Jumat, 09 November 2007

Kesabaran, Bekal Para Pencari Nener di Indramayu

KOMPAS - Senin, 30 May 1994 Halaman: 12 Penulis: MUL Ukuran: 5416 Foto: 1
KESABARAN, BEKAL PARA PENCARI NENER DI INDRAMAYU
SELAMA 11 jam setiap hari Nuripan berendam di pantai Desa
Sukareja, Kecamatan Balongan, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Dengan
menggunakan seser (jaring kecil), dia membungkuk menyusuri sisi-sisi
sarid (semacam rumpon mengambang terbut dari untaian rumput)
sepanjang sekitar 20 meter, dari batas bibir pantai ke arah laut.
Berulang-ulang secara teratur, Nuripan menjalankan seser-nya
dari salah satu sisi sarid, mulai bibir sampai batas ujung rumpon
itu. Sampai di ujung rumpon dia berputar, kembali menyisir sisi sarid
sebelahnya dengan seser sampai ke batas bibir pantai.
Seser pun lantas diangkat. Air laut yang masih berkumpul di
ujung seser berlubang lembut tersebut, diciduk menggunakan sebuah
piring beling. Dia memeriksa air di piring yang ternyata berisi
puluhan bibit ikan itu. Piring berisi air dan bibit ikan itu
dibawanya ke pantai. Sambil berjongkok, Nuripan meneliti satu per
satu bibit ikan, ditemani istri dan anak tunggalnya berusia sekitar
enam tahun, yang hari itu kebetulan ikut ke pantai.
Ketika matanya bertumbuk pada seekor bibit ikan sebesar jarum
pentul, dengan badan begitu bening dan transparan serta hanya
terlihat bagian kepalanya, Nuripan mengeluarkan alat lainnya yakni
sebuah kerang. Bibit ikan berbadan transparan itu segera diciduknya,
dan dimasukkan ke dalam rantang berisi air. Puluhan ekor bibit ikan
sejenis berbadan transparan, ternyata sudah terkumpul pula di tempat
itu. Keberadaan bibit ikat tersebut, terlihat dari bintik hitam yang
menunjukkan bagian kepalanya.
"Semuanya sudah ada sekitar 70 ekor. Saya mulai mencari sejak
jam enam pagi," kata Nuripan ketika Kompas menemuinya sekitar pukul
10.00 pekan lalu.
* * *
PULUHAN ekor ikan yang telah berhasil dikumpulkan Nuripan adalah
bibit ikan bandeng (nener). Di Pantai Sukareja terdapat lebih dari 10
orang pencari nener seperti Nuripan. Dari mereka inilah, sebagian
kebutuhan nener para petambak ikan bandeng di pertambakan Indramayu
dipasok.
Untuk mencari nener, tidak perlu membutuhkan banyak peralatan.
Para pencari nener seperti Nuripan, Kurdi, dan Warman, dan lainnya,
alat yang dibutuhkan cukup sebuah seser, sarid, kerang, dan rantang.
Kecuali sarid, peralatan untuk mencari nener itu dapat ditenteng.
Sarid adalah untaian potongan rumput, yang diuntai dengan
tambang plastik. Sejenis rumpon ini ditaruh mengambang di atas air
sepanjang sekitar 20 meter. Untuk menjaga agar tidak terbawa ombak,
di bagian ujung diberi beban. "Berbagai bibit ikan termasuk nener
biasanya berkumpul di sekitar rumpon itu," kata Nuripan.
Mungkin pula karena ingin memancing agar nener berkumpul di
sekitar sarid, sekitar 10 pencari nener di Pantai Sukareja itu
memasangnya tidak berjauhan. Antara satu sarid dan sarid yang lain,
rata-rata berjarak sekitar tujuh meter.
Nener yang berhasil dikumpulkan Nuripan, dalam satu hari dapat
mencapai sekitar 200 ekor. Jumlah yang tidak terlalu berbeda
diperoleh pula oleh pencari nener lainnya.
Bibit ikan bandeng yang selanjutnya dibudidayakan di pertambakan
tersebut, dijual di lokasi pencariannya itu dengan harga Rp
40/ekor. "Kalau setiap hari saya mendapatkan 200 ekor nener, berarti
saya memperoleh uang sebesar Rp 8.000," kata Nuripan.
Para petambak bandeng biasanya mencari langsung nener untuk
ditanam di tambaknya, pada para bandar pengumpul nener. Tiap ekor
nener dijual bandar dengan harga Rp 50/ekor.
* * *
PERBURUAN bibit bandeng sepertinya memang pekerjaan mudah, dan
menghasilkan pendapatan yang cukup bagi penduduk/nelayan desa. Namun
pekerjaan itu sebenarnya membutuhkan tingkat kesabaran dan ketelitian
tinggi, yang tidak dimiliki oleh semua orang. Apalagi mereka yang
mempunyai sifat tidak sabaran.
Kesabaran diperlukan saat pencarian dilakukan. Langkah kaki
harus perlahan, untuk menyusuri air pantai dengan kedalaman sampai
di atas lutut. Untuk itu badan juga harus dibungkukkan, dengan kedua
tangan memegangi tangkai seser.
Setiap putaran penyisiran sekitar rumpon menggunakan seser itu,
tidak selalu memperoleh hasil. Sebab kadang-kadang tidak seekor pun
nener tampak terjaring.
Ketelitian dibutuhkan untuk memeriksa satu per satu dari puluhan
bibit ikan yang terjaring. Sebab yang diambil hanyalah nener.
Sedangkan puluhan ekor bibit ikan lain yang selalu terjaring, dibuang
begitu saja ke laut atau pasir pantai.
Musim nener biasanya berlangsung pada bulan Mei dan Juni, serta
Oktober-November. Sesudah Juni sampai sebelum Oktober, berganti musim
bibit udang (benur). Para pencari nener di Sukareja pun, beralih
mencari benur.
Nuripan pun kembali terbungkuk-bungkuk menyusuri rumpon dengan
sesernya. Matanya pun harus awas memilih seekor dua ekor nener dari
puluhan bibit ikan lain yang terjaring. Selama sebelas jam dari
pukul 06.00-17.00 Nuripan melakukan pekerjaan utamanya itu, hanya
diselingi istirahat ketika istrinya datang, membawa makanan. (mul)
Teksfoto: 1
Kompas/mul
HARUS TELITI - Nuripan dan anak istrinya harus cermat dan teliti
mencari nener di piring. Nener biasanya hanya jelas terlihat dari
bintik hitam kepalanya, sebab badan bibit bandeng sebesar jarum ini
tampak sebening air.

Tidak ada komentar: