Jumat, 09 November 2007

Kini Indramayu Tidak di Bawah Cimanuk Lagi

KOMPAS - Rabu, 18 Jan 1995 Halaman: 17 Penulis: MULYADI, AGUS Ukuran: 6106
KINI, INDRAMAYU TAK DI BAWAH CIMANUK LAGI

DAHULU, sampai sekitar akhir tahun 1970-an, untuk menyeberang
Sungai Cimanuk yang membelah kota Indramayu, orang harus melintas di
jembatan besi beraspal di dekat Masjid Agung Indramayu. Sangat
riskan seandainya menyeberang sungai selebar 25 meter dengan berenang atau
naik perahu, terutama pada musim hujan.
Cimanuk pada saat-saat seperti itu menjadi sangat ganas. Arus
begitu deras, dengan tinggi permukaan air hanya tinggal sekitar 30
sentimeter dari batas tanggul. Padahal tinggi tanggul ini sudah
sekitar dua meter di atas jalan raya dalam kota. Kota Indramayu
memang berada di bawah permukaan air Cimanuk pada musim hujan
seperti itu. Jika saja tanggul Cimanuk jebol, niscaya seluruh kota
akan terendam. Penduduk setempat selalu menjadi sangat was-was jika
air Cimanuk sedang tinggi.
Itu dahulu, seperempat abad lalu.
***
SEKARANG untuk menyeberang Cimanuk di kota Indramayu, orang
tidak harus melalui jembatan besi itu, agar mencapai seberang.
Penduduk setempat kini cukup melintas melalui sebuah jembatan kayu
selebar empat meter. Lokasinya, sekitar 100 meter selatan jembatan
besi. Persis di belakang RSU Indramayu.
Mengapa bisa dengan jembatan kayu selebar itu? Sebabnya, lebar
Sungai Cimanuk di dalam kota saat ini hanya tinggal empat meter.
Tidak ada lagi arus deras, tidak ada lagi permukaan air sungai yang
selalu berada di atas dataran tanah kota. Bagi mereka yang memang
jago lompat jauh, Cimanuk kini dapat dilompati. Dua lapangan voli
pun ada di bekas dasar sungai.
Sebagian tanggul kini dipangkas, sehingga tingginya hanya
kurang dari satu meter. Di bagian lain, seperti di kawasan klenteng,
bahkan sudah tidak ada lagi bekas tanggul. Karena tanah diambil
untuk pengurukan di lokasi pembangunan lain. Sekarang bangunan
gedung-gedung di seberang sungai dapat dilihat dari seberang
lainnya.
Sejumlah penduduk ada pula yang menjadikan bekas tanggul yang
kini sudah landai itu menjadi tempat berusaha, berdagang. Ada yang
menjual aneka bunga, sehingga tanggul Cimanuk kini seperti taman
bunga yang mempercantik kota kecil ini. Ada pula yang membangun
rumah makan. Pemda setempat sendiri konon merencanakan kawasan
tanggul sekitar jembatan, yang dekat Masjid Agung dan kantor pemda
menjadi taman yang asri.
Sedang sebagian bekas dasar sungai, di bagian tengahnya dibuat
saluran air selebar empat meter, seperti yang sudah diakukan
beberapa tahun terakhir. Itulah sebabnya, kini Cimanuk dapat
dilompati atau diseberangi hanya dengan jembatan kayu kecil.
Di kedua sisi drainase pembuang air perkotaan itu, konon pemda
akan menjadikannya lintasan lari. Dasar sungai itu kini sudah
dikeraskan. Dengan menjadi lintasan lari, penduduk setempat yang
suka berolahraga, joging misalnya, tidak lagi melakukannya di
jalan-jalan raya dalam kota, tetapi di bekas sungai itu.
Cimanuk memang tidak lagi menjadi lintasan lari air deras
kecoklatan yang sangat keruh. Cimanuk tidak lagi menjadi arena balap
segala macam limbah buangan penduduk di bagian hulu.
Cimanuk kini malah akan menjadi tempat arena adu lari. Penduduk
Indramayu akan ramai-ramai berlari di atas sungai yang dulu ganas.
***
PERUBAHAN yang begitu drastis dari sebuah sungai yang pernah
begitu menjadi momok penduduk Indramayu, berawal dari upaya
penjinakan sungai itu pada pertengahan tahun 1980-an. Sebuah
bendungan di Bangkir (sekitar 7 km barat kota Indramayu) dibangun,
dan membelokkan air sungai ke arah Sungai Rambatan.
Bendungan yang bisa dibuka tutup ini, dengan sendirinya
mengurangi debit air yang mengarah ke induk sungai. Dan induk sungai
inilah yang selalu mengalirkan air deras membelah kota Indramayu.
Jika air dari hulu deras dan debitnya meningkat, penutup
bendungan segera bekerja. Air pun membelok ke Sungai Rambatan.
Bendungan pengendali banjir di Bangkir diresmikan oleh Menteri
Pekerjaan Umum ketika itu, Dr Ir Suyono Sostodarsono pada 29
Februari 1987.
Pada hari Jumat (13/1) tinggi muka air Cimanuk semakin
menanjak. Di Bangkir terlihat ketinggian air persis mencapai tiga
meter, sehingga penutup bendungan pun diturunkan. Tinggi permukaan
air Cimanuk yang dapat dibendung di Bangkir ini mencapai tujuh
meter.
Belum puas dengan kondisi seperti itu, mungkin untuk lebih
menjamin keamanan kota, sebuah bendungan lagi dibangun di kawasan
Kelurahan Bojongsari (sekitar dua kilometer selatan pusat kota).
Sisa air yang mengalir dari Bangkir, dibelokkan lagi ke sebuah
sungai baru yang dibangun beberapa tahun sebelumnya yakni Kali
Anyar. Pembendungan di tempat terakhir inilah yang kemudian benar-
benar mengeringkan Cimanuk yang melintas kota.
Tidak ada lagi keruh kecoklatan yang mampir atau sekadar lewat
kota ayu itu. Cimanuk sejak Bojongsari sampai ke Penganjang di utara
kering kerontang. Sampai kemudian pemda setempat memfungsikan dengan
membangun saluran air di tengah-tengahnya.
Inilah sebuah contoh konkret tentang penjinakan sebuah sungai
besar. Daerah perkotaan yang tadinya selalu dihantui banjir,
terbebas dengan membelokkan sungai yang melintas di jantung kotanya.
Indramayu, kota yang memang benar-benar telah aman dari bahaya
banjir.
Sirnanya sebuah sungai, pada akhirnya kini mengubah
pula wajah kota. Sebuah jalan pun sudah dapat dibangun melintasi
bekas sungai itu, sehingga dapat menghubungkan bagian kota lain
dengan kawasan Sindang di sebelah barat.
Sebagian penduduk pun kini berani membangun rumah-rumah di
bekas sisi tanggul sebelah barat. Apalagi setelah sebuah jalan di
atas bekas tanggul sebelah barat juga dibangun. Kawasan sebelah
barat di sekitar rumah sakit dan pabrik es, yang dulu dikenal
sebagai sarang hantu, kini menjadi elok. Hantu-hantu di kawasan itu
pun telah kabur, entah ke mana. Mungkin ikut pindah ke Kali Baru
yang menjadi aliran Cimanuk sekarang. (agus mulyadi)
Foto: 1 buah.

Tidak ada komentar: