Senin, 12 November 2007

Grebeg Syawal, Ziarah Keraton Kanoman

KOMPAS - Selasa, 14 Apr 1992 Halaman: 13 Penulis: MULYADI, AGUS Ukuran: 6641
GREBEG SYAWAL, ZIARAH KERATON KANOMAN
SUASANA lebaran di Cirebon, ternyata masih berlangsung sampai
seminggu berikutnya. Malah bisa disebut sebagai puncak lebaran itu
sendiri. Hingga bisa dikatakan di Cirebon berlangsung dua kali
lebaran. Selain Idul Fitri masih ada "lebaran" lain yang disebut
Grebeg Syawal. "Lebaran" kedua ini, berlangsung persis seminggu
setelah Idul Fitri. Tradisi yang dikenal pula dengan lebaran Syawal
itu, pada tahun 1992 ini berlangsung hari Minggu (12/4).
Grebeg Syawal merupakan saat keluarga keraton Kanoman Cirebon,
berziarah ke makam leluhur, yakni ke komplek pemakaman Sunan Gunung
Jati, di Gunung Sembung, sekitar lima kilometer arah utara dari
pusat kota Cirebon. Ziarah kerabat keraton ini dilakukan pada
waktu berbeda, tetapi pada hari yang sama.
Ziarah dalam lebaran Syawal dilakukan pula oleh sebagian
penduduk Cirebon dan sekitarnya. Sehingga pada hari ziarah ini lebih
dari 50.000 orang memadati komplek pemakaman salah seorang wali
penyebar Islam tersebut.
Sejak sekitar pukul 07.00, sebagian masyarakat Cirebon sudah
mulai berdatangan ke komplek makam Gunung Jati. Seiring membubungnya
matahari, makin banyak pula orang datang ke dua tempat keramat
tersebut. Sehingga sejak dua kilometer sebelum komplek pemakaman,
terlihat ribuan orang berduyun-duyun menuju tempat ziarah. Demikian
pula yang terjadi dari arah utara komplek pemakaman.
Warna-warni pakaian yang dikenakan para peziarah, tampak marak
di kedua sisi jalan, serta kedua jalan masuk ke pemakaman yang
dipadati para pedagang kaki lima. Tradisi berlebaran dengan saling
bersalaman pun terlihat diantara pengunjung yang saling kenal.
Mungkin pada hari Idul Fitri, mereka tidak sempat bersalaman.
Selain dengan tujuan berziarah, sebagian pengunjung
memanfaatkan kesempatan hari itu untuk mencari berkah. Seperti
kuburan dan lokasi-lokasi lain yang dianggap keramat, pemakaman
Gunung Jati tidak luput dari orang-orang bermaksud itu.
"Tiap tahun saya ikut berziarah dalam lebaran Syawal, mencari
berkah agar dagangan saya laris," ujar seorang pengunjung asal
Jumblang, Kabupaten Cirebon. Sedangkan peziarah asal Cimahi
menuturkan, dia baru dua kali ini ikut Grebeg Syawal. Tujuannya
tentu saja berziarah, sambil mencari berkah.
Menurut laki-laki berusia sekitar 50 tahun ini, pengunjung
sebagian punya niatan mencari berkah. Baik agar mendapat tempat
"basah" dalam pekerjaan di kantor, mendapat jodoh, ataupun dagangan
laris. Entah apakah dagangan tadi sendiri laris atau tidak, setelah
rutin tiap tahun dia ikut berziarah.
Upaya mencari berkah itu selain mengirim doa, juga mengambil
beberapa benda dari dalam komplek seperti bunga ziarah di atas
makam, ranting pohon, abu bekas kemenyan, dan apa saja yang dianggap
mempunyai "kekuatan", serta mencuci muka dari air tersedia. Sebagian
pengunjung di depan pintu bersujud dan ada yang melempar uang
sekadarnya.
Peziarah bukan hanya terdiri dari pribumi saja, tapi nampak
pula keturunan Cina ikut serta. Bahkan dengan membawa tradisi mereka
seperti membakar hio, di dalam komplek pemakaman tersebut.
*****
KOMPLEK pemakaman Gunung Jati terbagi dua yaitu, perbukitan
yang dikenal sebagai Gunung Sembung, terletak di sisi barat jalan
raya yang merupakan tempat pemakaman Sunan Gunung Jati dan
keluarganya. Satu lagi di perbukitan yang dikenal sebagai Gunung
Jati, di sisi utara jalan raya.
Dengan sendirinya pengunjung di pertigaan jalan depan komplek
pemakaman, terbagi dua. Ada yang menuju ke pemakaman Sunan Gunung
Jati dan keluarganya di Gunung Sembung, ada pula yang langsung ke
pemakaman di Gunung Jati.
Meski sudah terpecah, pengunjung lebih banyak yang mengalir ke
makam Sunan Gunung Jati. Penyebabnya, pada Grebeg Lebaran pintu-
pintu di komplek pemakaman dibuka. Ini adalah kesempatan bagi
pengunjung untuk sekedar melihat makam-makam diluar pintu. Bersama
dengan saat keluarga berziarah langsung ke makam seorang wali
penyebar agama Islam itu, dan makam keluarga lainya.
Dibukanya pintu-pintu makam, karena pada hari itu kerabat
Keraton Kanoman berziarah kemakam leluhur. Pakaian yang digunakan
kerabat Keraton Kanoman membedakan mereka dengan pengunjung lain,
semuanya berpakaian baju lengan panjang putih dengan memakai
kain batik, serta blangkon di kepala. Keluarga Keraton Kanoman dan
yang ikut berziarah pada Grebeg kali ini, lebih dari lima puluh
orang.
Keluarga keraton dengan dipimpin Sultan Kanoman Jalaludin dan
Patih Keraton Kanoman, Pangeran RM Imamuddin, di setiap rumah
pemakaman melakukan tahlilan. Acara kirim doa ini, selain di makam
Sunan Gunung Jati, juga di makam-makam leluhur keraton lainnya.
Ditutup dengan acara makan bersama, bertempat di pendopo bagian
selatan komplek pemakaman Gunung Sembung.
RM Imamuddin kepada Kompas menjelaskan, acara tahlilan, sebagai
upacara kirim doa, sepuluh kali. Menurut dia, acara Grebeg Syawal
dilakukan setiap tahun. "Acara ini merupakan tradisi keluarga
keraton dan juga masyarakat Cirebon," ujarnya. Tahlilan dimulai
dimakam Sunan Gunung Jati, dan diakhiri tahlilan pamitan di depan
pintu Selamatangkep, sesudah makan bersama di pendopo.
Pada saat acara kirim doa, pintu-pintu disekitar makam leluhur
yang dikunjungi ditutup, sehingga pengunjung lain tidak dapat
mengikuti. Dalam setiap tahlilan ini, dibakar kemenyan pada sebuah
dupa, hingga aromanya menyebar di komplek pemakaman itu.
***
SEORANG juru kunci di pemakaman Gunung Jati, H. Sopandi
(55) menuturkan, tradisi Garebeg Syawal ini telah berlangsung sejak
dahulu kala. Acara ziarah sebagai rasa hormat kepada leluhur, yang
juga penyebar agama Islam di Cirebon dan sekitarnya.
Dan acara ziarah, menurut H. Sopandi, tidak hanya oleh keluarga
Keraton Kanoman, tetapi juga keluarga Kasepuhan Cirebon. "Waktu
ziarah keluarga Keraton Kasepuhan, dilakukan pada hari berbeda,"
ujarnya. Dan pintu-pintu di dalam komplek pemakaman itu dibuka
kembali pada hari Idul Adha, tanggal 10 Zulhijah. Selain untuk
ziarah keluarga Keraton Kanoman, juga dilangsungkan Sholat Ied,
bersama masyarakat sekitar.
Komplek pemakaman Gunung Jati (Gunung Sembung dan Gunung Jati),
selain ramai diziarahi pada saat Grebeg Syawal, juga pada setiap
malam Jumat Kliwon, dan Maulud Nabi Muhammad SAW. Pada acara itu,
pengunjung dari daerah lain, sampai jauh di luar Cirebon,
berdatangan membanjiri komplek pemakaman yang dianggap keramat itu.
(Agus Mulyadi)