Senin, 12 November 2007

Di Desa Pun Tetap Mewah, Konser Rock Gong 2000

KOMPAS - Sabtu, 19 Dec 1992 Halaman: 14 Penulis: OKI/MUL Ukuran: 5951
DI DESA PUN TETAP MEWAH,
KONSER ROCK GONG 2.000
BYAR ... bunyi ledakan diiringi semburat cahaya kembang api
menerangi lapangan kecil di sebuah desa yang biasanya sunyi. Suasana
Desa Legok, Kecamatan Paseh, Kabupaten Sumedang Sabtu (28/11) malam
berubah seketika. Begitu pula yang terjadi di Stadion Merdeka Kodya
Cirebon, Sabtu (5/12) malam. Suasana hingar-bingar dan penuh
kemeriahan itu bukan pusat kembang api menyambut tahun baru 1993.
Tetapi adalah suasana Konser Gong 2000 terbaru di Jawa Barat.
Hadir dengan personil lengkap, Ian Antono, Ahmad Albar,
Donny Fattah, Harry Anggoman, dan Yaya Moektio, pentas kelompok
Gong 2000 ternyata tak kalah meriah dibandingkan dengan pentas
kelompok tersebut di Jakarta, beberapa waktu sebelumnya.
Di Paseh, para penonton yang sebagian besar adalah penduduk
beberapa desa di Sumedang, ikut bernyanyi. Hujan rintik-rintik dan
dinginnya malam tidak dihiraukan sekitar 2.000 penonton. Nyatalah,
bukan orang kota besar saja yang bisa menikmati lagu-lagu rock,
orang desa pun "fasih" melantunkannya.
Di Cirebon, hingar bingar hentakan musik rock seolah membius
sekitar 2.000 penonton yang mengisi sebagian lapangan Stadion
Merdeka. Sebanyak 12 lagu berlalu tanpa terasa, seperti tak
terasanya gerimis hujan yang membasahi bumi Cirebon malam itu.
******
KONSER Gong 2000 di Sumedang dan Cirebon memang agak istimewa.
Diselenggarakan di sebuah tempat yang sebetulnya bukan pasaran
potensial, bahkan di Sumedang jauh dari keramaian penduduk. Jaraknya
dari kota Sumedang sekitar 20 kilometer, tepat di jalan raya utama
menuju Cirebon. Dari segi ini saja, rasanya belum ada musisi "papan
atas" yang mau berkonser seperti itu.
Keadaan demikian nyatanya tidak membuat Konser Gong 2000
kehilangan bobot. Bahkan agak di luar dugaan, sebab berlangsung sama
mewahnya dengan di beberapa kota besar beberapa tahun sebelumnya.
Terakhir Konser Gong 2000 di Parkir Timur Senayan.
Tetap dengan panggung berukuran besar, sekitar 42 kali 14
meter. Barisan puluhan lampu sorot aneka warna berkekuatan total
340.000 watt, sound system 80.000 watt, serta efek-efek khusus yang
terkesan sangat "wah", menjadikan penampilan Gong 2.000 termewah
sepanjang sejarah Sumedang dan Cirebon.
Dibuka kelompok Whizzkid, konser semula diperkirakan tidak akan
istimewa. Sebab penonton yang masuk hanya sekitar 1.000 orang saja.
Mereka pun terlihat pasif dan tampak tidak menikmati. Lebih sial
lagi, seperti sudah direkayasa, hujan deras turun beberapa saat
setelah kelompok itu tampil di kedua stadion itu.
Tampil dengan sekitar 10 lagu Barat yang diambil dari album
Guns n' Roses, Deep Purple, Extreme, White Snake, grup Whizzkid
kurang mampu mengajak penontonnya berpartisipasi. Paling hanya
melalui lagu Woman from Tokyo-nya Deep Purple, grup pembuka
konser Gong tersebut mendapat dukungan aksi penonton.
Suasana mulai berubah ketika Gong 2000 tampil, dan Ahmad
Albar langsung menyerukan Kepada Perang sebagai lagu pembukanya.
Kemudian menyusul Rindu Damai, Bla-bla-bla, Kepala Dua, Semut
Hitam dan masih banyak lagi lagu lainnya. Penonton pun mulai
bertambah, dan tarian serta nyanyian penonton pun terdengar
memecah malam yang biasanya sunyi.
"Kalian hebat sekali. Kalian sungguh luar biasa," kata-kata
itu diungkapkan vokalis utama Gong 2000 Ahmad Albar beberapa
kali. Tentu saja pujian itu disambut dengan nyanyian lebih
nyaring sekitar 2.000 penonton yang memenuhi Stadion Legok.
Ahmad Albar memang pantas menyampaikannya. Betapa tidak,
semula ada keraguan para penonton akan bisa mengapresiasi lagu-lagu
Gong 2000. Nyatanya hampir setiap lagu selalu diikuti dengan baik
oleh penonton, yang tidak sedikit datang langsung dari Bandung.
Seolah ingin meyakinkan, Ahmad Albar "menguji" para penontonnya
cukup lama melalui lagu Semut Hitam. Hasilnya memang memuaskan.
Penonton yang sebetulnya sedikit dibanding konser Gong sebelumnya,
mampu membuat Paseh dan Cirebon "dipenuhi" semut hitam.
******
KONSEKUEN, kata itu rasanya tepat ditujukan kepada Gong 2000.
Seperti seringkali diungkapkan Ahmad Albar pada acara jumpa pers
sebelum berlangsungnya konser, Gong 2000 tidak pernah membedakan
pertunjukkan di kota besar atau kota kecil. Artinya, semua kemampuan
kelompoknya akan ditampilkan untuk menghibur penggemarnya. Hal
itu terbukti di Paseh dan Cirebon.
Dari segi bisnis, konser yang konon tidak disisipi sponsor sama
sekali itu, membutuhkan biaya puluhan juta rupiah. Dengan harga
karcis masuk hanya Rp 5.000, dan jumlah penonton sekitar 2.000
orang, pastilah konser secara materil merugi. Tetapi ada segi-segi
lain yang bisa dijadikan pengetahuan.
Antara lain, apresiasi penonton Indonesia terhadap musik dan
lagu rock Indonesia, tidaklah seburuk "kelesuan" musik Indonesia
yang sedang terjadi saat ini. Lagu-lagu rock Indonesia nyata
lebih bisa dinikmati masyarakat di kota kecil tersebut.
Kebalikannya, lagu-lagu kelompok yang sudah mendunia seperti Guns n'
Roses atau Deep Purple sangat sedikit sekali diketahui pecinta musik
rock di kedua kota kecil tersebut.
Mungkin, pelajaran seperti itulah yang ingin diperoleh Gong
2000. Sebagai contoh, Sumedang dan Cirebon mungkin kurang
representatif. Tapi sebagai gambaran, konser Gong 2000 di kedua kota
itu bisa membuktikan, musik Indonesia masih menjadi tuan rumah di
negerinya sendiri. Kalau sudah begitu, tinggal bagaimana strategi
insan musik Indonesia mengelola pasarnya. Lagi ... Lagi ... Rock,
Yeah. (Rakaryan S/Agus Mulyadi)
Foto:
Kompas/oki
TETAP MEMIKAT - Sekalipun manggung di desa, Gong 2000 tetap memikat ì
masyarakat terutama kalangan muda. Ahmad Akbar mampu membuat penonton ì
berjingkrak-jingkrak mengikuti irama rock yang dibawakan.