Jumat, 09 November 2007

Bisnis Kerupuk yang Menghidupi Dukuh

KOMPAS - Minggu, 12 May 1991 Halaman: 8 Penulis: MULYADI, AGUS Ukuran: 6366 Foto: 1
BISNIS KERUPUK YANG MENGHIDUPI DUKUH
ANDA jangan salah menyebut, jika sekali waktu ke Indramayu dan
menanyakan daerah bernama Dukuh. Ada dua tempat dengan nama sama,
yang hanya dipisahkan Sungai Cimanuk. Satu dikenal sebagai Desa
Dukuh, dan satu lagi Blok Dukuh.
Apabila mencari salah satu produksi makanan khas Indramayu,
yakni kerupuk udang atau kerupuk ikan, maka tempat yang disebut
terakhir yang Anda cari. Meski terletak bersebelahan, Blok Dukuh
termasuk ke dalam Desa Kenanga, Kecamatan Sindang, sedangkan Desa
Dukuh termasuk Kecamatan Indramayu.
Karena kerupuk itu pula yang menyebabkan Blok Dukuh, yang
disebut penduduk setempat dan sekitarnya dengan "Dukuh Sabrang
Kulon", dikenal sampai ke luar Indramayu. Jika orang menyebut jenis
makanan itu, maka pembicaraan pun tidak dapat lepas tanpa menyebut
Dukuh.
Sebenarnya tidak ada yang terlalu istimewa, ketika memasuki blok
itu. Satu di antaranya, sama seperti di desa-desa lain di Indramayu,
di blok itu hampir seluruh rumah penduduk terbuat dari tembok penuh.
Yang sedikit istimewa dan baru sebagian kecil yang menikmati,
pecantilan (padukuhan) di bawah tanggul Sungai Cimanuk itu, dibelah
oleh jalan desa beraspal mulus selebar sekitar dua setengah meter.
Pemandangan lain yang berbeda dengan desa-desa sekitar, di
setiap tempat lapangan jika siang hari, terlihat hamparan tampah-
tampah lebar berisi kerupuk udang atau ikan yang sedang dijemur.
Padahal dari sekitar 180 KK, dengan sekitar 800 jiwa penduduk Dukuh,
hanya sekitar 25 KK yang menjadi pengusaha kerupuk. Baik itu
pengusaha kecil maupun besar.
***
LETAK geografis pecantilan itu, sebenarnya kurang menguntungkan
untuk membuka usaha pembuatan kerupuk. Dukuh dapat dicapai melalui
jalan kampung selebar tiga meter, yang masuk dari arah Desa
Panyindangan Wetan di sebelah barat. Selain itu untuk sampai ke
sentra industri kerupuk itu, hanya memanfaatkan jalan di atas tanggul
Cimanuk, yang masuk dari Blok Bungkul, Desa Kenanga.
"Dukuh Sabrang Kulon". terletak sekitar tujuh kilometer kota
Indramayu. Sedangkan dari garis pantai, bertambah jauh lagi menjadi
sekitar 15 kilometer. Letak seperti ini kurang menguntungkan, karena
untuk membuat kerupuk sebagian besar bahan bakunya berasal dari
hasil nelayan, berupa udang dan ikan.
Berkat ketekunan dan keuletan dari penduduk, yang sebagian besar
bermata pencaharian serabutan, karena di daerah itu pesawahannya
tidak subur, Dukuh berubah menjadi salah satu sentra produksi
kerupuk yang potensial dan dikenal dari Indramayu. Bahan baku ikan
danudang, mereka datangkan dari TPI (tempat pelelangan ikan) yang
banyak bertebaran di sepanjang antai Indramayu. Sedangkan bahan baku
lainnya, tepung tapioka, bumbu masak, garam, gula pasir, garam dan
telur bebek, cukup didatangkan dari penjualnya di kota Indramayu.
***
ADALAH Syaein (37) dan penduduk setempat lainnya Mastara yang
mencoba usaha pembuatan kerupuk pada 1981. Kedua orang ini
bermodalkan pengetahuan proses pembuatan yang mereka miliki. Syaein
sendiri, meski tidak mengerti persis bagaimana cara membuatnya,
namun karena desakan adik iparnya, ikut pula menanamkan modalnya.
Bermodalkan uang tabungan hasil ikut-ikutan kerja sebagai
pemborong kecil, Syaein memulai pun memulai usahanya. Dengan
komposisi bahan-bahan yang ada, kerupuk udang pun dihasilkan.
Kendala pemasaran yang umumnya menghambat industri rumah tangga
tidak menjadi masalah. Dengan menawarkan sendiri kepada peminat di
Indramayu, kerupuk produksinya ternyata laku.
Usaha Syaein kini bertambah maju dan besar. Dia pun membangun
tempat khusus di belkang rumahnya sekitar 600 meter persegi, untuk
mengolah bahan baku dan menampung kerupuk-kerupuk yang telah
dikeringkan. Meski dia mengaku, untuk pengembangan itu dia meminjam
modal kredit dari bank.
Produksi kerupuk milik Syaein, sekarang telah mencapai lebih
dari satu ton kerupuk kering per hari. Sebanyak itu pula kerupuk
produksinya lancar dipasarkan. Peminat tidak hanya dari Indramayu,
tetapi berdatangan dari kota-kota besar seperti Jakarta dan Bandung.
"Selain pembeli datang sendiri, saya edarkan pula ke pelanggan-
pelanggan tetap," ujarnya.
***
KEBERHASILAN yang dicapai Syaein, ternyata menjadi magnit
penduduk setempat, untuk ikut pula membuat kerupuk. Usaha itu
dilakukan, baik oleh pemodal dengan memanfaatkan penduduk yang
berpengalaman kerja sebagai pembuat kerupuk, maupun oleh bekas buruh
pembuat kerupuk itu sendiri yang mencoba untuk berusaha sendiri.
Sejak 1981 sampai saat ini, tidak kurang telah tumbuh 25 industri
kerupuk baru di Dukuh.
Salah seorang di antaranya, Warno (40). Dia memulai usahanya
dengan modal tabungan sendiri, pada awal 1988 lalu. Dan seperti
pengusaha-pengusaha baru lainnya di blok itu, sebelumnya Warno pun
menjadi pekerja di salah satu industri kerupuk di blok itu.
Kini tidak lebih dari tiga tahun, Warno telah mempunyai pabrik
pengolahan khusus sendiri, meski tidak sebesar punya Syaein. Tenaga
buruhnya pun bertambah menjadi sembilan orang, ditambah enam orang
tenaga penjemur. Dari produksi rata-rata satu dua setengah kuintal,
kini produksinya rata-rata lima kuintal kerupuk kering per hari.
Ayah lima anak ini merasa usahanya telah mantap.
Kerupuk produksinya dan produksi pengusaha lain di Dukuh,
terbagi beberapa jenis. Di antaranya kerupuk ikan yang dinilai Rp
1.300 per kilogram, kerupuk udang Rp 2,000 per kilogram, dan kerupuk
dengan bahan baku sebagian besar udang Rp 2.800 - Rp 3.000 per
kilogram. Bagaimana komposisi kerupuk produksinya, Warno pun tidak
mau menjelaskan. "Rahasia perusahaan Mas," katanya.
Namun Warno tidak merahasiakan ketika ditanya limbah industri
kerupuknya dibuang ke mana. Untuk menjaga limbah tidak mencemari
lingkungan, maka dibuat lubang khusus di dalam tanah. Dan jika telah
dianggap penuh, lubang pun ditutup kembali dengan tanah. (agus
mulyadi)
Foto : 1
kompas/mul
GEBLEGAN - Bahan baku dicampur dan dibuat bulat-bulatan besar,
sebelum diiris menjadi lembaran-lembaran kerupuk. Beberapa pekerja
borongan tampak bekerja di salah satu pabrik kerupuk di Dukuh.

Tidak ada komentar: