Rabu, 14 November 2007

PHK Besar-besaran Ancam Buruh Tangerang

KOMPAS - Sabtu, 17 Nov 2001 Halaman: 36 Penulis: mul Ukuran: 10007 Foto: 1

PHK BESAR-BESARAN ANCAM BURUH TANGERANG

PERUSAHAAN dilanda masalah, buruh yang ikut terkena getahnya.
Mereka terancam kelaparan. Persoalan seperti itu dialami 897 buruh
pabrik garmen PT Kencana Indah Garmen (KIG) di kawasan Cikokol, Kota
Tangerang. Gara-gara pihak perusahaan tidak lagi mendapatkan order
yang memadai, pabrik ditutup, dan mesin-mesin jahit tidak
dioperasikan lagi.

Buruh pun tidak dapat bekerja lagi di pabrik, untuk membuat
berbagai jenis pakaian anak-anak untuk diekspor ke Amerika Serikat
dan Eropa, seperti selama ini mereka lakukan. Selain harus menjadi
pengangguran, ratusan buruh PT KIG telantar. Pihak pengusaha tidak
lagi memperhatikan mereka.

"Pihak perusahaan tidak bertanggung jawab. Kami ditinggalkan
begitu saja. Kalau pun harus berhenti bekerja, beri kami pesangon
sesuai dengan peraturan yang berlaku," ujar sejumlah buruh PT KIG
yang kebanyakan perempuan, Senin (12/11).

Pada hari itu, ratusan buruh PT KIG kembali mendatangi DPRD Kota
Tangerang. Mereka kembali meminta bantuan kepada wakil rakyat kota
itu, agar pihak manajemen PT KIG segera memenuhi hak-hak mereka,
termasuk pesangon kalau memang pabrik harus ditutup. Mereka tidak mau
ditinggalkan begitu saja, tanpa mendapatkan apa-apa.

Buruh PT KIG kini mulai dilanda kesulitan mendapatkan pangan,
karena tidak lagi mempunyai uang untuk membelinya. Mereka masih
bertahan hidup dari bantuan pihak lain dan berutang. "Mereka makan
dari sumbangan yang datang dari pengurus unit kerja (PUK) pabrik
lain," kata PO Abas Sunarya, Ketua Komisi E DPRD Kota Tangerang, di
sela-sela menerima buruh PT KIG.

Menurut Abas, buruh hanya meminta agar mereka mendapatkan
pesangon sesuai ketentuan yang berlaku, yakni satu kali Peraturan
Menteri Tenaga Kerja (PMTK). Mereka butuh secepatnya mendapatkan
pesangon, karena sudah tidak mempunyai uang untuk makan sekali pun.

Persoalan buruh PT KIG saat ini sudah berada di Panitia
Penyelesaian Perselisihan Pekerja tingkat Pusat (P4P). Di lembaga ini
akan diputuskan nasib buruh selanjutnya, terutama tentang berapa
besar pesangon yang sudah selayaknya mereka terima. Masalah pesangon
mengemuka, karena kelanjutan hidup perusahaan diperkirakan tidak akan
dapat diselamatkan lagi.

"Keputusan mengenai nasib kami, saat ini berada di P4P," ujar
Rohim, salah seorang buruh laki-laki PT KIG, ketika ditemui di posko
perjuangan buruh di kompleks pabrik PT KIG, Kamis pekan lalu. Buruh
menyebutkan, pihak manajemen PT KIG seharusnya bertanggung jawab
terhadap nasib mereka.

Pihak pengusaha jangan begitu saja
meninggalkan para buruhnya telantar seperti sekarang ini. "Sebelum
ada keputusan PHK, gaji bulan Oktober juga harus dibayar," kata
Mahar, seorang buruh PT KIG lainnya.

Mahar menyebutkan kasus perburuhan yang terjadi di perusahaan
tempatnya bekerja, bermula dari terjadinya aksi unjuk rasa pada pekan
terakhir September lalu. Unjuk rasa saat itu dilakukan untuk menuntut
perbaikan kesejahteraan, salah satu di antaranya bagi puluhan buruh
yang masih belum diangkat sebagai karyawan tetap. "Mereka mendapat di
bawah upah minimum," katanya.

Aksi unjuk rasa itu ternyata berbuntut tidak bagus bagi buruh.
Ketika mereka hendak kembali bekerja tiga hari kemudian sesuai dengan
kesepakatan yang diambil bersama, pintu gerbang pabrik telah ditutup
pengelolanya. Sejak saat itulah masa depan buruh menjadi gelap. Pihak
manajemen perusahan membiarkan buruh telantar, seiring tidak pernah
dioperasikannya kembali mesin pabrik.

Meskipun setiap hari buruh datang ke kompleks pabrik, mereka
tidak pernah bertemu pihak manajemen yang entah pergi ke mana. "Kami
harus awasi pula, agar pihak pengusaha jangan sampai menjual aset
perusahaan," kata Emi, salah seorang buruh perempuan yang telah
bekerja selama 10 tahun.

Nasib 879 buruh PT KIG sampai kini masih terkatung-katung.
Perjuangan mereka dengan mendatangi beberapa instansi terkait di Kota
Tangerang, sampai saat ini belum membuahkan hasil. "Seandainya kami
memang harus terkena PHK, asalkan pesangonnya sesuai dengan
ketentuan, kami akan menerimanya," ujar Mahar.

Abas Sunarya menambahkan, pihaknya sudah menyurati P4P. Isi surat
berupa permintaan agar keputusan yang diambil tidak merugikan buruh.
Pihak perusahaan agar patuh pada peraturan yang berlaku.

NASIB buruk seperti buruh PT KIG, dialami pula oleh buruh PT
Fajar Sun Master di Jalan H Agus Salim, Kota Tangerang. Sekitar 200
buruh pabrik yang memproduksi berbagai alat rumah tangga bermacam
merek tersebut, salah satunya merek Cosmos, terkena PHK. Pengumuman
atas nasib mereka, telah dipampangkan dalam selembar kertas
pengumuman di kompleks pabrik pada 25 Oktober lalu.

PHK yang dialami 200 orang dari jumlah 500 buruh PT Fajar,
diawali pula berbagai aksi unjuk rasa mereka sejak 13 September 2001.
Buruh Fajar pun menuntut perbaikan kesejahteraan, seperti upah yang
mereka anggap masih di bawah upah minimum, keikutsertaan dalam
program Jamsostek, uang transpor, dan juga uang makan.

Perjuangan menggapai hak-hak yang terabaikan selama ini berujung
PHK bagi sebagian dari mereka. Pihak manajemen PT Fajar melakukan PHK
massal secara sepihak. Buruh menduga, PHK itu dilakukan sebagai
bentuk balas dendam terhadap aksi mereka.

Namun, menurut Yohannes, dari Bagian Personalia PT Fajar, PHK
terpaksa diambil karena sepinya order yang masuk seperti biasanya.
Dia menyebutkan, sepinya pesanan barang terjadi sejak mencuatnya aksi
mogok kerja buruh.

Lebih dari 100 orang buruh pabrik lain dari PT Star Album
Indonesia di Jalan Imam Bonjol, Kota Tangerang, juga mengalami nasib
serupa. Mereka terkena PHK karena pihak perusahaan kekurangan pesanan
album dari para pembelinya di luar negeri.

PHK saat ini tengah mengancam pula ribuan buruh pabrik lain di
Tangerang. Abas Sunarya mengungkapkan, kemungkinan terjadinya
gelombang PHK terutama sekali mengancam pabrik-pabrik padat karya.
Perusahaan-perusahaan yang masing-masing mempekerjakan ribuan buruh
tersebut, umumnya pabrik-pabrik sepatu dan tekstil.

"Yang paling gawat saat ini nasib perusahaan-perusahaan tekstil,
termasuk garmen. Order semua produk tekstil di Indonesia, termasuk di
Tangerang, sudah turun sekitar 40 persen," ujarnya.
Abas menyebutkan, pesanan produk tekstil untuk tahun 2002 sampai
dengan saat ini belum diterima perusahaan-perusahaan di Tangerang,
dan daerah lain di Indonesia. Seandainya pesanan tetap tidak kunjung
datang pada awal tahun depan, diperkirakan bakal terjadi gelombang
PHK di banyak perusahaan yang memproduksi tekstil.

"Saat ini saja, sejumlah industri tekstil yang berskala kecil
sudah mulai tutup, karena tidak ada pesanan lagi yang masuk. Beberapa
perusahaan besar, saya dengar akan mulai merumahkan para pekerjanya.
Kalau pemerintah pusat tidak bisa membantu mencarikan jalan keluar
dari kemelut ini, akan banyak pabrik tekstil yang tutup dan melakukan
PHK terhadap ribuan pekerjanya," ujar Abas.

Menurut keterangan yang dihimpun Kompas, saat ini sudah ada
pabrik tekstil di Tangerang yang mengurangi jam kerja buruhnya. PT
Indo Taichen Textil Industry (ITTI) di Uwung Jaya, Jatiuwung,
misalnya, telah melakukan itu. Ratusan buruhnya tidak lagi dibagi
dalam tiga shift kerja. Di beberapa bagian, buruhnya diliburkan atau
bekerja secara bergantian.

Asisten Direktur PT ITTI Kiandoko Limarga menyatakan dalam
suratnya ke Dinas Kependudukan dan Ketenagakerjaan Kota Tangerang
beberapa waktu lalu, pengurangan jam kerja dilakukan karena sepinya
order. Sepinya pesanan terjadi, setelah peristiwa pengeboman menara
kembar WTC New York, 11 September lalu. Saat ini produksi perusahaan
itu hanya 35 persen dari biasanya, dan semuanya untuk dipasarkan di
dalam negeri.

PHK, pengurangan jam kerja, bekerja secara bergantian,
pengurangan shift kerja, semua terjadi gara-gara sepinya pesanan dari
pembeli asal luar negeri. Di salah satu pabrik sepatu di Balaraja,
Tangerang, PT Tae Hwa Indonesia, akibat yang sudah diterima 4.600
buruhnya saat ini adalah tidak bisa bekerja lembur. Padahal kerja
lembur, merupakan penopang hidup mereka selama ini.

"Seandainya buruh hanya menerima upah minimum saja, pasti tidak
akan cukup untuk hidup mereka," ujar seorang pengusaha sepatu di
kawasan Pasarkemis, Tangerang.

Sejumlah pabrik sepatu di Tangerang yang memproduksi merek-merek
terkenal seperti Nike, Adidas, Reebok, dan Fila, umumnya tidak
mempunyai kepastian untuk mengarungi tahun 2002. Penyebabnya, sama
seperti pabrik tekstil sampai dengan saat ini, belum ada pesanan yang
masuk untuk tahun itu.

Kondisi seperti itu, tentu merupakan ancaman bagi puluhan ribu
buruh di pabrik-pabrik sepatu di Tangerang. Ancaman serupa dialami
pula puluhan ribu buruh tekstil. Ribuan buruh pabrik yang memproduksi
barang ekspor lainnya, juga sama terancam nasib buruk seperti itu.
Pemerintah pusat tentu perlu turun tangan menghadapi situasi yang
tidak bagus seperti itu. Ancaman PHK terhadap buruh pabrik jangan
sampai menjadi kenyataan. (agus mulyadi)

Foto: 1
Dok Kompas/alif ichwan
PUTUS - Pemutusan hubungan kerja (PHK) saat ini tengah mengancam
ribuan buruh pabrik di Tangerang. Terjadinya gelombang PHK terutama
sekali mengancam pabrik-pabrik padat karya. Perusahaan-perusahaan
yang masing-masing mempekerjakan ribuan buruh tersebut, umumnya
pabrik-pabrik sepatu dan tekstil. Yang paling gawat saat ini nasib
perusahaan-perusahaan tekstil, termasuk garmen. Order semua produk
tekstil di Indonesia, termasuk di Tangerang, sudah turun sekitar 40
persen. Buruh pabrik rata-rata berusia muda, malah tak sedikit yang
bergelar sarjana. Serombongan buruh sedang meninggalkan tempat kerja
di sebuah pabrik di Tangerang.