Senin, 12 November 2007

Ancaman Kekeringan Saat Kemarau Tiba

KOMPAS - Senin, 27 Jun 1994 Halaman: 17 Penulis: MULYADI, AGUS Ukuran: 7390
ANCAMAN KEKERINGAN "ABADI" SAAT KEMARAU TIBA
PADA musim kemarau, sebagian petani di Kabupaten Indramayu dan
Cirebon, Jabar, bisa dikatakan mereka hampir tidak dapat berbuat
apa-apa terhadap ancaman kekeringan pada tanaman padi mereka. Juga
pada musim tanam (MT) 1994 sekarang.
Penyebab yang menghadang petani-petani tersebut, karena semakin
menipisnya sumber air di saluran-saluran air. Bahkan sejumlah
saluran sudah tidak berair lagi. Ditambah lagi dengan tidak turunnya
hujan lebih dari satu bulan terakhir, dan terik matahari yang begitu
menggigit, mengakibatkan penguapan air semakin tinggi.
Akibatnya, petak-petak sawah sudah retak-retak. Areal yang
tidak terjamah air ini, tidak hanya pada lahan yang tidak ditanami
padi, tetapi juga pada lahan yang sudah keburu ditanami padi. Bahkan
areal persemaian benih padi pun tidak luput turut retak-retak.
Ancaman kekeringan pada lahan pertanian di dua kabupaten
kawasan pantura (pantai utara) Jabar ini, mencapai areal sekitar
24.000 ha. Di Indramayu seluas 18.000 ha yang terancam kekeringan,
dan di Cirebon 6.000 ha. Bahkan untuk seluruh Jabar, sampai
pertengahan Juni 1994 ini, kekeringan mengancam areal tanaman padi
seluas 32.600 ha.
Kondisi di sebagian pesawahan di dua kabupaten lumbung beras
Jabar itu sendiri, bisa menunjukkan apakah kekeringan masih dalam
wujud ancaman atau kering yang sesungguhnya. Sebab di sebagian
lokasi, seperti di kecamatan-kecamatan Kandanghaur, Losarang,
Juntinyuat, dan lainnya di Indramayu, terlihat tanaman padi dan
persemaian sudah mulai berwarna kekuningan.
Ihwal kekeringan yang masih dalam bentuk ancaman atau
sesungguhnya, berasal dari mengeringnya saluran air dan tidak
turunnya hujan. Ditambah lagi dengan ditanaminya sejumlah areal
sawah yang tidak dijamin airnya pada musim gadu sekarang. Akibatnya,
untuk sawah-sawah yang tidak terjamin airnya ini, kekeringan
langsung mengancam, ketika tanaman padi baru berusia beberapa hari.
Itu semua berawal dari spekulasi petani untuk tetap menanam
padi, yang akhirnya meleset. Saat tanam musim gadu, petani berharap
mendapat giliran air irigasi. Namun di sejumlah lokasi, air irigasi
ini sudah dibendung di bagian hilir oleh petani lainnya di kawasan
hulu saluran.
Luas areal pesawahan yang ditanami padi pada MT 1994 ini,
sebenarnya memang jauh lebih sedikit dibanding MT 1993/1994. Di
seluruh Jabar saja, dari luas sawah 1,2 juta ha lebih, untuk MT gadu
ini hanya diproyeksikan untuk ditanami seluas 800.000 ha. Tetapi
sampai akhir Mei 1994 lalu, realisasi tanam baru mencapai 520.000
ha. Sawah sisanya dibiarkan terlantar, dan sebagian kecil lainnya
ditanami palawija.
Untuk Indramayu, dari proyeksi MT 1994 seluas 74.000 ha, luas
hamparan tanaman padi yang baru terealisasi baru mencapai 72.447 ha.
Areal tanaman padi yang terancam kekeringan, tidak hanya berada
pada lahan-lahan yang tidak dijamin airnya. Di Indramayu misalnya,
dari 18.000 ha yang terancam, seluas 9.997 ha di antaranya, berada
pada persawahan yang dijamin airnya dari Bendung Rentang
(Majalengka).
Itu semua terjadi, karena semakin menurunnya debit air Rentang
yang saat ini tinggal 27 m3, atau hanya bisa mengairi 27.000 ha
sawah. Padahal seluruh areal tanam di kawasan irigasi Rentang saat
ini mencapai 66.000 ha. Sedangkan di pesawahan Indramayu barat,
konon areal seluas 25.000 ha masih tetap dapat dijamin airnya oleh
suplai dari POJ (Perum Otorita Jatiluhur).
Namun angka-angka tentang luasnya sawah yang dapat diairi itu,
hanya berbicara pada saat musim hujan atau pada masa tanam musim
rendeng. Pada musim kemarau sekarang, terbukti, kemampuan Rentang
begitu terbatas.
***
MENGHADIPI ancaman kekeringan ini, segala daya sudah dan akan
terus dilakukan untuk menanggulanginya. Dua cara yang ditempuh saat
ini, dan terbukti berhasil mengurangi teraliri air, secara
bergantian pada areal berbeda. Cara seperti ini di Indramayu
misalnya, telah berhasil mengurangi ancaman seluas 5.000 ha,
sehingga dari sebelumnya terdapat 23.000 ha yang terancam
kekeringan, kini tinggal 18.000 ha.
Cara kedua yang dilakukan adalah dengan pompanisasi. Air-air
yang masih menggenang di saluran-saluran baik saluran irigasi maupun
saluran pembuang- disedot dan dialirkan ke sawah. Di Indramayu,
menurut Kadinas Pertanian Tanaman Pangan setempat, Otang Abdulhay,
sudah dikerahkan 487 unit pompa.
Pemda telah membantu dengan 10 unit pompa, yang dibagikan
kepada petani di Indramayu 6 unit, Cirebon dan Bandung masing-masing
2 unit. Sedangkan Dirjen Pertanian Tanaman Pangan memberi bantuan 10
unit pompa untuk Indramayu. Gilir air dan pompanisasi, hanyalah
upaya jangka pendek, untuk mengatasi setiap datangnya bencana alam
kekeringan, meski baru sebatas ancaman.
Salah satu upaya penanggulangan mengatasi kekeringan yang
selalu mengancam, pada tahun ini akan dibangun sebuah bendung karet
di Sungai Kumpulkuista-Jamblang, Kabupaten Cirebon. Pimpinan proyek
pengembangan wilayah sungai (PWS) Cimanuk-Cisanggarung, Ir Hendranto
Ramiel MSc, kepada kompas menyebutkan, bendung karet di Jamblang
ini, merupakan salah satu bendung karet yang akan dibangun.
Bendung karet lain yang akan dibangun, terdapat di Sungai
Rambatan (anak Sungai Cimanuk) di kawasan Rambatan, Kabupaten
Indramayu. "Pembangunan bendung karet, sebenarnya merupakan sasaran
antara. Sebab sasaran utama pembangunan Bendungan Jatigede," kata
Ramiel.
***
PROYEK di awang-awang. Begitu yang kadang terlontar di sejumlah
penduduk Cirebon dan Cirebon, jika mendengar kembali mengenai
rencana pembangunan Bendungan Jatigede. Bagaimana tidak. Rencana
pembangunan waduk di Kabupaten Sumedang itu sudah sejak pertengahan
tahun 1970-an. Bahkan, pembebasan sebagian lahan pun sudah dilakukan
sejak tahun 1982 lalu. Tetapi kepastian kapan kelajutan proyek itu
dilaksanakan, belum juga terdengar.
"Insya Allah Bendungan Jatigede jadi dilaksanakan. Kita tinggal
menunggu kepastian dari pemerintah pusat, tentang kapan waktu
pelaksanaannya," kata Wagub Jabar bidang Ekbang, Drs H. Ukman
Sutaryan, ketika ditanya Kompas saat meninjau Bendung Rentang, Jumat
(10/6) pekan lalu.
Data yang dihimpun PWS Cimanuk, sampai dengan tahun 1985/1986
telah dibebaskan areal seluas 2.159 ha, dari kebutuhan lahan yang
seluruhnya akan mencapai 6.738 ha (daerah genangan dan lainnya).
Namun tanah yang dibebaskan itu, seluas 2.076 ha di antaranya saat
ini telah digarap lagi oleh penduduk.
Bendungan Jatigede yang akan menggenangi 16 desa diperkirakan
akan mampu memasok kebutuhan air untuk areal sawah seluas 130.000
ha. Berbagai keperluan lain terhadap air, seperti industri dan air
perkotaan, dapat dipasok pula dari bendungan ini. Selain itu
Jatigede akan mampu menhasilkan daya listrik sebesar 175 MW.
Dengan kondisi seperti itu, Bendungan Jatigede sepertinya
merupakan satu-satunya jawaban untuk dapat menanggulangi kebutuhan
air rutin, di sebagian pesawahan di Indramayu dan Cirebon. Tanpa ada
Jatigede, ancaman kekeringan akan tetap abadi. Artinya, setiap tahun
ribuan hektar sawah/tanaman padi akan selalu terancam. (agus
mulyadi)
Foto: 1 buah.