Jumat, 09 November 2007

Mengalihkan "Roh" ke Dalam Topeng Cirebon

KOMPAS - Minggu, 12 Jan 1992 Halaman: 10 Penulis: MULYADI, AGUS Ukuran: 7844
MENGALIRKAN "ROH" KE DALAM TOPENG CIREBON
BAGI pemerhati seni tari tradisional di Indonesia, topeng
Cirebon, mungkin sudah tidak asing lagi. Berbagai misi kebudayaan
Indonesia ke luar negeri, seringkali diwakili tarian tradisional
ini. Bahkan September 1991 lalu, selama empat hari topeng Cirebon,
dengan dua penarinya yaitu Sudjana Ardja dan Keni Ardja asal Desa
Selangit, Kecamatan Klangenan, Kabupaten Cirebon, mempertunjukkan
kebolehannya di Art Centre Melbourne, Australia. Mereka diminta
mengisi acara pada Melbourne International Festival of The Art
1991, sebuah festival kesenian tradisional yang menggunakan medium
topeng dan diikuti 25 negara.
Sebagaimana tari topeng, baik dari daerah maupun negara lain,
pelengkap utamanya adalah topeng itu. Bagaimana mungkin tarian dapat
dipertunjukkan, jika tidak ada topeng-topeng yang representatif
dengan tiap karakter tari topeng? Demikian pula dengan tari topeng
Cirebon. Kebutuhan lima jenis topeng yang merupakan inti tarian
tradisional asal pesisir timur laut Jabar itu ialah untuk tari
Panji, Samba, Rumyang, Tumenggung, dan Kelana, serta jenis topeng
lain untuk bodoran, sebagai selingan, tidak bisa dilepaskan jika
ingin memperlihatkan karakter tiap jenis tarian.
Soal asal topeng untuk tari topeng Cirebon, mungkin sudah
diabaikan orang. Karena perhatian memang lebih tertumpah pada produk
kesenian itu sendiri yaitu topeng Cirebon. Tentang siapa yang
sebenarnya berada di belakang layar, sebagai pemasok topeng untuk
keperluan tari, orang mengabaikannnya. Padahal jasa perajin topeng
ini tidak kecil, kalau tidak bisa disebut yang paling menentukan.
Mereka sebenarnya turut berperan aktif, melestarikan kesenian
tradisional seperti topeng Cirebon.
***

SALAH seorang dari perajin yang sepertinya "terabaikan" itu
adalah Royani (50), penduduk Desa Mekar Gading, Kecamatan Sliyeg,
Kabupaten Indramayu. Padahal dari tangannya sudah beratus bahkan
beribu topeng diciptakan. Bukan saja untuk keperluan tari, tetapi
juga untuk hiasan dinding orang-orang berduit.
Ayah seorang putri dan dua cucu ini, sejak 1962 bergelut dalam
dunia ukir kayu. Karyanya tidak hanya topeng, tetapi juga wayang
golek cepak. Wayang golek itulah yang pertama kali digeluti
bersamaan dengan profesi sebagai dalang wayang golek yang sempat
digeluti beberapa tahun. Karya topeng sendiri baru digeluti sekitar
10 tahun lalu. Namun, bukan berarti karya topengnya lantas asal
jadi. Latar belakang sebagai pembuat dan dalang wayang golek, malah
memberi dia dasar kuat dalam membuat topeng.
Beberapa pengamat menilai, karya Royani lebih bermutu dibanding
karya perajin topeng lain yang bertebaran di Cirebon dan daerah
tetangga lain seperti Indramayu atau Kuningan. Topeng Royani,
mempunyai guratan ukiran dan permukaan halus, hingga karyanya
kelihatan "hidup" dan "jiwa" tarian yang dibawakan penari turut
muncul.
Perbedaan tiap topeng dengan karakter masing-masing terasa
muncul lewat tangan lelaki yang tidak pernah menyelesaikan sekolah
rakyat (SR) ini. Seperti topeng yang digunakan untuk tarian pembuka
dalam topeng Cirebon, Panji, melambangkan seorang pemimpin yang
adil, arif bijaksana. Karakter tokoh ini divisualkan dalam topeng
berwajah lembut, dengan warna merah muda.
Demikian pula dalam tari Kelana, yang menggambarkan sifat
serakah, angkara murka, tapi berjiwa pemimpin yang tangguh,
tergambar dengan warna merah tua menyala dan ukiran rambut hitam.
***

SEBAGAIMANA seniman ukir lainnya, Royani tidak pernah dibekali
pendidikan formal. Bakat alam dan ketekunan tinggi, membuatnya
tampil sekarang. Rasa tidak puas dan kerja terus menerus, memacunya
untuk menghasilkan karya berkualitas.
Meski demikian, ia juga mencari guru untuk menimba ilmu. Salah
satu yang dianggap berpengaruh besar dalam dirinya adalah Rastika,
seorang pelukis kaca tradisional ternama dari Desa Gegesik Lor,
Kecamatan Gegesik, Kabupaten Cirebon. Dari dialah, Royani belajar
tentang penuangan karakter ke dalam wajah topeng atau wayang golek,
sehingga "roh" dari watak yang diwakili dalam topeng dapat muncul.
"Wangon (roman) tiap jenis topeng, saya upayakan sebisa mungkin
dapat mewakili karakter topeng," jelas Royani.
Meski mengaku berguru pada beberapa orang, Royani mulai membuat
topeng dengan mencontoh lima jenis topeng yang telah ada, karya
seniman topeng lain di Cirebon. Dengan mengikuti karya seperti itu,
tidak akan aneh jika watak topeng Cirebon tetap tidak berubah sejak
dulu. Hanya finishing touch masing-masing seniman, akan membedakan
karya dan kualitas masing-masing.
Demikian pula bentuk topeng bodor. Improvisasi dalam membuat
topeng yang mencerminkan seorang pelawak, sangat dibutuhkan untuk
hasil akhir, dan tidak terpaku dalam satu bentuk. Karena itu, jenis
topeng ini menjadi sarana seniman ukir topeng macam Royani untuk
mewujudkan obsesinya. Olesan catnya pun harus sesuai yang ditentukan
untuk tidak menghilangkan karakter. Di sini ketelitian pengolesan
membutuhkan konsentrasi tinggi.
***

BAGI Royani, mengalirkan "roh" dalam topeng agar memiliki
"jiwa", butuh sentuhan dan pengertian mendalam atas sosok itu
sendiri. Hal itu, bagi kebanyakan orang, mungkin juga bagi seniman
ukir topeng, sulit dilakukan. Latar belakangnya sebagai pembuat
serta dalang wayang golek cepak, membuat dia tahu benar setiap
karakter yang diwakili wayang.
Tidak begitu berbeda dengan wayang yang menggambarkan hampir
semua karakter manusia, topeng pun demikian. Namun dalam Topeng
Cirebon, bermacam karakter manusia itu dikemas dalam lima jenis inti
bentuk topeng.
Dalam pembuatan topeng ini, Royani berkiblat pada Topeng
Cirebon, khususnya bentuk topeng dan karakter yang diwakilinya.
Alasannya bukan karena letak geografis antara tempat kelahirannya
dengan Cirebon berdekatan, tapi lebih karena Royani mendukung bahwa
lima jenis topeng itu mewakili watak-watak manusia.
Lantas untuk menuangkan jiwa kesenimanannya, sehingga mampu
mengalirkan "jiwa" ke dalam topeng, digunakan bahan baku apa?
"Karena topeng dibuat dari kayu, saya dan hampir semua pembuat
topeng Cirebon menggunakan kayu jaran. Kayu ini relatif mudah
dibentuk, karena tidak terlalu keras. Lagi pula cukup enteng,
sehingga cocok untuk topeng dan wayang golek," jawab Royani. Di
desanya kayu jaran mudah didapat.
Dengan peralatan macam tatah besar kecil, pisau, serta palu,
seniman tradisional ini menghasilkan karyanya. Meski begitu karyanya
seolah sudah mendapat pengakuan dari berbagai kalangan. Pesanan
selalu berdatangan baik dari grup-grup topeng maupun masyarakat yang
menyukai topeng untuk hiasan dinding.
Selama 30 tahun menggeluti ukir wayang golek cepak dan topeng,
Royani baru dua kali ikut pameran. Itu pun dalam skala kecil, yakni
pameran pembangunan di Indramayu serta dalam Pekan Seni dan
Pariwisata Cirebon tahun 1991 lalu. Namun ia tidak berkecil hati.
Kepuasannya justru karena mampu menghasilkan karya yang mencerminkan
watak manusia, sedangkan penghargaan itu diperoleh lewat orang yang
menaruh minat pada karyanya. Tidak kurang dari enam kotak wayang dan
ratusan topeng telah dihasilkan.
Dengan jiwa kesenimanannya, Royani mampu menafkahi keluarganya,
walau hanya untuk hidup seadanya. Untuk topeng pesanan, ia pasang
tarif Rp 20.000, dan Rp 30.000 untuk penjualan eceran. Dengan harga
itu, ia merasa hasil keringatnya sudah cukup dihargai, dibuktikan
dengan pemakaian hiasan dinding atau dihidupkan dalam tarian topeng
Cirebon. (agus mulyadi)
Foto:
(Kompas/mul)
Royani dengan karyanya.

Tidak ada komentar: