Jumat, 09 November 2007

Banjir "Laten" Mengancam Pesisir Utara Jabar

KOMPAS - Senin, 27 Jan 1992 Halaman: 13 Penulis: R/MUL/THY/HERS Ukuran: 7713
BANJIR 'LATEN' MENGANCAM PESISIR UTARA JABAR
BEBERAPA daerah di Jawa Barat bagian utara, tergolong daerah
potensial banjir pada musim hujan seperti sekarang ini, terutama
daerah-daerah yang letaknya dua meter lebih rendah dari permukaan
laut, dan terlebih lagi di muara-muara sungai. Baik berupa banjir
genangan akibat tingginya curah hujan setempat, maupun banjir karena
meluapnya permukaan air sungai, yang menyebabkan tanggul bobol.
Kedua jenis banjir itu merupakan ancaman 'laten' untuk daerah-
daerah di Jabar utara, yang membentang sejak pesisir Kabupaten
Serang, Tangerang, Bekasi, Karawang, Subang, Indramayu hingga
Cirebon. Usaha pencegahan memang sudah dilakukan, seperti di Bekasi
utara, banjir berhasil ditekan setelah saluran CBL (Cikarang-Bekasi-
Laut) berfungsi. Sementara wilayah utara Karawang terselamatkan
berkat Waduk Jatiluhur.
Menurut Pemimpin Proyek Induk Wilayah Pengembangan Sungai (PWS)
Cimanuk-Cisanggarung, Ir Hendratmo Remiel MSc, yang didampingi
Kepala Seksi Perencanaan Ir Sutanto, sejak 1980 luas daerah rawan
banjir di Indramayu dan Cirebon, berhasil dikurangi dari semula
76.000 ha, menjadi tinggal 24.000 ha. Selain itu, sekitar 52.000 ha
lokasi yang semula rawan banjir berhasil diselamatkan.
Tetapi daerah yang dinyatakan berhasil ditanggulangi itu, belum
sama sekali terbebas dari banjir. Hasil peninjauan Kompas pekan lalu
menunjukkan, masih cukup banyak muara-muara sungai mendangkal. Di
beberapa tempat, tanggul-tanggul penahan banjir terancam longsor
akibat penggalian pasir, atau erosi.
Bahkan di bagian pesisir Cirebon, beberapa collector drain
rusak berat. Padahal, bangunan air tersebut berfungsi sebagai pintu
air otomatis yang menahan masuknya air laut ke pesawahan pada saat
pasang, dan mengalirkan air ke saluran pembuang pada saat pasang
surut. Karena pintu air tidak berfungsi, air dari saluran pembuang
tertahan lalu menggenangi areal pesawahan sekitarnya.
Penggalian pasir
Ir Hendratno menjelaskan, selain faktor alam, yakni tingginya
curah hujan dengan debit air, serta kurang kokohnya tanggul sungai,
banjir bisa juga disebabkan ulah manusia. Contoh seperti ini banyak
dijumpai di bantaran-bantaran sungai yang dijadikan lahan pertanian,
atau penanaman pohon-pohon berbatang tinggi di sekitar sungai.
Tetapi kerusakan tanggul sungai secara mencolok terjadi di
daerah lokasi pengambilan material yang dilakukan secara berlebihan
dan di luar lokasi yang direkomendasi. Ini banyak dijumpai di
sepanjang S Cimanuk, Kabupaten Indramayu. "Penggalian pasir di
lokasi rawan, mestinya dilarang untuk mencegah kemungkinan tanggul
bobol," kata Pimpinan Proyek Cimanuk Hilir, Ir Hardiono.
Ada dua lokasi penggalian pasir yang diusulkan ditutup, yakni
di Blok Tersana di Kecamatan Kertasemaya, Kabupaten Indramayu, dan
Blok Ampel di Kabupaten Majalengka. Kedua lokasi itu sudah tergerus
air sungai, sehingga tanggul terancam bobol.
Wilayah Cimanuk Hilir memanjang sejak Bendung Rentang di
Kabupaten Majalengka, sampai muara sungai di utara Kabupaten
Indramayu. Berdasarkan penelitian, sepanjang aliran sungai itu
terjadi degradasi (penurunan) dasar sungai rata-rata 20 cm/tahun.
Bahkan di beberapa tempat lebih dahsyat lagi, 100 cm/tahun!
Degradasi terjadi, karena tingginya penggerusan air akibat
debit air yang besar, atau pun akibat penggalian pasir secara
berlebihan. Menurut Ir Hardiono, keadaan ini tidak bisa dibiarkan,
karena dampak lanjutan degradasi bisa mengakibatkan tanggul longsor.
"Tahun 1993 mendatang, semua lokasi penggalian pasir di
sepanjang Cimanuk Hilir harus dihentikan," tegasnya. Meskipun ia
akui, itu merupakan masalah sulit karena menyangkut nasib ribuan
tenaga kerja.
Degradasi akibat penggalian pasir yang terus menerus sebenarnya
sudah lama dialami S Citarum bagian hilir. Tetapi tingkat ancamannya
berhasil dikendalikan dengan berfungsinya waduk-waduk di bagian
hulu, yakni Saguling, Cirata dan terutama Jatiluhur, sehingga
daerah-daerah bagian utara Karawang dan Bekasi bisa diselamatkan
dari ancaman banjir. Satu-satunya sumbangan debit air paling besar
dan belum terkendalikan hanyalah dari S Cibeet, salah satu anak S
Citarum yang bermuara di hilir Waduk Jatiluhur.
Daerah rawan
Beberapa daerah rawan banjir, antara lain daerah sekitar muara
S Cilamaya di perbatasan Kabupaten Karawang dan Subang, serta S
Cipunagara, di Kabupaten Subang.
Sungai-sungai di wilayah Indramayu dan Cirebon yang dinilai
potensial sebagai penyebab banjir yaitu Cipanas di bagian barat
Indramayu, Cimanuk, dan Cisanggarung di perbatasan Jabar dengan
Jateng. Belum lagi sejumlah sungai kecil lainnya yang lebih
merupakan saluran pembuang.
Sementara Kota Indramayu yang sebelumnya merupakan daerah
langganan banjir, berhasil dibebaskan sejak 1984 dengan berfungsinya
Kali Rambatan. Melalui kali ini, dua per tiga debit banjir Cimanuk
dialirkan ke Rambatan, dan hanya sepertiga dialirkan ke Cimanuk yang
membelah kota Indramayu.
Berdasarkan urutan prioritas lokasi kritis 1992/1993, terdapat
tiga lokasi di bagian hulu Cimanuk, antara lain di Blok Pamayahan,
Blok BRI Lama dan Blok Rancajawat. Di bagian hulu, kondisi tanggul
yang mencemaskan terletak di Blok Muara Wanasalam dan Blok Bojong
Seler, Jatitujuh, Majalengka.
Di Kabupaten Cirebon, empat lokasi yang rawan terletak di Blok
Hilir jembatan KS akibat tanggul yang amblas (terban). Di Sungai
Kumpul Kuista, tanggul longsor terjadi di Blok Hulu Jembatan Goa I
dan II di Kecamatan Gegesik, Blok Suranenggala, serta S Winong di
Kecamatan Kapetakan.
Daerah rawan banjir akibat meluapnya Sungai Cisanggarung antara
lain wilayah Kecamatan Ciwaru, Ciledug dan Losari. Di Tawangsari,
luapan sungai pada musim hujan selalu mengakibatkan banjir di Blok
Pulosaren. Terakhir, pertengahan Desember lalu, 38 rumah dan 10 ha
tanaman bawang merah tergenang setinggi satu meter, dan dua rumah
penduduk ambruk.
Dangkal
Daerah banjir di pesisir utara Cirebon membentang sejak
Kecamatan Kapetakan sampai Losari, lantaran kondisi saluran pembuang
di wilayah itu tidak memadai. Bahkan pembangunan collector drain
(CD) yang semula bertujuan memanfaatkan air tawar pada musim
kemarau, malah jadi soal pada musim hujan. CD dibangun tahun 1970-an
di beberapa muara saluran pembuang.
Kuswara D, Kepala Seksi Eksploitasi Cabang Dinas PU Pengairan
Cirebon menjelaskan, desain awal CD lebarnya 10-25 meter dengan
bentuk makin melebar di bagian muaranya. Pada bagian pinggirnya
terdapat saluran pelimpah, bila ketinggian air mencapai debit banjir.
Di salah satu ujung collector juga terdapat 17 klep yang sewaktu-
waktu bisa membuka, bila volume air di CD mencapai batas maksimal.
"Tetapi sekarang banyak pintu klep yang sudah macet, karena
tingginya pendangkalan di bangunan tersebut," ungkapnya.
Bila tinggi muka air sudah membahayakan, masyarakat biasanya
menjebol salah satu pintu dinding bangunan, sehingga air dari
saluran mengalir ke sungai yang sekaligus menjadi saluran pembuang
yang menuju laut. Tetapi akibatnya, banjir tetap mengancam
menggenangi daerah-daerah tersebut. (r/mul/thy/hers)
FOTO: 1
Kompas/hers
RUSAK BERAT - Satu di antara bangunan aircollector drain di Desa
Pegagan Lor, Kecamatan Kapetakan, Cirebon Utara rusak berat. Tiga
dari empat pintu di saluran itu macet dan tak berfungsi lagi,
sehingga air di saluran tertahan. Pada musim hujan seperti sekarang,
air saluran dengan mudah menggenagi areal pesawahan dan tambak di
sekitarnya.

Tidak ada komentar: