KOMPAS - Jumat, 30 Aug 1991 Halaman: 13 Penulis: MULYADI, AGUS Ukuran: 6624 Foto: 1
BATIK PAOMAN, BATIK KARYA ISTRI NELAYAN
SEORANG nelayan pergi ke seberang untuk "berperang",
meninggalkan istri tercinta. Sang istri tentu saja merasa kesepian,
menunggu suaminya. Kesibukan untuk membunuh waktu, sambil sejenak
melupakan suami pujaan sangat diperlukan. Pilihan pun jatuh pada
selembar kain. Dengan getah nira, kain putih digambar berbentuk
perahu dengan layar terkembang.
Legenda demikian itulah yang dipercaya sebagian masyarakat
Kelurahan Paoman, Kecamatan/Kabupaten Indramayu (Jabar) sebagai awal
tumbuhnya kerajinan batik di daerah itu. Suatu komoditas ekonomi yang
mampu menghidupi sebagian penduduk, yang diantaranya bekerja menjadi
nelayan. Industri batik itu dikenal dengan nama batik Paoman, tumbuh
berkembang sampai sekarang.
Batik Paoman adalah satu dari sekian banyak jenis batik, yang
termasuk dalam jenis batik pesisir. Meski begitu, tidak ada ciri
spesifiknya. Ciri pesisir dalam kehidupan nelayan, tidak menjadi
produksi khusus para perajin. Seperti yang dikemukakan perajin, Ny.
Suani (48), "Batik yang kami buat, sebagian besar sesuai dengan
keinginan pemesan yang datang langsung."
Mungkin karena selera dan keinginan pemesan (pasar), yang
menyebabkan tidak akan ditemui lagi batik Paoman dengan motif kembang
kapas, siguring atau angin-angin. Keempat macam motif tersebut,
dianggap sebagai ciri yang mengawali tumbuhnya industri kerajinan
batik Paoman masa lampau.
"Motif-motif seperti itu, hampir tidak dibuat perajin batik
sekarang. Selain memakan waktu membuatnya, harganya pun tidak berbeda
dengan motif lainnya yang lebih singkat pembuatannya. Sehingga dari
segi ekonomis, jelas tidak menguntungkan," ujar Komarudin, staf
administrasi Koperasi Batik Indramayu Perubadi. Jika ada peminat
sekalipun, dengan persyaratan harga tinggi.
Dari motif-motif tersebut, mungkin yang masih menggambarkan dan
berkaitan dengan kehidupan nelayan di daerah utara kota Indramayu
itu, adalah dua motif terakhir. Sisik jelas-jelas menggambarkan
bentuk sisik (kulit) ikan pada dasarnya yang dibuat. Sedangkan etong,
didominasi dengan gambar bentuk ikan laut dengan sisik tebal dan
lebar (sejenis ikan kakap). Selebihnya, campuran antara motif
tumbuhan, burung atau bunga.
Penciptaan motif lain dari asal mula pertumbuhan kerajinan
industri batik itu, tidak dianggap oleh perajin dan masyarakat
setempat sebagai suatu penyelewengan. Mereka mengganggap sah-sah
saja penciptaan beragam motif sesuai selera. Suatu "keangkuhan",
yang mungkin membuat tetap hidupnya kerajinan batik di daerah
pesisir utara Pulau Jawa tersebut.
"Keangkuhan" yang menjadikan batik Paoman dikonsumsi kalangan
menengah ke atas. Rasa percaya diri akan datangnya konsumen untuk
mendapatkan batik sesuai selera, membuat batik ini tetap diminati.
Meski harus diakui, pertumbuhannya tidaklah "meledak" menguasai dan
mendominasi pasar.
***
PERTUMBUHAN industri batik Paoman dapat dikatakan tersendat
dibandingkan batik dari daerah lain seperti batik Trusmi, Cirebon.
Hal ini karena perbedaan pangsa pasar dimana batik Paoman adalah
batik yang tetap bertahan sebagai batik tulis, sehingga konsumen
mereka tetap berasal dari kalangan tertentu dan harga lebih mahal
dibanding dari batik cap.
Proses pembuatan batik Paoman sama seperti pembuatan batik tulis
dari daerah lain. Bahan baku kain mori, malam (lilin) dan canting
untuk membatik. Waktu penyelesaian satu kain batik (tapih) berukuran
250 cm x 90 cm sekitar 10 hari. Pembuatan batik tulis yang cukup
lama menjadi sebab harga selembar tapih paling rendah Rp 15.000.
Bahkan diakui beberapa perajin, jika turis yang membeli harga itu
akan mencapai Rp 40.000-Rp 60.000 per kain. Sedangkan selendang rata-
rata berukuran 150 cm x 50 cm sekitar Rp 7,500-Rp 15 ribu.
Sementara para perajin mengatakan, upah yang mereka peroleh
membuat kain batik lumayan. Untuk satu kain dalam setiap tahap
pembuatan, mereka mendapat upah Rp 800. Karena dalam sehari mereka
paling sedikit dapat menyelesaikan tiga lembar kain.
"Lumayan dapat membantu suami untuk menghidupi keluarga," ujar
Ny Suani. Upah mereka bertambah kalau mengerjakan kain batik tahap
ngobati. Pada tahap ini, pekerja memperoleh Rp 4.000 untuk pencelupan
40 lembar kain.
***
BAHAN baku batik selama ini telah terpenuhi melalui Koperasi
Batik Perubadi, yang berdiri sejak 1960. Jenis kain yang disediakan
meliputi premisiana, prima dan biru untuk bahan baku tapih serta
jenis polysiana dan gerholin untuk kain batik baju. Menurut
pengurusnya, Komarudin, anggota koperasi sekitar 200 orang berasal
dari pengusaha dan perajin batik di Paoman, ditambah beberapa perajin
dari Babadan, Penganjang, Terusan dan Sindang.
Selama ini koperasi tidak pernah menyalurkan batik, karena
sebagian besar para perajin mempunyai langganan sendiri. "Pernah
koperasi menyalurkan batik hasil mereka, namun akhirnya malahan batik
dibuat asal jadi saja dengan anggapan bisa diterima. Ketika ditolak,
perajin lebih memilih memasarkan sendiri. Itu malah membuat kualitas
batik lebih terjaga," ujarnya.
Seperti industri kecil lain, pemodal menjadi kunci perkembangan
batik Paoman. Tak kurang 10 orang pemilik modal yang menghidupkan
industri batik di Indramayu termasuk diantaranya Ny Uci (36), dengan
sepuluh pekerja batiknya. Mereka mengerjakan batik di rumah, setelah
kegiatan rumah tangganya.
Maka tidak aneh, di Kelurahan Paoman akan ditemui ibu-ibu rumah
tangga di balai-balai teras atau pintu rumah sedang membatik.
Jemuran kain mori yang siap batik pun, menghiasi halaman rumah.
Karena mereka baru wajib menyetor hasil karya setelah memasuki tahap
pencelupan.
Bakat dan turunan itu diajarkan pula kepada anak-anak gadis
sejak usia muda hingga memasuki kehidupan rumah tangga, agar tetap
setia menjadi perajin. Mereka bekerja untuk meringankan beban suami
yang pergi melaut mencari sesuap nasi, bukan berperang sebagaimana
dalam legenda. Maka mengisi waktu luang, mereka membuat batik
sambil menunggu suami pulang dari "berperang" mengatasi kehidupan.
(agus mulyadi)
Foto: 1
Kompas/mul
MENGISI WAKTU - Membatik jadi kerajinan ibu-ibu rumah tangga di
Paoman. Kegiatan ini selain serius dilakukan untuk memenuhi selera
pemesan, juga untuk mengisi waktu luang setelah menyelesaikan
pekerjaan rumah tangga, sambil menunggu suami pulang. Sebagian dari
mereka adalah istri-istri nelayan.
Jumat, 09 November 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar