Jumat, 09 November 2007

Nikmatnya Mangga Indramayu

KOMPAS - Minggu, 27 Oct 1991 Halaman: 8 Penulis: MULYADI, AGUS Ukuran: 10103
NIKMATNYA MANGGA INDRAMAYU
Pengantar Redaksi
Kabupaten Indramayu, yang terletak di timur laut Jawa Barat,
sudah lama dikenal sebagai daerah penghasil mangga. Untuk mengetahui
bagaimana pemasaran, jenis mangga dan pembudidayaannya, wartawan
Kompas, Agus Mulyadi menelusurinya dan menuangkan dalam dua
tulisan berikut.
***
LEWATLAH di jalan raya jalur utara Jawa Barat dalam minggu-
minggu terakhir ini, Anda pasti melihat pemandangan yang tidak
selalu dapat dilihat. Anda akan menyaksikan deretan penjual mangga
selepas tikungan Celeng, di Kecamatan Lohbener, Kabupaten Indramayu.
Di pinggir jalan Slaur, Kecamatan Widasari, dan di Jatibarang
deretan penjual mangga juga akan terlihat.
Penjaja buah-buahan khas Indramayu ini, berada di dalam jongko-
jongko di pinggir jalan. Di bawah atap plastik dan awning warna
oranye. Tempat-tempat itu mudah terlihat dari kejauhan.
Bermunculannya jongko (kios) penjual buah mangga di beberapa
tempat di pingir jalur jalan utara Jabar itu, memang menandai
tibanya musim mangga di Indramayu. Buah yang memiliki rasa dan aroma
khas. Meski buah berdaging merah kekuningan itu bukan melulu
produksi Indramayu, namun buah mangga Indramayu telah lama dikenal
memiliki rasa dan aroma berbeda. Sesuatu yang membuatnya dikenal dan
"digilai" penggemar mangga.
Tidak akan aneh jika Anda akan mendengar tawaran-tawaran
pengasong di dalam bus, kereta api (KA), terminal atau stasiun KA
dalam sebulan terakhir, "mangga dermayu.....mangga dermayu". Mangga
dermayu (Indramayu) memang menjadi jaminan, untuk rasa lezat yang
dirasakan lidah ketika menyantap buah ini. Meski akhirnya banyak
pembeli terkecoh, ketika mangga yang dibelinya dengan tawaran
"mangga dermayu" terasa asam dan kurang nikmat disantap.
Dilihat dari bentuk fisiknya saja, akan tampak buah mangga yang
dijajakan, seperti buah mangga dari jenis golek dan arummanis,
lebih pucat. Tampak jelas mangga itu dipetik belum terlalu tua, dan
sengaja dikarbit agar cepat matang. Sudah pasti, bagi yang sering
mengkonsumsi mangga Indramayu, mangga-mangga seperti itu rasanya
pasti kurang lezat.
***
LEBIH dari sebulan terakhir, sejak akhir Agustus 1991 lalu,
jongko-jongko penjual mangga di daerah Indramayu mulai tampak hidup.
Beberapa jenis mangga asal Indramayu dijajakan di tempat berjualan
pinggir jalan, antara lain mangga cengkir, mangga gedong, mangga
arumanis, mangga golek, mangga kidang, mangga gajah dan mangga
kueni.
Mangga-mangga itu semuanya memang produksi pohon-pohon mangga
di Indramayu, selain jenis mangga lain yang tidak ikut dijajakan
karena rasanya kurang enak dan terlalu banyak serat yakni mangga
bapang. Namun penduduk luar Indramayu, hanya mengenal satu jenis
mangga yakni mangga Indramayu.
Mangga Indramayu yang sudah dikenal luas ini, sebenarnya jenis
mangga cengkir. Mangga inilah yang banyak dipasarkan ke luar
Indramayu, baik melalui pasar induk atau pasar umum di kota-kota
besar atau daerah lain. Jenis mangga itulah yang dikenal penduduk
luar Indramayu sebagai mangga dermayu, Di Indramayu sendiri mangga
ini dianggap sebagai mangga "kelas dua".
Meski tidak ada angka pasti, dari beberapa pedagang besar,
pedagang eceran, dan tengkulak didapat keterangan, jenis mangga yang
mereka pasarkan kebanyakan dari jenis ini. Mangga jenis lainnya,
dianggap sebagai pelengkap, meski rasanya tidak kalah sedap, bahkan
memiliki rasa dan aroma khas sendiri.
Salah satu mangga produksi Indramayu, selain cengkir, yang
dianggap sebagai mangga "kelas satu" adalah jenis mangga gedong.
Bentuknya tidak lonjong seperti cengkir dan hampir semua jenis
mangga lainnya, melainkan agak bulat.
Bagi yang pernah merasakan mangga gedong, tentu tidak akan
dapat melupakan rasanya yang manis. Seratnya yang halus dan daging
buahnya agak kenyal, terasa menggelitik di bibir. Ditambah lagi
aromanya yang halus melintas di hidung ketika menghirupnya, akan
menambah kekhasan jenis mangga ini.
Mangga gedong sebenarnya dibedakan pula dalam dua jenis yaitu
mangga gedong biasa dan mangga gedong gincu. Ciri mangga gedong
biasa, ditandai seperti jenis mangga lain. Buah yang masak akan
menguning seluruh kulitnya. Sedangkan gedong gincu, sejak pertama
mulai tua dan masak, bagian atasnya akan berwarna merah. Dan warna
ini makin memerah ketika makin masak.
***
DARI pohon-pohon mangga di pekarangan penduduk atau dari kebun
khusus mangga, dihasilkan buah mangga segar berkualitas yang
dipasarkan selama ini. Seperti di Jatibarang. Sejak tikungan jalan
dari arah Jakarta untuk memasuki kota kecamatan itu, di kanan kiri
jalan berbaris sepanjang lebih dari dua ratus meter, pedagang-
pedagang mangga, sampai di depan Masjid Agung Jatibarang.
Salah seorang yang dianggap perintis "berdagang di pinggir
jalan raya" adalah H. Sanusi (48), yang sampai saat sekarang masih
tetap berjualan pada jongko di depan rumah mertuanya. Dia mengaku
berjualan di tempat itu sejak 1975 lalu.
Alasan klasik terlontar dari ayah tiga anak ini, ketika ditanya
mengapa dia memiih berjualan di pinggir jalan. "Mulanya hanya coba-
coba. Pertimbangan saya, karena ruas jalan itu adalah jalan utama
yang arus lalu lintasnya padat. Ternyata dagangan laku, ya akhirnya
saya teruskan sampai sekarang," ujar Sanusi.
Sebelum berjualan di jongko pinggir jalan, pria yang naik haji
bersama istrinya pada 1988 ini, memang telah berprofesi sebagai
pedagang buah dan sayuran, yang dikirimnya ke pasar induk Kramat
Jati, Jakarta. Dan setiap musim mangga tiba dia meninggalkan
sayuran, khusus untuk berdagang mangga.
Pulang pergi Jatibarang - Jakarta selama bertahun-tahun sejak
akhir tahun 1960-an, ternyata membuatnya merasa bosan dan lelah.
Ia bersama Talip, salah seorang mitra dagangnya, kemudian menjual
mangga di atas bakul-bakul yang cukup digeletakkan di pinggir jalan.
Ternyata usahanya itu bersambut. Selain dari Jatibarang sendiri,
pembelinya adalah pemakai jalan yang lewat di situ.
Tidak hanya terbatas di Jatibarang saja. Di sekitar Slaur,
Kecamatan Widasari, di Celeng, Kecamatan Lohbener, dan di
Jayalaksana, Kecamatan Karangampel, kini bertebaran jongko-jongko
puluhan penjual mangga eceran. Di Jatibarang saja, tidak kurang dari
50 kios penjual mangga ada di kanan kiri pinggir jalan raya.
"Dalam hari-hari biasa, rata-rata satu kwintal mangga laku
terjual," ujar Sanusi yang menunggui langsung dagangannya bersama
istri. Ketika dia hanya berdua bersama Talip, paling sedikit tujuh
kwintal per hari laku terjual.
Sedangkan pada hari-hari besar atau libur, seperti Maulid Nabi
Muhammad SAW yang lalu, tidak kurang satu ton mangga yang terjual.
Hal itu dibenarkan pula oleh pedagang lainnya di Jatibarang, Cakyan
(50). Bahkan beberapa pembeli dari supermarket-supermarket di
Cirebon, Bandung atau Jakarta, kerap berdatangan pula.
Menurut H. Sanusi, satu kilogram mangga gincu saat ini laku Rp
3.000 per kilogram, yang berisi antara 5-6 buah. Sedangkan mangga
gedong biasa dihargai Rp 2.000 per kilogram. Mangga lainnya seperti
cengkir (mangga dermayu), arumanis, gajah, atau kidang, rata-rata
berkisar antara Rp 1.100 - Rp 1.200.
"Harga mangga seperti harga buah-buahan lain, tidak menentu,
karena tergantung ada tidaknya persediaan. Seperti saat sedang
melimpah saat ini, harganya tidak pernah beranjak naik lagi," tambah
Cakyan ketika ditemui akhir September lalu.
H. Sanusi, Cakyan, atau pedagang-pedagang di pinggir jalan
Slaur, Celeng atau Jayalaksana, mendapatkan mangga dari tengkulak
yang langsung datang ke tempat mereka. Dengan harga per kilogram
Rp 100 - Rp 500 lebih rendah daripada harga jual yang mereka pasang.
***
SALING ketergantungan ini pula yang menjadi ikatan antara para
tengkulak, dengan penampung/pedagang besar mangga di tiga tempat di
Jatibarang. Berbeda dengan pedagang eceran, pedagang besar (grosir)
fungsinya tidak lebih sebagai penampung, sebelum mangga dipasarkan
ke kota atau daerah lain.
Salah seorang di antara penampung itu adalah Damin, asal desa
Kebulen, Kecamatan Jatibarang. "Kami sebenarnya hanya menjadi
semacam perantara, karena mangga-mangga yang kami terima dari para
tengkulak, dalam hari itu juga telah menjadi milik pedagang dari
daerah lain yang telah menunggu di tempat ini," ujar Tawin,
bendahara di tempat penampungan milik Damin.
Dalam sehari, satu grosir ini dapat menampung sampai sekitar 8
ton mangga, yang dibawa hari itu juga oleh pembeli asal Jakarta atau
Cianjur atau tempat lainnya. Grosir penampung dalam hal ini tidak
pernah dirugikan oleh naik turunnya harga mangga. Karena tak lebih
sebagai perantara.
Satu kwintal mangga yang masuk (dibeli dari tengkulak yang
menjual ke tempat itu) pada akhir September lalu, dihargai antara Rp
80.000 - Rp 85.000. Dengan harga sama pembeli dari luar daerah
membeli pada penampung di Jatibarang itu. Namun untuk satu kilogram
mangga, pembeli harus membayar Rp 30. Dalam sehari paling tinggi
sekitar Rp 15 juta beredar di tempat penampungan mangga tersebut.
Selain membayar komisi, pembeli dari luar harus mengeluarkan
uang untuk membayar keranjang isi 30 kilogram, sebagai tempat mangga
yang telah dibelinya Rp 450, uang kertas penututp keranjang Rp 100,
uang sampah Rp 100, dan uang kuli angkut Rp 150. Sehingga untuk satu
keranjang mangga yang elah dikemas, pembeli harus mengeluarkan uang
Rp 830 ditambah harga mangga per keranjang (isi 30 kilogram) yakni
Rp 24.000, sehingga harga satu keranjang mangga seluruhnya sekitar
Rp 24.830. ***
Foto: 1
Kompas/js
MANGGA - Pada musim mangga seperti sekarang, tidak sulit menemukan
mangga Indramayu di pasar. Rasanya yang khas dan harganya yang lebih
murah dari mangga arum manis, menjadikan mangga ini termasuk salah
satu favorit.

Tidak ada komentar: