Rabu, 14 November 2007

SKETSA: Sudah Enam Presiden Ngaliman Tetap Makan Oyek

KOMPAS Sumbagsel - Selasa, 27 Sep 2005 Halaman: 28 Penulis: mul; lkt Ukuran: 4000 Foto: 1

Sketsa
SUDAH ENAM PRESIDEN,
NGALIMAN TETAP MAKAN OYEK

"Waktu saya kecil, saya sudah dikasih makan oyek sama orangtua.
Saat sudah tua begini, saya masih juga makan oyek," kata Ngaliman,
warga Kampung Lima, Desa Sumber Agung, Kecamatan Lempuing, Kabupaten
Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, Rabu (21/9).

Saat itu Ngaliman sedang berkumpul dengan beberapa tetangganya.
Tawa mereka meledak ketika ada yang nyeletuk, bahwa Ngaliman sudah
hidup di bawah kepemimpinan enam presiden, mulai dari Soekarno hingga
sekarang Susilo Bambang Yudhoyono. Selama itu pula Ngaliman tetap
makan oyek. "Enaknya makan oyek tuh, tahan lapar," kata Ali Mustofa,
tetangga Ngaliman, menimpali.

Sesaat semua diam. Tawa kembali pecah ketika Ali melanjutkan
ucapannya, "Ya, tahan lapar karena malas makan. Oyek kan enggak enak
dimakan."

Rabu siang itu, Ngaliman, Ali, Rohman, dan Marzuki tengah
berkumpul di dapur rumah tetangga mereka, Santo. Supriati, istri
Santo, dan adik iparnya ikut nimbrung, sekalian menumbuk singkong
untuk dijadikan oyek. Di depan rumah, tumbukan oyek basah ada yang
dijemur.

"Kalau sudah kering, nanti disimpan. Cara memasaknya sama seperti
menanak nasi. Oyek kering dicampur sedikit beras, lalu ditanak," ujar
Santo.

Oyek yang sudah ditanak bersama beras, saat masak mengembang bak
nasi. Oyek bercampur nasi menjadi makanan pokok sehari-hari sebagian
besar warga Kampung Lima, yang mulai dihuni sejak tahun 1973.
Kepala Dusun Kampung Lima, Mujiman, mengakui bahwa sebagian besar
warga kampungnya itu secara rutin makan oyek. "Hanya sebagian kecil
warga di sini yang cukup kaya sehingga tidak makan oyek dicampur
nasi," ujar Mujiman, yang bersama keluarganya juga makan oyek.

Di tiga RT Kampung Lima, saat ini bermukin 223 keluarga.
Ngaliman termasuk kelompok warga yang pertama menempati Kampung
Lima pada tahun 1973. Dengan harapan hidup menjadi lebih baik,
Ngaliman dan keluarganya pindah dari Belitang, Ogan Komering Ulu
Timur. Saat mulai tinggal di Kampung Lima, Ngaliman dan keluarga
tidak lepas makan oyek.

Sawah tadah hujan
Kemiskinan yang membelit ratusan keluarga di Kampung Lima,
menyebabkan warga di kampung itu terpaksa makan oyek. Mereka tidak
bisa makan nasi, makanan utama kebanyakan warga negara ini.
Kemelaratan warga Kampung Lima tidak terlepas dari lokasi
permukiman mereka yang tidak dikaruniai kondisi alam yang baik. Sawah
yang digarap warga semuanya adalah sawah tadah hujan yang hanya dapat
ditanami padi setahun sekali.

Beberapa tahun ini, sawah warga Kampung Lima bahkan selalu gagal
panen karena dilanda banjir. Terakhir, banjir pada Januari 2005 lalu,
saat tanaman padi sudah berusia dua bulan. "Setelah banjir, kami
tidak bisa menanam padi lagi karena tidak punya modal," kata Ali.

Kondisi alam yang tidak ramah tidak menyurutkan mereka. Namun,
nasib baik tidak menyertai Ngaliman dan sebagian besar warga di
kampung itu. "Bahkan tanaman cabai yang kami tanam sekarang pun,
semuanya keriting. Harganya hanya Rp 2.000 per kg," kata Santo.

Fakta bahwa ratusan keluarga di Kampung Lima hidup miskin, bahkan
terpaksa sepanjang tahun makan oyek, dibantah Bupati Ogan Komering
Ilir, Iskak Mekki. "Lempuing tahun ini surplus beras. Seusai banjir
lalu, semua warga yang menjadi korban diberi berbagai bantuan,
termasuk benih padi," katanya.

Selain terus didera kemelaratan berkepanjangan, yang dicerminkan
dengan menjadikan oyek sebagai makanan pokok, warga Kampung Lima kini
dibayangi pula oleh ancaman melambungnya harga-harga barang, menyusul
kenaikan harga BBM awal Oktober ini. Kegelisahan yang sama dirasakan
sebagian besar warga negara ini.

Kalau itu terjadi, mereka mungkin tidak lagi makan oyek bercampur
nasi. Oyek utuh yang lebih tidak bergizi lagi akan menjadi santapan
utama warga, termasuk anak-anak.(mul/lkt)

Foto: 1
Mul
Ngaliman