Jumat, 09 November 2007

Ketika Kulit Tikus Jadi Jaket

KOMPAS - Senin, 27 Mar 1995 Halaman: 18 Penulis: MULYADI, AGUS Ukuran: 7281
KETIKA KULIT TIKUS JADI JAKET
SATU langkah maju telah diayunkan Koperasi Unit Desa (KUD) Tani
Mukti, Karangampel, Indramayu. Langkah inovatif yang membersitkan
harapan ini, berupa pemanfaatan kulit binatang musuh padi, tikus.
Dengan satu cara penyamakan khusus, kulit-kulit tikus -- yang
sebelumnya begitu menjijikkan -- dibentuk menjadi bahan baku
kerajinan kulit. Dari situ terciptalah karya-karya kreatif perajin,
berupa jaket, rok, tas, dompet, dan ikat pinggang. Semuanya dari
kulit tikus.
Kulit tikus menjadi jaket penghangat tubuh, mungkin tidak
terpikirkan sebelumnya oleh petani yang selalu memburunya dari masa
ke masa. Musuh petani -- yang kerap menghancurkan lahan tanaman padi
ini -- ini sekarang lebih diburu lagi. Pemburunya bukan hanya petani
Karangampel dan sekitarnya, melainkan juga yang bukan petani. Tikus-
tikus buruan itu dapat dijual ke KUD Tani Mukti untuk diambil
kulitnya.
Pemanfaatan kulit tikus ini dilakukan mulai tahun 1988 lalu.
Ide muncul di kalangan pengurus KUD Tani Mukti periode itu. Dalam
benak pengurus -- yang juga kerap berhubungan dengan petani dalam
masalah pertanian -- muncul pertanyaan, bagaimana melawan serbuan
hama tikus yang selalu mengganggu.
Bagi KUD tersebut, jika sawah hancur oleh tikus, yang rugi
bukan cuma petani, tetapi juga KUD. Petani tentu tak akan bisa
mengembalikan segala bentuk kredit pertanian yang disalurkan KUD.
***
DI bawah kepemimpinan Ketua KUD saat itu, Rayim, muncul gagasan
memanfaatkan tikus. Tujuannya, agar perburuan tikus dapat lebih
gencar dilakukan dan kontinuitasnya terjaga. Sebab jika tikus
musnah, salah satu musuh pertanian yang menjadi momok petani, dapat
dilenyapkan.
Bekerja sama dengan sebuah perusahaan kerajinan kulit di
kawasan Plered, Cirebon, ide ini coba diwujudkan. Hasilnya memang
memuaskan. Kulit tikus bisa disamak, dan dirangkai menjadi berbagai
karya yang diinginkan.
Mengapa harus dirangkai? Maklumlah, ukuran kulit tikus terlalu
kecil, tidak seperti kulit sapi yang mudah dibentuk sesuka hati.
Satu per satu kulit tikus ini dirangkai, sehingga membentuk bahan
lebar yang dapat dibuat jaket, rok, rompi, tas, dompet, ikat
pinggang, dan sebagainya.
Menurut Ketua KUD Tani Mukti sekarang, Saefudin, untuk proyek
kulit ketika itu KUD bekerja sama dengan mitranya. Bentuk kerja
sama adalah KUD menyediakan dana dan kulit tikus, sang mitra
mengolah kulit, mendesain, memproduksi kerajinan kulit tikus, dan
memasarkannya. Sang mitra usaha memang sudah menekuni kerajinan
kulit dan mempunyai peralatan yang memungkinkan untuk itu.
Pada awal produk kulit tikus muncul dan didengar orang,
perhatian pejabat pemda setempat, masyarakat, dan kalangan lain,
sempat tertuju ke Karangampel. Mereka menaruh harapan. Seandainya
kerajinan kulit tikus ini berjalan lancar, perburuan hama ini akan
semakin gencar dilakukan orang.
Seekor tikus dapat dimanfaatkan untuk dua kepentingan.
Kulitnya dijual ke KUD dan dagingnya dimanfaatkan untuk makanan
bebek. Satu kali dayung, dua tiga pulau terlampaui. Harga kulit
seekor tikus ketika itu dihargai KUD Rp 60. Ketika kerajinan itu
masih berjalan, kulit tikus asal daerah lain, seperti Banten pun
berdatangan ke Karangampel.
Pihak bank pun tidak tinggal diam. Ketika pengurus KUD
mengajukan kredit untuk pengembangan kerajinan langka ini, tanpa
kesulitan segera disetujui. Bank Bukopin memberi pinjaman itu.
Adanya suntikan modal makin membakar semangat pengurus dan
