KOMPAS - Kamis, 02 Dec 1999 Halaman: 17 Penulis: MULYADI, AGUS Ukuran: 6539
NAIK MRT, MENIKMATI IMPIAN WARGA JAKARTA
SETIAP pagi ratusan ribu warga Bogor, Serpong, Tangerang, dan
Bekasi, selalu tersiksa selama perjalanan di atas kereta menuju ke
Jakarta. Begitu pula saat mereka pulang kerja pada sore harinya.
Sebagian penumpang malah harus siap sedia menantang maut. Mereka
bergelantungan di pintu gerbong atau malah nekat duduk-duduk di atas
gerbong.
Pemandangan seperti itu tidak pernah berubah. Padahal kebutuhan
adanya transportasi angkutan umum massal cepat yang nyaman, telah
lama diimpikan warga Jakarta.
Pemerintah pun-termasuk Pemerintah Daerah DKI Jakarta-pun baru
mampu mengatakan berulangkali, pihaknya "akan" membangun jaringan
kereta massal seperti kereta bawah tanah antara Blok M-Kota. Entahlah,
apakah impian untuk merasakan sarana sistem jaringan transportasi
massal cepat MRT (mass rapid transit) tersebut akan terwujud atau
tidak.
Warga Singapura-lagi-lagi cerita tentang negeri jiran itu-sejak
16 tahun lalu telah menikmati bagaimana nyamannya berkendaraan umum.
Sarana transportasi massal yang aman dan cepat tersedia dengan baik.
Setidaknya 600.000 orang per hari atau 50.000-80.000 per jam warga
Singapura setiap hari menikmati MRT. Mereka telah lama mengalami
kenyataan apa yang lama diimpikan warga Jakarta, menikmati angkutan
massal yang manusiawi.
"Kapan kita bisa naik angkutan umum nyaman di Jakarta, seperti MRT
di Singapura ini," kata rekan saat berkunjung ke Singapura pekan lalu,
di atas MRT dari City Hall menuju ke kawasan perdagangan dan bisnis di
Orchard Road.
Pokoknya setiap saat hendak menuju ke tempat kerja mereka atau
saat pulang, warga Singapura tidak perlu tersiksa di atas bus kota
butut atau KRL yang berdesak-desakan.
Sekitar tiga sampai lima menit menit sekali, MRT singgah di
stasiun-stasiun yang tersedia, dan akan kembali melaju setelah
penumpang masuk dan keluar dengan keluar, dalam hitungan puluhan detik
kemudian. Begitu seterusnya. Semua serba teratur, terkendali, dan
cepat sesuai dengan keinginan penumpangnya.
Suasana di dalam gerbong MRT berbeda jauh dengan saat kita
menggunakan KRL Jabotabek. Penumpang dimanjakan dengan udara sejuk
dari pendingin ruangan (AC). Maka di dalam gerbong pun, penumpang bisa
tetap nyaman dengan kesibukannya masing-masing, seperti membaca atau
sekadar mengobrol dengan kawannya.
Aroma di dalam ruangan pun tetap terjaga. Bau tidak sedap dari
keringat-keringat yang menempel di tubuh dan baju, sirna dalam
kesejukan gerbong. Malah aroma dari parfum-parfum dari yang menempel
dari tubuh sebagian penumpang, masih terasa oleh penumpang lainnya.
(Di KRL atau KRD Serpong-Jakarta, tidak jarang kambing pun menjadi
"penumpang" berbaur dengan manusia).
***
MRT membelah Singapura ke arah utara-selatan dan barat-timur,
dengan pusat stasiun di City Hall dan Raffles Place, di bagian selatan
Singapura. Dari kedua stasiun itu penumpang tinggal memilih MRT sesuai
jurusannya masing-masing.
Trayek MRT Singapura terbagi dua, masing-masing menghubungkan
bagian barat dan timur negara itu, dari Boon Lay ke Pasir Ris
bolak-balik. Satu trayek lainnya menghubungkan antara Marina Bay di
selatan dengan Woodlands di utara melalui pusat perdagangan Orchard
Road, dan terus berlanjut ke Jurong pulang pergi.
Dua trayek MRT barat-timur dan utara selatan itu, bertemu di City
Hall dan Raffles Place. Di kedua stasiun ini penumpang bisa berganti
kereta rute berbeda jika ingin berganti kereta. Tiket pun dengan mudah
didapat melalui mesin pembelian tiket yang disediakan di setiap
stasiun.
Perjalanan nyaman di dalam gerbong MRT tidak terasa melelahkan,
kendati setiap sekitar satu setengah menit harus berhenti di stasiun.
Padahal sepanjang perjalanan dari Boon Lay ke Pasir Ris misalnya, MRT
berhenti di 26 stasiun. Sedangkan rute selatan-utara dari Marina
Bay-Woodlands-Jurong, sebanyak 25 stasiun juga disinggahi.
Dari sebanyak 51 stasiun persinggahan MRT tersebut, sebanyak 16
tempat di antaranya merupakan interchange, tempat penumpang berganti
kereta. Penumpang bisa langsung melanjutkannya dengan menggunakan
angkutan darat lain, dari luar stasiun. Bus kota dan taksi siap
mengantar penumpang ke tempat yang dituju.
MRT di kedua trayek itu, sebagian melalui lintasan terowongan di
bawah tanah. Sebagian lainnya melalui rel layang, sehingga sebagian
wajah Garden City Singapura yang asri dan hijau, bisa dinikmati.
Perjalanan menggunakan MRT yang terasa nyaman, tidak diganggu
pengamen atau pedagang, tidak perlu mengeluarkan biaya mahal, terlebih
lagi bagi warga Singapura. Untuk perjalanan terjauh antara City
Hall-Boon Lay dan City Hall-Pasir Ris misalnya, tarifnya 1,5 dollar
Singapura. Sedangkan untuk jarak dekat seperti dari City Hall-Orchard
Road 0,7 dollar Singapura.
Penggunaan sistem bayar tiket dengan kontrol ketat-namun serba
otomatis-menyebabkan sulit mendapatkan penumpang-penumpang gratis atau
main mata dengan kondektur, dengan membayar di atas kereta. Suatu hal
yang lazim dilakukan para kondektur di dalam KRL Jabotabek.
***
"ORANG Singapura sehat-sehat. Selain udaranya segar, mereka suka
berjalan kaki," seloroh seorang rekan asal Jakarta.
Ucapannya itu mungkin ada benarnya. Untuk menuju ke stasiun MRT
dan diteruskan ke tempat tujuan mereka, umumnya harus dilakukan dengan
berjalan kaki yang cukup lumayan melelahkan bagi yang tidak biasa.
Namun rasa lelah itu bisa ditekan, karena trotoar atau lorong bawah
tanah menuju ke stasiun MRT, semuanya terasa sejuk. Trotoar jalan
Orchard Road, Scott Road, Raffles Road misalnya, diteduhi pepohonan
yang sejuk.
Dengan begitu, selain dimanjakan dengan kereta massal yang nyaman,
warga Singapura pun "dipaksa" untuk berjalan kaki. Selain menyehatkan
badan, namun selalu rutin berjalan kaki ternyata juga membuat aus sol
sepatu. Tidak percaya? Coba perhatikan, sepatu yang dipakai sebagian
penumpang MRT, umumnya terlihat aus. Mungkin karena seringnya sepatu
mereka bergesekan dengan permukaan jalan.
(agus mulyadi, dari Singapura)
Foto:
kompas/agus hermawan
IMPIAN - Sebuah kereta cepat massal atau mass rapid transit (MRT)
melaju di sebuah kawasan Singapura, beberapa waktu lalu. MRT seperti
yang sudah belasan tahun dinikmati warga Singapura itu bagi warga
Jakarta masih berupa impian.