Senin, 12 November 2007

Senyum Petani Hanya Sementara

KOMPAS - Rabu, 03 Aug 1994 Halaman: 17 Penulis: MULYADI, AGUS Ukuran: 6137
SENYUM PETANI HANYA SEMENTARA
PETANI di Kabupaten Karawang, Subang, serta sebagian Indramayu,
dan Cirebon di Jawa Barat, hari-hari ini bisa menyunggingkan senyum
senang. Ekspresi kegembiraan itu muncul lantaran mereka merasa bahwa
jerih payahnya dihargai. Harga gabah hasil panen petani MT (musim
tanam) 1994 saat ini masih tinggi dalam ukuran mereka.
Harga gabah jenis GKP (gabah kering panen) berkisar Rp 400--Rp
450/kg, sedang untuk GKG (gabah kering giling) yang siap digiling
menjadi beras, harganya sudah di atas Rp 500/kg.
Tetapi sebagian petani di Indramayu dan Cirebon, juga petani di
daerah lain, agaknya harus menunda perasaan senang lantaran lahan
persawahan mereka mengalami kekeringan. Di Indramayu, sawah yang
sudah dinyatakan puso mencapai 4.950 ha, dan di Cirebon 2.700 ha.
Tidak ada senyum tersungging di bibir para petani yang
terakhir. Tanaman padi MT 1994 yang jadi tumpuan harapan telah
berubah menjadi jerami-jerami kering tidak berguna. Untuk menyambung
hidup, akhirnya sebagian dari mereka, terutama petani gurem,
terpaksa hengkang dari desanya, mencari kerja apa saja di kota.
Kondisi berbeda dialami sebagian petani lain di Indramayu dan
Cirebon. Lahan tanaman padi mereka yang selamat dari ancaman
kekeringan, dan berhasil dipanen, membuat mereka menyunggingkan
senyum seperti petani tetangga di Karawang dan Subang. Di sini nilai
tukar gabah hasil sawah mereka sama tingginya.
Musim panen MT 1994 yang kini tengah berlangsung di Cirebon,
mencakup areal seluas 5.000 ha. Bahkan di Indramayu sudah sekitar
30.000 ha tanaman padi yang dipanen. Areal luas panen yang tidak
jauh berbeda dengan di Indramayu, telah berlangsung pula di Karawang
dan Subang. Panen raya di empat kabupaten "lumbung beras" di Jabar
itu, diperkirakan akan berlangsung sampai Agustus ini.
***
PENGAMATAN Kompas di areal persawahan di Karawang, Subang, dan
Indramayu pekan lalu menunjukkan, sebagian areal persawahan lain di
Kecamatan Ciasem, Patokbeusi (Subang), dan sebagian di Kecamatan
Jatisari (Karawang) rata-rata usia tanaman padi sudah tiga bulan.
Diperkirakan, panenan berlangsung September 1994 nanti.
"Mudah-mudahan harga gabah tetap tinggi seperti sekarang,
ketika sawah saya panen nanti," kata seorang petani di Pamanukan,
Kabupaten Subang.
Harapan yang dilontarkan petani tadi cukup beralasan. Dia
khawatir, harga padi/gabah yang sekarang tinggi akan kembali menurun
bila operasi pasar (OP) beras semakin membanjiri pasar-pasar. Atau
manakala produksi padi melimpah, dan saat panen raya mendatang.
Kalau itu terjadi, para petani tidak akan merasakan tingginya
nilai tukar hasil jerih payah mereka. Tak bakal merasakan bahagia
seperti yang dialami Aying (40) petani di Gempolsari, Patokbeusi
yang dapat menjual gabah kering panennya seharga Rp 440/kg.
"Saat ini harga gabah kering giling sudah di atas Rp 500," kata
beberapa tengkulak yng membeli GKP, langsung di lokasi-lokasi panen
di Patokbeusi dan Jatisari.
Harga gabah di tingkat petani saat ini, sudah jauh di atas
harga dasar gabah tahun 1994 yang ditetapkan pemerintah yakni Rp
260/kg untuk GKP dan Rp 360/kg untuk GKG. Bagi petani, nilai tukar
gabah sekarang cukup layak untuk jerih payah mereka. Kelebihan hasil
penjualan, akan dapat memperpanjang pemenuhan kebutuhan hidup yang
mereka dapat dari hasil pertanian itu.
Apalagi, mereka tidak merasakan "manisnya" hasil nilai tukar
gabah MT 1993/1994 sebelumnya. Ketika itu harga gabah paling tinggi
sesuai standar pemerintah yakni Rp 260/kg untuk GKS (gabah kering
simpan), bahkan sebagian lain hanya dihargai Rp 240-Rp 250/kg.
***
HARGA gabah pada saat ini yang dirasakan cukup tinggi, akhirnya
berpengaruh pada melambungnya harga beras di pasaran. Di sejumlah
daerah di Karawang, Subang, dan Indramayu, harga beras kualitas
sedang masih berkisar Rp 750--Rp 800/kg. Bahkan di Cirebon, harga
beras dengan kualitas sama Rp 800--Rp850/kg.
Tetapi keuntungan yang didapat petani dalam waktu satu tahun
(dua MT) sebenarnya tidaklah terlalu tinggi. Para petani di Ciberes,
Patokbeusi, dan Jatibaru, Jatisari merinci, sawah mereka seluas satu
bahu (0,7) pada MT 1994, menghasilkan tiga ton GKP bersih. Dengan
nilai jual Rp 440/kg, didapatkan hasil uang Rp 1.320.000. "Tapi saya
harus memperhitungkan semua pengeluaran untuk pengolahan tanaman
padi dan sawah saya itu," kata petani Ciberes.
Untuk biaya produksi MT 1994 dia mengeluarkan uang Rp 250.000,
untuk traktor pengolah lahan sawah, bibit, pupuk, obat-obatan hama,
dan lainnya. Diperoleh hasil bersih Rp 1.070.000.
Sedangkan hasil bersih dari sawah/tanaman satu bahu padi MT
1993/1994 lalu juga sebanyak tiga ton, hanya senilai Rp 530.000.
Hingga total yang didapat petani dari tanaman padi satu bahu untuk
satu tahun (dua MT), hanya Rp 1.600.000.
"Tetapi itu pun harus dikurangi dengan biaya untuk sawah lain,
seperti PBB, hektaran, dan iuran air," kata petani di Ciberes. PBB
satu bahu dibayar Rp 42.000, dan hektaran (dana swadaya pembangunan
desa) Rp 100.000.
Setelah dikurangi Rp 142.000, hasil yang didapat petani dari
sawahnya seluas satu bahu, dalam waktu satu tahun Rp 1.480.000. Atau
untuk tiap bulan dia hanya mendapat Rp 123.300. Dengan perhitungan
sama, dari areal satu hektar sawah yang menghasilkan 4,5 ton GKG,
penghasilan petani setahun Rp 1.838.000, atau Rp 153.160 sebulan.
Gembar-gembor tentang tingginya harga beras dan gabah saat ini,
sebenarnya tidak bersifat riil, karena yang didapat petani tetap
rendah. Kalau pun petani sementara ini bisa tersenyum senang, karena
mereka merasa bersyukur dengan harga sekarang. Itu berarti membantu
menambah sedikit penghasilan mereka. (agus mulyadi)
Teks Foto
Kompas/mul
MENGUNTUNGKAN -- Harga gabah hasil panen MT 1994 yang mencapai Rp
440/kg untuk GKP, kali ini menguntungkan kalangan petani. Seperti
yang dialami petani Aying (tak bertopi) dari Desa Gempolsari ini.