Jumat, 09 November 2007

Indramayu Kota Tanpa Angkot

KOMPAS - Senin, 23 May 1994 Halaman: 12 Penulis: MUL Ukuran: 6761
INDRAMAYU, KOTA TANPA ANGKOT
SEBUTAN "Kota Mangga" untuk Indramayu, Jabar mungkin belum
menggambarkan keadaan sebenarnya dari ibu kota kabupaten penghasil
mangga itu. Sebutan lain yang cukup pas, mungkin bisa ditambahkan
yakni "Kota Seribu Becak".
Mengapa harus disebut "Kota Seribu Becak"? Jawabannya, karena
jalan-jalan di kota kecil dengan delapan kelurahan, dan jumlah
penduduk sekitar 40.000 jiwa itu, dijejali lebih dari seribu becak.
Di setiap sudut kota, perempatan jalan, terminal, atau di depan
kantor-kantor pemerintah dan swasta, serta berbagai tempat lain,
menjadi lokasi parkir becak yang menunggu penumpang.
Ditambah lagi dengan becak yang hilir mudik di jalan raya,
lengkap sudah kesemrawutan lalu -lintas itu. Di sejumlah lokasi
tertentu, seperti Jalan Cu Teng dan Jalan Skober, becak betul-betul
mendominasi jalan raya. Kendaraan lain, terutama roda empat, jangan
harap dapat melewati kedua jalan itu.
Sebab di kedua sisi mulut jalan, menjadi ajang parkir becak.
Sedangkan di bagian tengah jalan, menjadi lokasi menaikturunkan
penumpang becak. Karena itu kendaraan lain, seperti juga sesama
becak itu sendiri, sangat sulit melalui kedua jalan di tengah kota
kecil itu.
Bahkan pada malam hari kesemrawutan lalu lintas di pusat kota
semakin menemukan bentuknya, terutama di Jalan Ahmad Yani. Di jalan
raya kawasan pasar Indramayu itu pada malam hari, memang dibebaskan
untuk dilalui becak. Akibatnya, kendaraan roda tiga ini bertumpuk,
berkeliaran atau mangkal di jalan itu mencari penumpang.
Untuk lebih menggambarkan lagi keadaan kota Indramayu yang
sebenarnya, mungkin perlu ditambah lagi sebuah sebutan yakni "Kota
Tanpa Angkot". Mengapa harus disebut seperti itu? Jawabannya pun
masih tetap mudah, karena ibu kota salah satu kabupaten di Propinsi
Jawa Barat ini memang tidak mempunyai sarana kendaraan umum roda
empat, berupa angkutan kota (angkot).
Padahal di ibu kota kabupaten lain di propinsi ini, angkot
sudah bukan merupakan kendaraan istimewa lagi. Untuk kota-kota kecil
lain seperti Indramayu sekalipun, atau juga bahkan kota lebih kecil,
rata-rata sudah memiliki angkutan umum angkot tersebut.
Mungkin Indramayu, tinggal satu-satunya ibu kota kabupaten di
Jabar yang belum mempunyai sarana kendaraan umum perkotaan.
Dan karena belum tersedianya angkot, mungkin yang menjadi
penyebab membanjirnya becak di Indramayu. Kendaraan roda tiga
dikayuh manusia yang di Jakarta telah diharamkan keberadaannya ini,
tetap setia menjadi satu-satunya sarana angkutan umum di dalam kota
Indramayu.
Padahal pertumbuhan kota di kawasan Pantai Utara Jabar ini,
dalam empat tahun terakhir mengalami pertumbuhan pesat. Laju
dinamika pembangunan terjadi, seiring mulai dibangunnya proyek
kilang minyak Exor I Balongan sekitar empat tahun lalu.
Adanya proyek itu sebenarnya membawa perubahan kemajuan di
Indramayu. Meski kecil, penduduk pun bertambah dengan adanya para
pekerja pendatang. Berbagai hotel, rumah makan, rumah minum, turut
pula bermunculan.
Padahal salah satu pelayanan jasa penginapan di salah satu
hotel di kota itu, telah bertarif melambung tinggi yakni 150 dollar
AS (sekitar Rp 300.000) per malam. Tetapi tetap saja jasa
transportasi umum di Indramayu, tetap mengandalkan becak. Angkutan
yang mungkin tidak dapat mengiringi derap laju pembangunan.
Karena itu mungkin cukup mengherankan, laju pertumbuhan itu
tidak dibarengi dengan penyediaan sarana angkutan umum perkotaan.
Sebab dengan hanya mengandalkan becak, penduduk yang tidak memiliki
kendaraan pribadi, harus bepergian untuk suatu keperluan di dalam
kota hanya dengan menggunakan kendaraan roda tiga itu.
Akibat tidak tersedianya angkot ini, sebagian pelajar,
pedagang, pegawai kantoran dan penduduk lainnya, terpaksa jalan kaki
atau menggunakan kendaraan pribadi mulai sepeda, sepeda motor,
sampai mobil untuk aktifitas mereka.
Khusus bagi pedagang, rencana dipindahnya pasar dari Jalan
Ahmad Yani ke wilayah Kelurahan Karangmalang, mungkin akan semakin
mempertinggi biaya transportasi angkutan becak bagi mereka. Sebab
lokasi itu semakin jauh dari tempat pemberhentian akhir kendaraan
umum luar kota, baik dari arah Jatibarang, Celeng, dan Karangampel.
Bagi penduduk luar kota Indramayu, untuk keperluan di dalam
kota otomatis membutuhkan biaya tidak sedikit. Sebab orang yang
datang dari arah Celeng, kendaraan umum hanya sampai di tempat
pemberhentian (bukan terminal) di sekitar SMA N I Indramayu. Bagi
orang dari arah Jatibarang, kendaraan umum hanya berhenti (bukan
terminal) di sekitar perempatan Jalan DI Panjaitan sampai Bunderan
Kijang. Hanya penumpang dari arah Karangampel/Cirebon yang turun di
terminal. Dari tempat-tempat pemberhentian kendaraan umum luar kota
itu, orang terpaksa naik becak atau jalan kaki untuk ke tempat-
tempat tujuan di dalam kota.

Sudah dipikirkan
RENCANA pengadaan angkot itu sendiri, sejak beberapa tahun lalu
sudah menjadi pemikiran pemda setempat. Bahkan sekitar empat tahun
lalu sebuah terminal angkot telah dibangun di Desa Terusan,
Kecamatan Sidang. Namun sampai saat ini terminal yang telah beberapa
kali diperbaiki itu tidak digunakan, karena memang tidak ada
kendaraan yang akan ditampungnya.
Menurut Bupati Indramayu, H. Ope Mustofa kepada Kompas pernah
mengatakan, serba sulit untuk menerapkan penyediaan angkot di
Indramayu. Salah satunya bagaimana mencari jalan keluar pekerjaan
bagi para penarik becak, yang bakal tersisih dengan adanya angkot.
Sebab lain, tidak ada pengusaha angkutan yang berani menanamkan
investasinya, dengan menyediakan sarana angkot di Indramayu. Dalam
perhitungan pengusaha angkutan dengan melihat berbagai kemungkinan
yang ada, diperkirakan sulit meraih keuntungan dari usaha angkutan
umum di Indramayu ini. Karena itu, sampai dengan saat ini belum ada
penanam modal untuk pengadaan angkot di Indramayu.
Padahal angkot bisa disediakan untuk melayani tidak hanya di
dalam kota, tetapi juga sejumlah desa sekitar di Kecamatan
Indramayu. Jumlah pendududk se-Kecematan Indramayu sebanyak lebih
dari 88.000 jiwa dari 11 desa dan 8 kelurahan yang ada, sebenarnya
cukup potensial untuk menggunakan jasa angkot. Apalagi ditambah
penduduk dari kecamatan sekitar, Sindang, Balongan, dan Jatibarang.
Tanpa angkot, Indramayu mungkin akan tetap tertatih-tatih.
Aktifitas sebagian penduduknya tetap akan terhambat, akibat
terbatasnya sarana angkutan umum dalam kota. Padahal pertumbuhan
pembangunan Indramayu semakin melaju ke depan, seiring adanya Exor I
yang diiringi pertumbuhan industri hilirnya. (mul)

Tidak ada komentar: