Senin, 12 November 2007

Cirebon, Ciri Remaja, Bonafid

KOMPAS - Sabtu, 09 Jul 1994 Halaman: 17 Penulis: MULYADI, AGUS Ukuran: 5318 Foto: 1
CIREBON, "CIRI REMAJA BONAFIDE"
CIRI Remaja Bonafide. Kata-kata seloroh ini adalah tiga kata
berasal dari akronim kata Cirebon yang sering dilontarkan dengan rasa
bangga oleh warga kota Cirebon, terutama kawula mudanya, saat
berbaur, berbincang dengan rekan mereka dari kota atau daerah lain.
Kelakar bernada bangga itu kerap pula disampaikan Wali Kotamadya
Cirebon H Kumaedhi Syafrudin dalam berbagai kesempatan. Merujuk pada
kenyataan kehidupan remaja, yang di antaranya suka tampil beda dan
ingin lebih maju, kota di sudut timur laut Jawa Barat ini berusaha
tampil bak remaja, orang muda yang dinamis. Remaja bonafide diartikan
sebagai tidak kampungan dan selalu berusaha keras untuk lebih maju.
Di tengah derap pembangunan saat ini Kotamadya Cirebon berusaha
bangkit agar tidak ketinggalan dengan kota lain. Bolehlah dibilang
Kota Udang ini ibarat remaja yang ingin tampil sedikit genit. Dengan
semangat darah muda yang membuncah kota itu mempercantik dirinya.
Semangat Cirebon untuk bangkit itu niscaya tak bakal dilakukan
secara sembrono, sembarangan. Ini mengingat "Kota Para Wali" yang
berpenduduk 250.000 jiwa itu sudah bukan muda lagi -- usianya sudah
624 tahun. Dengan latar belakang itu niscaya Cirebon bisa memadukan
antara gaya remaja dengan kearifan dan wawasan yang matang dalam
mengikuti arus zaman.
***
BAGI orang luar Cirebon yang lima tahun terakhir tidak
menginjakkan kakinya di kota ini akan terheran-heran melihat
perubahan fisik kota. Hotel berbintang tiga kini bertebaran,
melengkapi hotel-hotel kelas di bawahnya. Toko swalayan, perkantoran,
juga berdiri megah di berbagai bagian kota.
Kita juga akan dibuat pangling oleh suasana kebersihan kota
Cirebon, terutama di sekitar jalan-jalan protokol. Hingga mungkin
tidak berlebihan bila kota ini mendapat penghargaan Pemerintah di
bidang kebersihan. Cirebon selama empat tahun berturut-turut berhasil
memperoleh Piala Adipura selaku kota sedang terbersih.
Meski ada sebagian wilayah kota yang masih terlihat kurang sedap
dipandang, seperti di permukiman kawasan pantai yang dikotori sampah,
tapi secara umum kota pesisir ini bolehlah disebut rapi dan bersih.
Karena itu kini Cirebon mengincar Piala Adipura Kencana.
Sebagai penunjang kesan bersih, pengelola kota ini rupanya
memandang perlu menciptakan keindahan sehingga kota akan terlihat
lebih seronok di mata. Karena itu Cirebon juga sengaja mendadani
dirinya begitu rupa, dan tak segan-segan bila terkesan menor.
Kemenoran Cirebon ini terasa mencolok melalui tampilan umbul-
umbul yang menghiasi berbagai sudut kota. Di sepanjang jalan
protokol, di depan setiap kantor, rumah penduduk dan sebagainya.
Sampai-sampai terkesan, tak ada sudut kota tersisa tanpa umbul-umbul.
Tapi barisan umbul-umbul yang dalam dua bulan terakhir ini
menyemarakkan seluruh Cirebon itu adalah umbul-umbul khas Cirebon.
Wajah Cirebon dengan kekhasan budayanya nampak jelas lewat
umbul-umbul. Tidak berbentuk polos seperti umbul-umbul kebanyakan,
tetapi dihiasi ciri khas Cirebon. Dihiasi motif wadasan dan mega
mendung, serta dilengkapi lambang yang mengandung arti Cirebon.
***
WADASAN dan megamendung itu sendiri menggambarkan pandangan
hidup masyarakat setempat yang tercermin dalam berbagai bentuk seni
rupa khas Cirebon. Misalnya batik dan lukisan, baik di atas kaca,
kain, maupun kanvas.
Seorang pelukis kaca ternama asal Cirebon, Rastika, kepada
Kompas pernah menyebutkan, wadasan punya arti harfiah sebagai
bebatuan, yang diterjemahkan sebagai bumi dengan segala isinya yakni
tanah, tumbuhan, air. Sedangkan megamendung adalah semesta langit
yang menaungi bumi dan segala isinya. Megamendung dianggap pula
sebagai simbol Ketuhanan.
Makna wadasan dan megamendung mengajarkan tentang kehidupan
yang mengingatkan kepada umat manusia agar cinta terhadap sesama di
muka bumi (wadasan) ini. Dan di sisi lain memperkuat sikap religius
berada di bawah megamendung.
Melalui dua ciri lukisan khas Cirebon yang sarat makna inilah
yang menjadi pilihan motif umbul-umbul dengan tujuan untuk
memperindah kota. Adapun umbul-umbul "kono" yang hamya berbentuk kain
polos tak boleh lagi dipajang. Sebagai gantinya, umbul-umbul wadasan
mega mendung yang dianggap lebih modern dan bonafide.
Wali Kotamadya Cirebon H Kumaedhi Syafrudin menggariskan,
pemasangan umbul-umbul bermotif itu selain untuk semakin memperindah
kota sekaligus untuk melestarikan budaya Cirebon. Karena itu dia
mengimbau agar semua kalangan di Cirebon mau memasang umbul-umbul
bonafide tersebut.
Tapi, setiap gagasan dengan maksud baik seringkali tak bisa
mengelak dari ekses. Ketentuan untuk memajang umbul-umbul bonafide
secara tak langsung memaksa warga kota merogoh uang dari koceknya.
Padahal satu umbul-umbul berharga Rp 20.000. Dan mereka yang berminat
bisa pesan ke Bagian Umum Pemda setempat atau bikin sendiri. So,
keindahan memang mahal... (agus mulyadi)
Teksfoto:
Kompas/mul
KHAS CIREBON - Umbul-umbul yang dipasang di berbagai sudut kota
Cirebon, berbeda dengan umbul-umbul di tempat lain. Karena kini
bergambar "wadasan" dan "megamendung".