saat gempa
bulan puasa tahun lalu, sebagian temboknya retak-retak dan juga ada
yang rontok," tutur ayah dua orang anak itu.
Untuk itulah, agar rumah peninggalan mertuanya itu dapat terawat,
pada bulan Agustus lalu, petani penggarap itu membeli satu truk pasir
laut. "Ya, itu maksudnya untuk disimpan-simpan agar bisa memperbaiki
rumah ini," tutur suami Rumi itu.
Namun apa mau dikata, rencana tinggal rencana, gempa Rabu (25/10)
lalu secara tidak langsung memupus harapannya. Rumah Solihin yang
hanya berukuran 6x8 meter itu seluruh temboknya rontok. "Untung tiang-
tiangnya tidak ikut rubuh. Kalau tidak, tentu semuanya rata dengan
tanah," ucapnya sambil mengusap keringat yang mengalir di dahi.
Rasa gotong royong masyarakat di kampung Solihin masih terasa
sehingga dia merasa tidak sendiri. Mereka bahu-membahu membangun
rumahnya atau rumah tetangganya. "Untung tinggal di sini. Adik saya,
Wasmin, di belakang, juga para tetangga, bahkan kakak saya Slamet
yang tinggal di Kampung Cimanis sana pun ikut membantu
mengerjakannya," jelas Solihin.
Karena uang simpanannya sudah terpakai untuk beli pasir laut
seharga Rp 120.000 per truk itu, maka Solihin tidak memaksa diri
membangun rumah batu baru lagi. "Untuk sementara saya beli gedek
saja, agar kami masih bisa tetap berteduh di rumah peninggalan ini,"
ucap Solihin. Untuk perbaikan sementara rumahnya itu dia telah
menghabiskan Rp 500.000.
Nasib Sarwiem juga tidak berbeda jauh dengan nasib Solihin,
tetangganya berjarak sekitar 50 meteran. Malah rumah Sarwiem sudah
rata akibat gempa setahun lalu. Ketiadaan dana membuat dia belum
mampu membangun rumahnya kembali. "Saya tinggal di rumah anak saya,
Kasti," kata wanita asal Desa Jongga, Kecamatan Kosarang, Kabupaten
Indramayu itu.
Agar dapat membangun rumah seluas 40 meter persegi itu, suami
Sarwiem, Sarim, sejak awal tahun ini sudah berangkat ke Bangka untuk
menjadi petani pengarap sahang (=lada).
Para korban gempa tektonik di Kecamatan Panimbang, Kabupaten
Pandeglang, Banten, mengharapkan pertolongan atau bantuan dari
pemerintah. Sejauh ini pihak kecamatan-baik Kecamatan Panimbang,
Kabupaten Pandeglang, maupun Kecamatan Malingping, Kabupaten Lebak,
Banten-belum memberikan bantuan yang diharapkan warga. "Sebab kami
hanya ditugaskan untuk mendata rumah warga yang rusak berat, seperti
roboh total, sampai yang hanya rusak ringan, seperti retak-retak
saja," tutur Enjan Sujana, Kepala Seksi Pemerintahan Kecamatan
Panimbang.
Korban belum tahu, apakah akan mendapat bantuan setelah daerah
mereka kini menjadi bagian dari Provinsi Banten. "Dulu waktu menjadi
bagian dari Provinsi Jawa Barat kami menerima bantuan. Kini belum
jelas," kata Enjan. (mul/nic)