Rabu, 16 Juli 2008

Transaksi Ecstasy yang Transparan

KOMPAS - Selasa, 28 Mar 1995 Halaman: 1 Penulis: WIN/BAR/IR/KSP/WIS/MUL Ukuran: 7815

TRANSAKSI ECSTASY YANG TRANSPARAN

PEREDARAN ecstasy ternyata sudah merasuk jauh ke berbagaitempat hiburan di DKI Jakarta. Transaksinya bahkan sudah dilakukansecara terang-terangan di tengah keramaian khalayak. Tidak adarintangan bagi pengunjung diskotek untuk memperoleh pil maut ini.Malah ada kesan, ganja jauh lebih berbahaya ketimbang ecstasy.Apalagi selama ini yang dijaring hanyalah pengedar ganja. Padahal saat ini ganja bagi pengguna obat-obatan dianggap barang rongsokan.

"Kiriman yang warna cokelat belum tiba dari Bali. Seandainya Andacoba itu, nikmatnya bukan main. Kita melambung ke angkasa," ujarBelok (bukan nama sebenarnya), pengedar ecstasy di diskotek Terminal I di kawasan Glodok, Jakarta Barat.

Dalam semalam saja Belok bisa meraub kentungan jutaan rupiah.Harga ecstasy yang dibelinya di Bali Rp 40.000/butir, di Terminal laku dijual Rp 120.000-Rp 150.000. Beberapa malam lalu seorangpembeli langsung membayar kontan satu juta rupiah untuk 5 butir pilMegatron, jenis yang paling dahsyat.

Harga ecstasy tergantung pada jenisnya dan suasana pasar. Jikapembeli ramai, harga bisa dikatrol sampai 50 persen. "Masalahnyakiriman dari Bali belum datang, sedang stok sudah hampir habis,"ujar Bobon (bukan nama sebenarnya) di salah satu diskotek di kawasanBlok M.

Ia menawarkan ecstasy jenis white purple seharga Rp 130.000.Padahal biasanya harganya hanya berkisar Rp 100.000.Di berbagai diskotek saat ini jalur mata rantai ecstasy sangat transparans. Asal ada uang dan menyebut pilnya tidak keliru,sesegera itu pula transaksi dilakukan.

Atau lihatlah apa yang dilakukan Bobon. Ia memberi pil itu dalam kertas, kemudian menerima uangnya. Atau juga Belok yang sambil ajojing menerima segepok uang.DI kalangan anak-anak muda Ibu Kota sebutan ecstasy tidakpernah digunakan. Mereka menggunakan istilah "inex" dalam transaksipil berbahaya ini. Inex adalah plesetan kata "enak".

Saat ini harga berbagai ecstasy di pasaran diskotek di salahsatu gedung di Jl. Soedirman, atau di kawasan Kuningan sertapertokoan Blok M, berkisar Rp 80.000 - Rp 200.000.Untuk jenis paling murah disebut "pink tebal", warnanya merah jambu berbintik-bintik, harganya Rp 80.000/butir. Sedang "pink tipis" harganyaantara Rp 110.000 - Rp 120.000.Di atas pil-pil pink ini ada yang disebut "white doft" dengangambar burung penguin. Pil yang tidak lebih besar dari biji saga inidisebut-sebut mampu melipatgandakan kekuatan dan daya khayal.

"Kalau kepalanya sudah goyang-goyang ke kiri-kanan, seperti kuda lumping,itu tandanya white doft mulai bekerja," ujar Hengky (bukan nama sebenarnya), pengusaha muda yang setiap hari menenggak pil ini.Setingkat dengan "white doft" yang putih mungil ini ada lagi"white rose."

Sedang di atasnya beredar "purple," dengan warna ungukehijauan. Harganya berkisar Rp 150.000 - Rp 175.000. Jika wanita menenggak pil ini, tubuhnya segera terangsang.Namun yang paling dahsyat dari semua pil itu adalah "megatron."Harganya berkisar Rp 175.000 - Rp 200.000.

Pil yang besarnya mirip merica dan berwarna cokelat ini, sanggup mengubah bawah sadar si pemakai. Di tengah deru musik metal di ruang diskotek, pil ini mampumembuat si pengguna kehilangan malu, hingga tidak segan-seganmenanggalkan buasana di tengah keramaian itu.

Pil-pil yang juga turunan amfetamin ini, dipasok dari ASatau negara-negara Eropa melalui Denpasar. Di negara asalnya,produksi pil ini dilakukan secara sembunyi-sembunyi di rumah-rumah.Kekuatannya bisa berpuluh kali lipat heroin. Jika campuran kimianyadipadatkan reaksinya makin gawat.

"Kebanyakan pil ini digunakanbukan untuk psikhosa, tapi obat depresi," tutur seorang pemakai."Saya kesal makan kertas itu. Soalnya jadi pengen ketawaterus," ujar Raly (bukan nama sebenarnya), bandar ecstasy dibeberapa diskotek.

Kertas yang lebarnya hanya 1 x 1 cm ini dicampurdengan LSD, satu jenis narkotik paling berbahaya. Kemudian dikunyahterus hingga ludes.Raly yang suka hanya mengenakan singlet, dengan lincah berlarike sana ke mari di tengah keramaian pengunjung diskotek. Pemuda inimerasa dirinya sebagai wanita paling anggun dan cantik di tengahratusan manusia.

"Saya bukan dealer. Itu keliru yang menyebut sayademikian. Saya ini 'kan apoteker, nah kalau dia dokternya," ujarnyasambil tertawa-tawa. Maksudnya, dialah yang mengeluarkan obat atasresep pria yang disebutnya "dokter" itu.

DI suatu diskotek dua pria gondrong duduk santai. Sebentar-sebentar ada rekannya datang kemudian berbisik. Setelah itu iamenyerahkan ecstasy. Tidak jauh dari meja ini, 4 orang pria bertubuhkekar, mengamati anak-anak muda yang sedang ajojing. Beberapa kalibandar ecstasy menyapanya.

Tidak begitu jelas apakah ini pengawalnyaatau apa. Yang pasti transaksi ecstasy di sini berjalan lancar."Bandar di diskotek di kawasan Kuningan bekingnya kuat, anakorang berkuasa. Mana berani kita masuk ke sana," ujar Belok.

Seperti umumnya kejahatan terorganisir, jaringan penjualan ecstasy inimempunyai mata rantai yang panjang, bahkan hingga ke mancanegara.Dan mereka juga dilindungi beking, termasuk para preman.

"Kami juga tidak menghendaki pecandu obat itu di sini. Hanya saja 'kan tidak mungkin kita geledah setiap tamu yang datang," ujarKT Budiman, manajer operasi M Club, beberapa waktu lalu.

Apalagi pada malam Minggu jumlah pengunjung bisa sampai 3.000 orang. "Pusingsaya memikirkan ini semua," tambahnya.

Serse Polda Metro Jaya jugapernah berulang kali menggeledah pengunjung yang kelihatan super"teler" di sini.

Sementara itu pemilik diskotek Terminal I, Letty, ketika dihubungi secara terpisah membantah adanya kemungkinan pihaknya terlibat dalam perdagangan obat berbahaya itu."Saya paling benci obat-obat bius. Oleh karena itu di setiap tempat hiburan saya selalu menempatkan dua orang polisi berpakaian preman untuk mengawasi tamu yang datang," jelasnya.

Beberapa waktu lalu salah satu diskotek milik pengusaha muda ini digerebek polisi karena mempekerjakanwanita-wanita usia belasan tahun sebagai prostitusi. Kasusnya akanditeruskan ke meja hijau.

Wakil Ketua DPRD DKI, H Ismunandar terperanjat ketika ditanyakan masalah ini. Ia mengimbau pengusaha agar jangan hanyapikir keuntungan. "Korban seperti ini 'kan anak-anak muda. Kalaupengusaha membiarkannya demikian, atau malah memanfaatkan situasidemikian untuk cari untung, itu sudah keterlaluan. Tidak punya rasanasionalis lagi," ujarnya.

Ismunandar mengakui pengusaha tidak punya wewenang kuat untuk menghentikan aktivitas perdagangan obat ini di berbagai diskotek.Namun sedikit-dikitnya mereka bisa melaporkan ke petugas polisisetempat. "Saya jadi curiga melihat pengusaha hiburan yangmembiarkan situasi demikian," tambahnya.

Wakil rakyat ini mengimbauagar instansi terkait membekukan, atau kalau perlu mencabut, izinusaha tempat hiburan demikian.Pihak Tramtib (Ketenteraman dan Ketertiban) DKI belum bisa dihubungi menyangkut soal pengawasan terhadap berbagai tempathiburan di DKI. Kepala Kantor Tramtib DKI, Kusaeini, tidak berada ditempat karena sedang ikut penataran Santiaji.

Berbarengan dengan mata hari terbit, anak-anak muda di sejumlah diskotek larut dalam dunianya. Kepala mereka digeleng-gelengkan kekiri-kanan, sementara satu atau dua jarinya mengikuti gerak yangsama di depan wajahnya.

Mereka fly seharian, menghamburkan uang danseks. Kehidupan malam dan siang hari berada pada dataran garis yang sama. (win/bar/ir/ksp/wis/agus mulyadi).

Tidak ada komentar: