KOMPAS - Jumat, 11 Feb 1994 Halaman: 20 Penulis: MULYADI, AGUS Ukuran: 9305
Ny. Sri Yuliani Saraswaty SH
WANITA PERTAMA YANG JADI LURAH DI IBU KOTA
KALAU ada wanita mendapat sebutan "Bu Lurah" tanpa harus
menjadi istri Pak Lurah, inilah dia: Sri Yuliani Saraswaty SH (31) -
- satu dari sedikit lurah wanita di Indonesia.
"Apanya yang istimewa Mas, kok sampai mau ditulis segala?" kata
wanita kelahiran Solo yang menjadi Kepala Kelurahan Grogol,
Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat itu. Ya, karena sampean
lurah itulah. Lebih-lebih, dekade sekarang ini sering disebut-sebut
sebagai "dekade wanita" -- prowomen. Lebih istimewa lagi, Sri adalah
wanita pertama yang menjadi lurah sejak Jakarta lahir lebih dari
empat abad yang lalu.
Dia dilantik sebagai Lurah Grogol oleh Wali Kotamadya Jakarta
Barat, Sutardijanto, di Ruang Pola Kantor Wali Kotamadya Jakarta
Barat, seputar awal Februari lalu. Seusai pelantikan, ibu dari tiga
anak ini langsung menuju ke Kantor Kelurahan Grogol. Dia ingin
segera tahu tempat kerjanya yang baru, sekaligus mengenal aparat
kelurahan yang menjadi mitra kerjanya.
Penampilannya kalem -- seperti tersisa kekhasan sebagai "Putri
Solo", meski di Solo dia cuma "numpang lahir", karena sejak TK dia
dibesarkan di Jakarta. Dalam tingkat kepemimpinan pada unit
sosiologi seperti sebuah desa, yang dibutuhkan mungkin memang bukan
kata-kata besar, tapi tindakan konkrit bagaimana dia harus
berhadapan dengan masyarakatnya. Sementara, desa yang disebut di
sini adalah sebuah desa di tengah Jakarta, dengan seribu satu
persoalan urban.
"Apa-apa yang memang sudah baik dikerjakan aparat kelurahan,
akan saya teruskan. Sedangkan yang masih kurang, akan kami
tingkatkan," ujarnya bersahaja.
Yang akan menjadi fokus perhatiannya adalah meningkatkan
pelayanan masyarakat. Lulusan Fakultas Hukum Universitas
Tarumanegara (Untar) tahun 1985 ini sadar belaka, jabatan yang
diembannya adalah sebagai pelayan masyarakat.
SEORANG lurah, seorang istri, seorang ibu, dan terlebih lagi
seorang wanita. Rasanya tak perlu muluk-muluk menjulukinya "wanita
karier", "wanita aktif", dan semacamnya (yang kalau dalam kekenesan
siaran radio yang membahas "trend wanita aktif" dikatakan, bagi
"wanita aktif" rasanya 24 jam sehari tidak cukup...).
"Wanita tetap tidak boleh lupa kodratnya sebagai wanita. Meski
berkarir, harus ingat tugasnya sebagai ibu rumah tangga," ujarnya
kalem. Dia tak melebih-lebihkan perannya sendiri, bahwa dia
betapapun tak sekadar "ratu rumah tangga", tapi juga membawahi
27.000 penduduk Kelurahan Grogol yang begitu heterogen disertai
beraneka ragam karakter.
Lahir di Solo, 23 Juli 1963, sebagai anak tunggal pasangan Drs
Soekarno, pejabat di lingkungan Kanwil BKKBN Timor Timur dan Ny
Suharmi, Sri memulai perjalanan karirnya di lingkungan Pemda DKI
Jakarta tahun 1981. Setelah tamat SMA Negeri II Jalan Gajah Mada
Jakarta, Sri mulai bekerja di BKKBN DKI Jakarta. Pada tahun itu juga
dia masuk kuliah di FH Untar, dan sekaligus aktif di KNPI Kecamatan
Tambora (wilayah tempat tinggalnya) sebagai sekretaris. Di BKKBN DKI
dia betah sampai dengan pertengahan tahun 1984. Sesudahnya dia
pindah ke BKKBN Jakarta Pusat, dan sejak April 1986 dia menjadi
bendahara di BKKBN Jakarta Barat.
Sejak 1 Agustus 1992 Sri menjadi staf di Bagian Hukum dan
Organisasi Tata Laksana (Ortala) Pemda Jakbar. Tujuh belas bulan
kemudian dia kembali pindah dan kini dipercaya sebagai Lurah Grogol.
Kehidupannya mengalir, sebagai kehidupan wanita. Di tengah-
tengah perjalanan karirnya sebagai pegawai negeri, Sri Yuliani
Saraswaty menikah dengan Drs Sutrisno -- saat ini bekerja di Badan
Meteorologi dan Geofisika di Jalan Arif Rahman Hakim Jakarta.
Pasangan itu dikaruniai tiga putri: Yutrisa Sasti Anindyarani (4,5
tahun), Citra Swari Pradita (2), dan si bungsu yang baru lahir satu
setengah bulan lalu, Desrina Putri Mustikasari.
"Jabatan yang saya jalani sekarang merupakan hadiah buat si
kecil," ujar wanita berambut lurus sebahu dan berkulit sawo matang
itu sambil tersenyum.
NYONYA Sri Yuliani Saraswaty mengakui meski tidak semua orang
bisa menjadi lurah, apalagi wanita, dia tetap merasa jabatannya
sekarang tidak lebih sebagai kepercayaan atasannya di Pemda
Kotamadya Jakarta Barat. Dan sebagai pelayan masyarakat, sebisa
mungkin dia akan berusaha maksimal, tentu dengan dukungan rekan
kerja di kelurahan.
Peningkatan pelayanan kepada masyarakat serta penanganan
kebersihan di wilayahnya, menjadi prioritas pertama yang akan
dilakukan. Apalagi dua hal itu merupakan bagian dari rencana
strategis Pemda DKI Jakarta 1992-1997. Bentuk pelayanan maksimal
yang akan diberikannya kepada masyarakat, tentu sebatas proporsi
kerja dalam tingkat kelurahan. Misalnya penandatanganan KTP, surat-
surat pengantar dari kelurahan, dan sebagainya.
"Pokoknya setiap surat yang masuk dan harus saya tandatangani,
kalau ada kesempatan akan saya lakukan hari itu juga. Kenapa harus
membuat masyarakat harus menunggu lama, untuk sekadar sebuah tanda
tangan," ujarnya setengah bertanya.
Semua kegiatan yang akan dilakukannya itu pastilah akan lebih
menyita waktu, dibandingkan di tempat-tempat kerja sebelumnya.
Sebagai lurah, dia harus langsung berhubungan dengan orang banyak.
Tidak lagi hanya duduk di belakang meja, menghadapi setumpuk berkas
seperti sebelumnya.
Untuk semua itu dukungan dari suami dan anak-anaknya pasti
sangat diperlukannya. Mungkin dia tidak lagi berhari Minggu bersama
keluarga, karena harus mengikuti kegiatan kebersihan. Di lain waktu
mungkin pula dia harus pulang begitu larut malam, karena menghadiri
berbagai acara, baik di kelurahannya maupun di kecamatan dan di
kantor wali kota atau tempat lainnya.
"Suami saya menyatakan dukungannya ketika mengetahui saya akan
dilantik menjadi Lurah Grogol," katanya.
Kesibukkan yang menyita waktu sebagai lurah, mulai dirasakannya
dalam masa dua hari dia bertugas. Ketika Kompas berusaha menemui di
kantornya, Ny Sri ternyata sudah tidak berada di tempat. Dia harus
mengikuti rapat mingguan tingkat Kecamatan Grogol Petamburan,
bertempat di Kantor Kelurahan Tanjung Duren Selatan. Beruntung,
ketika dikejar ke Tanjung Duren Selatan, rapat belum dimulai.
Bincang-bincang sekitar 45 menit pun terpaksa numpang di salah satu
ruangan kantor itu.
Kesibukan dalam hari kedua masa kerjanya sebagai lurah itu,
dapat dikatakan sebagai gambaran dari rutinitas dan kesibukan kerja
yang bakal terus menghadangnya. Ny Sri tentu harus pintar-pintar
membagi waktu untuk tugas dan keluarganya.
KEPERCAYAAN yang diembannya sebagai lurah wanita yang pertama
di DKI Jakarta, juga dianggap oleh Ny Sri sebagai uji coba. Dia
berharap dapat menjalankan tugasnya dengan baik, sehingga akan
banyak lagi lahir lurah wanita lain di Jakarta. Penempatannya
sebagai Lurah Grogol dianggapnya sebagai bagian dari uji coba itu.
Ny Sri menyadari betul, Kelurahan Grogol selama ini memang
telah tertata baik. Di kelurahan ini sekitar 70 persen dari luas
wilayahnya merupakan perumahan yang dihuni pegawai negeri dan
pensiunan pegawai negeri. Hingga untuk menggerakkan partisipasi
masyarakat, dia memperkirakan tidaklah terlalu sulit.
Salah satu hal yang menjadi pemikirannya dalam hari-hari
pertama tugasnya adalah bagaimana menata permukiman kumuh di
sebagian kawasan bantaran Banjir Kanal. Tentang istilah permukiman
kumuh sendiri, Ny Sri mengungkapkan ketidaksetujuannya. "Itu lebih
tepat disebut kawasan tertinggal," kata Bu Lurah.
Penanganan permukiman kumuh, pelayanan, kebersihan, dan
berbagai tugas lainnya, dianggapnya sebagai tantangan yang harus
bisa dijalani dengan baik. Dia mengetahui untuk melaksanakannya
dibutuhkan partisipasi langsung dari semua warga. Untuk itu
pendekatan-pendekatan terhadap warga akan dilakukannya.
Tetap dalam bahasanya, dia tidak muluk-muluk mengemukakan
program kerja. Apalagi dia belum tahu betul bagaimana menjalani
tugas sebagai lurah. "Saya kan baru dua hari ini bekerja," katanya
kepada Kompas yang memang menemuinya dua hari setelah pelantikan.
Meski dapat dikatakan baru dua hari kerja sejak hari Senin
(7/2) lalu, sebenarnya Ny Sri Yuliani Saraswaty telah mulai pada
hari Minggu (6/2). Pada hari itu, dia menghadiri apel program
kebersihan di Kebon Jeruk. "Saya pergi ke Kebon Jeruk sambil membawa
anak saya yang paling besar. Sementara saya ikut apel, dia tinggal
di dalam mobil."
Cara seperti itu mungkin akan dilakukan, baik sebagai lurah
maupun sebagai ibu rumah tangga. Apalagi nantinya dia akan tinggal
di rumah dinas yang tidak jauh dari kantor kelurahan. Lantas apa
yang telah dilakukan lurah wanita pertama di DKI itu sebagai pelayan
masyarakat, dalam dua hari pertama masa kerjanya? "Saya hanya baru
mendatangani surat-surat pengantar untuk warga yang membuat akte
kelahiran, dan seorang warga yang akan pindah tempat tinggalnya,"
ujar Ny. Sri Yuliani Saraswaty sambil tersenyum. (agus mulyadi)
Foto:1(mul)
Kompas/mul
Ny. Sri Yuliani Saraswaty