Rabu, 16 Juli 2008

Dikonsumsi di Kota Hingga Tepi Hutan

KOMPAS - Rabu, 04 Jun 2003 Halaman: 31 Penulis: b04; mul Ukuran: 9633 Foto: 1

DIKONSUMSI DI KOTA HINGGA TEPI HUTAN

KEPALA pria dan wanita di ruang salah satu diskotek di KotaPalembang, Sumatera Selatan (Sumsel), bergoyang-goyang ke kiri dan kekanan. Gerakan mereka tidak beraturan, tetapi seperti mengikuti ingar-bingar musik yang menggelegar di ruangan itu.

Suara musik yang terasa mengentak jantung dan memekakkan gendangtelinga tersebut seolah menyatu dengan mereka. Mata para pejoget,baik yang duduk maupun berdiri di lantai diskotek, sebagian besarterlihat terpejam.

"Mereka semua lagi on karena pengaruh ecstasy. Biasa lah, tiapmalam Minggu, ya, seperti itu," ujar salah seorang pengunjung yangbaru memasuki arena diskotek tersebut.

Diskotek yang terletak di lantai lima Hotel King di Jalan KolonelAtmo, Palembang, itu dipadati pengunjung. Semua bangku pada Sabtumalam itu penuh terisi. Di setiap bangku, umumnya, terdapat pasanganpria dan wanita.

Di dalam ruang diskotek yang memasang tarif masuk Rp 25.000 perorang tersebut terdapat pula satu ruangan khusus persis di depantoilet pria. Di dalam ruangan yang bagian depannya berdinding kacatersebut terdapat sejumlah wanita yang bisa menjadi pendampingpengunjung pria. Tarif mereka Rp 40.000 untuk tiap jamnya.

Mata terpejam, kepala bergoyang-goyang, dan dentuman musik bisadilihat dan dirasakan pula di diskotek lain di Hotel LembangPalembang.Diskotek yang memasang tarif masuk Rp 15.000 per orang tersebutlebih luas. Pengunjungnya pun lebih beragam karena banyak pula diantara mereka berasal dari kalangan anak baru gede (ABG).

Pengunjung dari kalangan ABG bisa dilihat pula di Diskotek PuriIndah di Jalan Tasik, Palembang, yang memasang tarif masuk Rp 10.000per orang. Kelakuan pengunjung di diskotek ini pun sama seperti duadiskotek lain, yakni bergoyang dan berjoget di bawah pengaruh ecstasy.

Keriuhan pengunjung ABG yang paling mencolok terdapat di diskotekHotel Princess dan Mega Bintang di kompleks Hotel Darma Agung,Palembang. Bahkan di Mega Bintang, ruangan diskotek selalu penuhsesak pengunjung.Diskotek yang memasang tarif murah meriah, Rp 5.000, pada Minggusore terlihat dipenuhi pengunjung ABG pria dan wanita.Semuanya terlihat bergoyang dalam iringan dentuman irama housemusic yang memekakkan telinga.

Mereka seperti tidak peduli denganyang lain kecuali bergoyang sesuka hati mengikuti irama musiktersebut.House music dan ecstasy seperti menjadi bagian dari kehidupanremaja Palembang!

NUN jauh di lokasi lain yang letaknya hampir 400 kilometersebelah barat Palembang, dentuman ingar-bingar irama house musicterdengar jelas pula dari dalam gedung di tepi hutan itu. Irama musikyang mengentak jantung dan serasa memecahkan gendang telinga itu punmengiringi pria dan wanita yang berada di dalam ruangan asal suarauntuk berjoget.

Lokasi gedung tempat kegaduhan irama musik tersebut terletakdi Kampung Patok Besi. Kampung yang terletak di tepi hutan yangdilintasi Jalan Lintas Tengah Sumatera tersebut merupakan lokalisasipelacuran yang termasuk ke dalam wilayah Kelurahan Sumber Agung, KotaLubuk Linggau.

"Tiap malam, terutama malam Minggu, tempat ini selalu ramaipengunjung. Mereka umumnya pengunjung yang memang suka main ke tempatpelacuran ini," ujar seorang sopir angkutan kota yang mengantarKompas ke lokalisasi itu.

Pengunjung diskotek di lokalisasi tepi hutan itu pun sama sepertitempat lain, menikmati entakkan musik di bawah pengaruh ecstasy atauyang biasa disebut kalangan pemakainya dengan nama inex.

"Di Lubuk Linggau sini gampang mas nyari ecstasy. Barang itutidak hanya mudah didapat di kota besar saja," katanya.

Jauh di selatan sana melewati batas Provinsi Sumsel, yakni diProvinsi Lampung, ecstasy juga bebas beredar di kalangan pengunjungdiskotek yang ada di kawasan Jalan Yos Sudarso.

Rentang jarak sekitar900 kilometer antara Lubuk Linggau dan Bandar Lampung tak mampumembuat perbedaan di kalangan pengunjung tempat hiburan tersebut.Meskipun dipisahkan jarak teramat jauh, sebagian pengunjungdiskotek di Lubuk Linggau dan Bandar Lampung sama-sama mencarihiburan di bawah pengaruh ecstasy.

Di Diskotek Meteor Garden di JalanYos Sudarso, Bandar Lampung, dengan mudah seorang pengunjung dapatmencari "pil gembira" tersebut.Pengunjung bisa memesan ecstacy melalui perantara pramuria ataupengunjung wanita yang bisa diajak untuk menemani minum. "Kalau mau nginex, saya kenalkan dengan teman saya," kata Lindy, seorangpramuria.

Sebentar kemudian, Lindy pergi dan kembali mengajak seoranglaki-laki muda yang mengaku bernama Anto."Mau berapa butir? Kalau micky mouse harganya Rp 70.000 perbutir," kata Anto menawarkan salah satu jenis ecstasy.

Anto jugamenyebut beberapa jenis lain dengan harga yang berbeda-beda."Mana uangnya, nanti saya ambilkan. Tunggu saja di sini, sayajamin barang saya bagus," demikian Anto merayu pengunjung yangberminat membeli ecstasy.

Butiran-butiran pil dengan bermacam-macam nama dan jenis sertaefek berbeda-beda bagi pemakainya tersebut bebas beredar di mana-mana. Ecstasy seperti telah menjadi bagian hidup sebagian warga,bahkan sampai ke pelosok Sumatera Selatan.

Butiran-butiran dengananeka warna yang kerap disebut pula pil setan itu sepertinya bebasdiedarkan dan dikonsumsi para pemakainya tanpa ada proteksi dariaparat kepolisian.

ECSTASY memang tidak lagi menjadi barang mewah dibandingkansekitar lima tahun lalu. Namun, bagi orang kebanyakan hargapsikotropika itu tetap di luar jangkauan.Saat ini, baik di Lubuk Linggau, Bandar Lampung, maupunPalembang, ecstasy dengan berbagai nama ditawarkan para pengedarnyadengan harga Rp 70.000-Rp 80.000 per butir.

Pil yang memberi efek gembira dan tidak mau diam bagi penggunanyatersebut dengan mudah dapat diperoleh di diskotek-diskotek yangterdapat di tiga kota itu. Bahkan bagi pendatang baru yang belummengenal isi perut diskotek tersebut, ecstasy bisa dengan mudahdidapatkan.

Para pramuria atau pengunjung wanita yang biasa mangkal didiskotek menjadi salah satu petunjuk atau pemberi jalan bagaimanamendapatkan ecstasy. Malahan mereka kadang merengek kepada pengunjunglaki-laki yang ditemaninya agar dibelikan ecstasy."Beli inex, dong, bang, sebutir saja. Aku bisa kok mendapatkannyadi sini," kata salah seorang pengunjung wanita di Diskotek Lembang.

Pengunjung wanita, sebut saja namanya Lili, itu menyatakan hargasebutir inex bermerek butterfly Rp 80.000. Maka ketika uang sejumlahitu diberikan kepadanya, Lili pun beranjak dari tempat duduk danmenuju ke arah pintu masuk diskotek.Tidak sampai lima menit kemudian dia telah kembali. Di antara ibujari dan telunjuk tangannya terjepit sebutir pil.

"Ini butterflybang," katanya.Dia pun lantas menenggak inex tersebut dengan air mineral. Dalamhitungan sekitar 20 menit kemudian, Lili telah bergoyang, berjoget.Kadang dia duduk, namun tetap menggeleng-gelengkan kepalanya ke kiridan kanan.

Bebas dan begitu terbukanya peredaran ecstasy juga dengan mudahditemukan pula di Diskotek Mega Bintang. Sejak berada di pelataranparkir, barang haram itu sudah ditawarkan. Seorang pemuda yangrupanya biasa mangkal di lokasi itu tanpa rasa sungkan dan takutmenawarkan ecstasy kepada pengunjung yang baru turun dari mobil."Kalau mau inex ada bang, harganya Rp 70.000," ujarnya.

ABG dengan wajah pucat, mata kuyu, dan mulut terkatup atau tengahmengunyah permen karet keluar dari pintu yang terletak di lantaidasar Hotel Princess, yang menutup pentas diskotek pada pukul 17.30.Penampilan seperti itu tak bisa menyembunyikan pengaruh ecstasyyang masih bercokol dalam tubuh para remaja pria dan wanita tersebut.

Maraknya peredaran psikotropika jenis ecstasy di Palembang bahkanhingga Lubuk Linggau seperti menunjukkan tidak adanya upayapemberantasan oleh aparat kepolisian. Pada Sabtu malam, misalnya,polisi tidak melakukan razia ke diskotek-diskotek itu.Padahal, peredaran ecstasy sudah begitu mengkhawatirkan.

Dalamrazia mobil di Jalan Kapten A Rivai pada hari Sabtu (31/5) malam,misalnya, polisi membekuk pemilik ecstasy yang mobilnya terjaring.Pemberantasan narkotika, obat-obatan berbahaya, dan psikotropikaapakah hanya dilakukan secara kebetulan dalam razia seperti itu?

Menanggapi maraknya peredaran ecstacy di masyarakat, SosiologInstitut Agama Islam Negeri Raden Fatah Palembang, Wijaya,mengatakan, hal itu terjadi karena masih lemahnya penegakan hukum,khususnya, dalam kasus-kasus narkoba.

"Meskipun sulit dibuktikan, faktanya ada sebagian penegak hukumjustru terlibat dalam mata rantai peredaran narkoba," kata Wijaya.

Selain itu, tingkat partisipasi masyarakat dalam pemberantasannarkoba masih rendah. "Ditambah, kesadaran masyarakat akan bahayanarkoba termasuk ecstasy juga masih sangat rendah," tambah Wijaya."Tidak ada gerakan nyata yang dilakukan untuk memberantasnya,"katanya.(B04/AGUS MULYADI)

Foto:prasetyo eko p

KELUAR DISKOTEK - Beberapa pengunjung salah satu diskotek diPalembang keluar dari tempat hiburan itu pada Selasa (3/6) dini hari.Sebelumnya mereka bersama ratusan pengunjung lainnya di tempat itutenggelam dalam irama house music. Saat menikmati musik riang itulah,hampir semua pengunjung diduga menenggak ecstasy.

Tidak ada komentar: