Senin, 12 November 2007

Dukun Bayi di Daerah Penyelamat Anak Manusia

KOMPAS - Selasa, 16 Jul 1991 Halaman: 13 Penulis: MULYADI, AGUS Ukuran: 7277 Foto: 1
DUKUN BAYI DI DAERAH
PENYELAMAT ANAK MANUSIA
SEORANG Kurir Bupati tergesa-gesa datang menemui dr Gambiro
Prawirosudirdjo, Direktur Rumah Sakit Umum Majalengka, yang sedang
sibuk mengobati pasien. Berita yang dibawa, SOS (tanda dalam keadaan
bahaya) dari bidan di Cikijing, kota kecamatan sekitar 20 kilometer
selatan Majalengka. Dia kesulitan menolong pasien, yang tidak
menunjukkan kemajuan dalam partus.
Kesulitan pertama yang dihadapi dokter ini, sulitnya sarana
transportasi menuju ke Cikijing. Tidak tersedia sepeda motor atau
mobil yang dapat membawanya ke sana. Beruntung, kemudian polisi yang
baru datang setelah melakukan patroli, menawarkan untuk mengantar.
DR Gambiro berangkat, meski dengan perjanjian si polisi hanya
sanggup mengantar sampai Cikijing. Padahal ke rumah ibu yang sedang
dalam proses persalinan itu, masih berjarak sekitar tujuh kilometer.
Maka dengan diantar seorang bidan dan seorang pesuruh desa, jarak
itu ditempuh dengan jalan kaki. Hari telah gelap ketika rombongan
kecil itu sampai di tempat tujuan.
Setelah memeriksa, dr Gambiro menyampaikan hasil pemeriksaan,
kepada suami dan keluarga dekat ibu hamil. "Keadaan bayi dalam
posisi letak melintang terlantar, tanpa tanda-tanda hidup,"ujarnya.
Keadaan diperparah oleh tenaga ibu yang sudah lemah akibat
kekurangan darah.
Akhirnya diambil kesimpulan, bayi harus dikeluarkan dri kandungan
dengan tehnik dekapitasi dan amputasi beberapa anggota badan. Dengan
tangan telanjang tanpa desinfektan, anestesi, dan tanpa obat
bakteriostatika apalagi antibiotika, kecuali larutan lysol,
operasi yang bermandikan keringat berlangsung selama dua jam. Setelah
rahim kosong dan pendarahan dihentikan dengan tampon, yang dapat
diucapkannya hanya "Alhamdulillah". Apalagi beberapa saat kemudian
si ibu berucap lirih, "Terima kasih Pak Dokter."
***
OPERASI "nekad" pada tahun 1946 yang dilakukan dr Gambiro itu,
pada akhirnya mengilhami dokter satu ini memutuskan untuk
memanfaatkan tenaga dukun bayi. Persoalannya pada waktu itu dia
kerepotan menjalankan tugas. Karena sebagai dokter tunggal, dia
mempunyai tugas ganda seperti melayani kesehatan penduduk
se-kabupaten melalui RSU Majalengka Cideres, dan kesehatan anggota
resimen Siliwangi. Ditambah lagi dia bertanggung jawab atas
pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh kepala perawat senior, di
dua pabrik gula dan pabrik minyak PN Permina.
Pemikiran memanfaatkan tenaga dukun bayi (peraji), karena hampir
di setiap desa ada dukun bayi secara turun temurun menjalankan
profesinya. Dalam pikirnya, dukun bayi-dukun bayi yang ada mempunyai
potensi terpendam. Tenaga mereka dapat dimanfaatkan sebagai pembantu
bidan. Ide melatih dukun bayi, oleh dr Gambiro Prawirosudirdjo
diusulkan kepada atasannya di Karesidenan Cirebon, yang meneruskan
kepada Menteri Kesehatan Pertama Republik Indonesia, dr Dharma
Setiawan dan wakilnya dr Leimena.
Izin pun akhirnya keluar. Maka pelatihan dukun bayi pertama di
Republik ini, dibuka pada bulan September 1946. Kursus yang diberikan
antara lain, perawatan pra dan pasca natal, cara menolong kelahiran
normal yang higienis dan profesional, penyuluhan makanan sehat dan
pentingnya ASI (Air Susu Ibu), dan kebersihan perorangan. "Sebagai
langkah awal, pendidikan selama satu bulan di RSU Majalengka ini
diikuti tiga bukun bayi dari Majalengka, Rajagaluh, dan Jatiwangi,"
ujar Prof Dr Gambiro Prawirosudirdjo, ketika menguraikan asal mula
adanya pelatihan dukun bayi pertama di Indonesia, pada peresmian
prasasti peristiwa itu di kompleks RSU Majalengka, Mei 1991 lalu.
***

DI Indonesia saat ini tercatat pada 97.362 dukun bayi yang aktif
menolong proses persalinan. Banyak pula di antara mereka yang belum
tercatat. Kalau dilihat dari catatan kelahiran bayi, 80-90 persen
kelahiran bayi di Indonesia ditolong oleh dukun bayi. Sedangkan data
dari Unicef, sebanyak 72 persen dari jumlah itu, telah dilatih dalam
bidang kesehatan ibu dan anak (KIA).
Dirjen Pembinaan Kesehatan Masyarakat (Binkesmas) Departemen
Kesehatan (Depkes), dr SL Leimena MPH pernah mengungkapkan, kualitas
pelayanan dri pemakaian dukun bayi dlam persalinan ini akan selalu
ditingktkan melalui pelatihan-pelatihan. Maksudnya, agar mereka
dapat melakukannya dengan baik, demi keselamatan ibu dan anaknya.
Kontinuitas pembinaan oleh karenanya sangat diperlukan, agar para
dukun bayi itu tidak lupa tentang apa yang pernah diajarkan mereka.
Itu dapat dimaklumi, karena sebagian dari mereka telah berusia sepuh.
Dalam praktek persalinan, faktor kebersihan merupakan faktor
yang sangat penting bagi keselamatan ibu dan anaknya. Untuk itu dalam
pelaksanaannya, harus memenuhi tiga persyaratan yakni bersih alas
bersalin, tangan, dan gunting.
Kebutuhan tenaga dukun bayi memang masih tinggi di Indonesia.
Keberadaan mereka, yang kebanyakan tersebar di pedesaan sampai ke
pelosok-pelosok desa, masih sangat diperlukan. Melalui tangan
merekalah, tidak terhitung berapa banyaknya calon-calon generasi
penerus bangsa ini, turut dilahirkan. Entah bagaimana jadinya jika
negara ini tanpa mereka. Apalagi di Indonesia saat ini, jumlah
tenaga bidan masih belum mencukupi.
Catatan Depkes menunjukkan, bidan di Indonesia pada saat ini baru
mencapai sekitar 11.000 orang. Padahal jumlah ideal bidan di
Indonesia, paling sedikit satu bidan untuk atu desa. Sehingga paling
sedikit 64.000 bidan diperlukan, sesuai jumlah desa saat ini. Oleh
karenanya dapat dibayangkan, betapa masih kurangnya tenaga medis
bidan yang masih diperlukan.
***
JIKA ditarik ke belakang, pada zaman kolonial antara 1920-1930,
usaha pentingnya kesehatan ibu dan perawatan bayi juga dilakukan.
Pemrakarsanya, dr Piverelli dengan Consultatie Bureau voor Moerder en
Kind (Biro Konsultasi untuk Ibu dan Anak), meski hanya sebatas di
Batavia. Bahkan upayanya berhasil memasukan halk tersebut, dalam
kurikulum Sekolah Menengah Kepandaian Puteri. Usaha sama dilakukan
pula oleh dr JH de Haas, yang bergerak di kalangan mahasiswa Fakultas
Kedokteran (Geneeskundigde Hooge School)sekitar tahun 1930.
Kedua usaha ini mendorong dr Poorwosoewardjo dari Dokabu Bandung
pada sekitar 1938, dengan dibandu dr Soemeroe, menerapkan ide
konsultasi ibu dan anak tersebut. Usaha ini mendapat dukungan dr
Thierfilder sebagai Dokter Karesidenan Priangan. Untuk percobaan,
diambil Kecamatan Ciwedey, Pengalengan, Banjaran, dan Rancaekek,
Kabupaten Bandung. Di Priangan barat, usaha ini disebarluaskan oleh
dr Sastrawinangoen dan dr Soepardan.
Sampai akhirnya setelah negeri ini merdeka dan menjadi Republik
Indonesia, Prof Dr Gambiro Prawirosoedirdjo MPH, mengadakan
pelatihan dukun bayi. Maka untuk mengenang peristiwa pelatihan dukun
bayi pertama di Republik Indonesia tersebut, kini didirikan Monumen
Pelatihan Dukun Bayi di salah satu sudut dalam kompleks RSU
Majalengka. (agus mulyadi)
Foto:1
Kompas/mul
MONUMEN - Prof Dr Gambiro Prawirosudirjo MPH dan istri, berpose di
depan monumen bersama para dukun bayi.