mitranya. Produksi kerajinan tikus pun berkembang. Sebagian
produknya, selain dipasarkan di Cirebon dan Indramayu, dapat
dipasarkan pula ke sejumlah kota besar, bahkan sampai ke Bali.
Peluang baru satu bentuk kerajinan, sepertinya begitu terbuka di
depan mata. Begitu menjanjikan.
Tetapi harapan itu kemudian perlahan mulai sirna. Awalnya, kata
Seafudin, berawal dari semakin seretnya setoran hasil penjualan
produk kerajinan dari sang mitra usaha. Ditambah manajemen KUD yang
amburadul, awan kebangkrutan semakin pekat menghadang. Sampai
akhirnya, "Pertengahan tahun 1991 lalu, kerajinan kulit tikus yang
dikelola KUD Tani Mukti berhenti," katanya.
Tetapi persoalan tidak selesai sampai di situ. Akibat
pembayaran seret, dampaknya langsung terasa pada pengembalian
kredit. KUD Tani Mukti pun terjerat masalah kredit macet ini.
Menurut bendahara KUD dalam kepengurusan sekarang, H Widji,
utang KUD Tani Mukti pada Bank Bukopin saat ini kurang dari Rp 48
juta. Sedangkan kredit awal yang diambil sebesar Rp 95 juta.
"Kemarin saya dipanggil ke Bukopin untuk membicarakan soal kredit
macet itu," kata Widji.
***
DIVERSIFIKASI usaha -- berupa industri kerajinan kulit tikus --
ini akhirnya malah memporakporandakan KUD Tani Mukti. Menurut
Saefudin, ketika dia mulai menjadi pengurus KUD tahun 1994 lalu,
tidak ada kekayaan KUD yang tersisa. Aset yang ada sudah menjadi
agunan kredit.
Penyebab kredit macet itu sendiri, menurut dia, terjadi karena
cara kerja pengurus KUD dan sang mitra usaha yang tidak profesional.
Untuk membenahi dan menghidupkan KUD, pengurus baru harus memulainya
lagi dari nol, bahkan minus. Sektor-sektor usaha yang mudah digarap
-- meski tidak mendatangkan keuntungan besar -- dikelola serius.
Sektor usaha itu di antaranya, pengadaan pangan dan penerimaan
setoran rekening listrik. Sedangkan usaha waserda di salah satu
bagian gedung KUD masih terjerat utang.
Namun bagi pengurus sekarang, seandainya saja ada pemodal yang
mau bekerja sama, usaha kerajinan itu bisa saja dihidupkan kembali.
Tentu saja dengan manajemen dan cara kerja profesional, sehingga
uang tidak macet, dan pemasaran produk berjalan lancar. Tetapi
bagaimana harus kembali ke sana, toh utang gara-gara berusaha di
sektor kerajinan itu masih menumpuk.
Kerajinan kulit tikus sepertinya akan kembali terpendam,
sehingga tikus-tikus pun tetap dapat bernafas lagi. Perburuan tidak
lagi gencar dilakukan, sehingga hama ini dapat cepat berkembang
biak. Akibatnya, sawah-sawah petani pun kembali diserbu tikus.
Namun bukan tidak mungkin, kerajinan ini bakal kembali hidup,
minimal jika KUD Tani Mukti telah kembali sehat. Sebab kerajinan ini
sebenarnya menjanjikan sebuah harapan. Harapan terciptanya kreasi
baru karya kerajinan kulit, dan terciptanya peluang usaha baru.
Sisa dua buah jaket dan satu buah rok perempuan -- yang saat
ini masih tersimpan di sebuah showroom kerajinan kulit di Plered
Cirebon, mungkin akan membangkitkan kenangan. Tiga karya kerajinan
itu, mungkin hanya menjadi kenangan pahit perjalanan sebuah KUD.
Mungkin karena itu, pembeli yang datang ke showroom tidak
meliriknya. Mereka membiarkan dua jaket dan rok itu tetap menjadi
kenangan pahit kerajinan kulit tikus. (agus mulyadi)
TEKS FOTO:
Kompas/mul
SISA JAKET TIKUS -- Meski sudah lebih dari tiga tahun kerajinan
kulit tikus bangkrut, masih bisa ditemukan sisa produknya di sebuah
showroom kerajinan kulit di Plered, Cirebon. Jaket dan rok wanita
adalah dua jenis produksi industri kerajinan kulit tikus pada masa
jayanya.

Tidak ada komentar: