Jumat, 09 November 2007

Exor I Mengolah Minyak Bakar Jadi BBM

KOMPAS - Jumat, 26 May 1995 Halaman: 14 Penulis: MULYADI, AGUS Ukuran: 7102
EXOR I MENGOLAH MINYAK BAKAR JADI BBM
PASOKAN BBM dalam negeri kini bertambah dengan telah
beroperasinya kilang minyak Exor I, yang diberi nama UP (unit
pengolahan) VI Pertamina. Kilang ini pun memecahkan persoalan
pengolahan jenis minyak Duri yang selama ini hanya digunakan untuk
minyak bakar.
Kilang minyak yang terletak di pesisir pantai Laut Jawa antara
Cirebon-Indramayu ini, Rabu (24/5) lalu diresmikan oleh Presiden
Soeharto. Peresmian ini sempat tertunda, dari rencana sebelumnya 30
Januari 1995. Penyebab penundaan, karena unit RCC (residue catalytic
cracking) di kilang ketika itu mengalami kerusakan.
Unit RCC ini merupakan organ vital di kilang itu, karena
merupakan alat yang mengubah residu menjadi minyak ringan. Dan RCC
ini menjadi salah satu unit yang dibanggakan kilang itu. Dengan
kapasitas olah minyak mentah 83.000 barel per hari (bph), unit RCC
Exor I menjadi yang terbesar kapasitasnya di dunia.
Sebagai perbandingan, dua RCC dengan kpasitas di bawahnya
adalah RCC yang dimiliki kilang minyak di Kentucky, AS, dan di
Australia Barat. Kapasitas oleh minyak mentah masing-masing RCC di
dua kilang minyak itu, hanyalah 44.000 bph.
Di RCC inilah residu direkah dengan media katalis. Dari sini
kemudian dihasilkan motor gasoline (premium), kerosene (minyak
tanah), dan jenis BBM lainnya.
Menurut manajer proyek Exor I, HR Soeharto beberapa waktu lalu,
ada beberapa tujuan mengapa kilang BBM Exor I dibangun di Balongan.
Salah satunya, kenyataan peningkatan kebutuhan BBM dalam negeri 6
persen per tahun. Meski banyak sumber energi alternatif, BBM tetap
masih memegang peranan penting.
Lainnya, minyak mentah yang diolah Exor I adalah jenis minyak
mentah dengan kadar berat-kental yaitu minyak Duri. Jenis minyak
mentah ini kurang diminati konsumen di luar negeri. Untuk harganya,
lebih rendah sekitar 2 dollar per barrel dari minyak mentah Minas.
Seandainya harga Minas sekarang 17 dollar per barrel, maka
harga minyak Duri 15 dollar per barrel. Ketika sudah menjadi BBM,
misalnya premium, akan mempunyai nilai lebih, karena premium dapat
mencapai harga 27 dollar per barrel. Padahal yang dihasilkan
kilang tidak hanya premium, tetapi juga berbagai jenis BBM lain.
Negara yang masih mau mengimpor minyak Duri adalah Jepang. Di
negara itu, minyak Duri tidak diolah menjadi BBM seperti di Exor I
tetapi hanya dijadikan sebagai minyak bakar.
***
ADANYA kilang Exor I, direkayasa agar minyak berat Duri itu
dapat diolah menjadi BBM. Di Balongan inilah, sebagian besar minyak
mentah yang diolah adalah dari jenis Duri yakni sebesar 80 persen
(100.000 barel), dari kapasitas olah seluruhnya 125.000 bph. Sisanya
yang 20 persen (25.000 barel mengolah minyak mentah Minas.
Mengingat sifat minyak Duri yang khusus itu, maka proses
pengolahannya memerlukan alat spesifik. Yang terpenting adalah RCC
itu, yang mengubah residu menjadi minyak ringan, dan ARHDM
(atmospheric residue de-metalizing) yang berfungsi mengurangi
kandungan logam berat (Ni-V) pada residu, sebelum diolah di RCC.
Lantas mengapa Exor I dibangun di Balongan? Soeharto
menyebutkan alasannya, karena di Balongan sudah ada depot minyak
milik Pertamina, yang selama ini memasok kebutuhan BBM di Jabar . Di
Balongan juga sudah ada fasilitas Pertamina yang menghasilkan salah
satu bahan pasok Exor I yakni gas alam.
Balongan juga tidak terlalu jauh dari Jakarta. Dengan tujuan
bahwa Exor I untuk memenuhi kebutuhan BBM di DKI Jakarta (35 persen
produksi BBM nasional untuk memenuhi kebutuhan ibu kota dan Jabar),
jarak pengiriman sejauh 210 km ke depot Plumpang, Jakarta, dapat
dilakukan dengan pipanisasi.
Pipanisasi di Jabar utara ini menambah pemasokan BBM melalui
pipa, setelah sebelumnya dilakukan dari kilang minyak Cilacap. Dari
kilang itu BBM dikirimkan melalui pipanisasi ke Yogyakarta dan
Padalarang, Bandung. "Kelak pipa BBM di utara dapat disambungkan
dengan pipa di selatan, melalui Malangbong, Garut," kata Soeharto.
Dia menambahkan pula, dipilihnya Balongan karena dampak
terhadap lingkungannya kecil. Sebelumnya, Balongan bersaing dengan
NTB, Jatim, dan Bekasi.
Berbagai pertimbangan dan tujuan itulah yang kemudian membuat
Exor I menjatuhkan pilihannya di Balongan. Lahan seluas 450 hektar
menjadi lokasi kilang di Desa Sukareja dan Majakerta. Seluas 250
hektar untuk operasional kilang, dan sisanya sebagai daerah aman.
Selama 51 bulan, sejak September 1990, pembangunan kilang
dilakukan sampai dianggap selesai akhir November 1994. Total dana
yang diserap untuk pembangunan kilang pengolahan minyak berat jenis
Duri itu, 2 milyar dollar (Rp 4 trilyun lebih) dananya disandang
oleh Konsorsium JAPIC.
Minyak berat Duri pun kini dapat diolah, sehingga kebutuhan BBM
warga ibu kota dapat dipenuhi. Selain itu dihasilkan pula LPG yang
didistribusikan ke Jakarta, Bandung, Semarang, dan ekspor.
Tetapi kepala unit kilang Exor I (yang akan menjadi Unit
Pengolahan/UP VI Pertamina), Ir Mustofa, juga mempunyai pemikiran
lain. Exor I tidak hanya mengolah minyak Duri dan Minas. Dia
berupaya, minyak mentah dari pemboran sumur Jatibarang pun, dapat
diolah di Exor I. Sebab selama ini minyak mentah dari Jatibarang
diekspor. Padahal lokasi sumur Jatibarang hanya sekitar 20 km dari
Exor I. Sebaliknya bahan minyak mentah Duri dan Minas di Exor I,
didatangkan dengan menggunakan kapal dari Sumatera.
***
EXOR I Balongan sendiri sekarang antara lain memproduksi, motor
gasoline (premium) sebanyak 54.508 bph/bpcd (barrrel per
calendarday), kerosene (minyak tanah) 10.437 bph, automotive diesel
oil (solar) 24.429 bph, industrial diesel fuel (minyak diesel)
14.890 bph, decant oil 7.233 bph, LPG 3.978 bph, propylene 6.148
bph, dan sulfur 27 ton per hari.
Dengan beroperasinya kilang minyak Exor I berkapasitas olah
125.000 bph/bpsd (barrel per stream day), kapasitas oleh BBM di
Indonesia bertambah 12,64 persen. Dari sebelumnya 864.900 bph,
menjadi 989.900 bph.
Kilang minyak selain Exor I antara lain Pangkalan Brandan
dengan kapasitas 5.000 bpsd, Dumai/S. Pakning 170 bpsd, Sumbagsel
132.500 bpsd, Cilacap 300.000 bpsd, daerah Kalimantan 253.600 bpsd,
dan kilang minyak Cepu 3.800 bpsd.
Sedangkan perkiraan kebutuhan BBM dalam negeri, berturut-turut
pada tahun 1992/1993 sebanyak 40,9 juta kilo liter/tahun, 1993/1994
sebanyak 44,2 juta kilo liter/tahun, 1994/1995 47,3 kilo
liter/tahun, dan tahun 2000/2001 nanti meningkat menjadi 66 juta
kilo liter/tahun. (agus mulyadi)
Teksfoto:
Kompas/rat
KILANG BBM BALONGAN - Presiden Soeharto hari Rabu (24/5) meresmikan Kilang
Bahan Bakar Minyak (BBM) Pertamina Balongan, di Kabupaten Indramayu, Jawa
Barat. Kepala Negara didampingi Menteri Pertambangan dan Energi IB Sudjana dan
Dirut Pertamina F. Abda'oe (kiri) mengadakan peninjauan keliling Kilang BBM
Balongan seusai peresmian.

Tidak ada komentar: