Rabu, 16 Juli 2008

Lubuk Linggau, Kota Tak Pernah Mati

KOMPAS - Selasa, 01 Jul 2003 Halaman: 32 Penulis: mul Ukuran: 6751 Foto: 1LUBUK LINGGAU, KOTA TAK PERNAH MATI

LEBIH dari 25 mobil memenuhi tempat parkir di salah satu hotel diJalan Sudirman Lubuk Linggau, Sumatera Selatan. Kendaraan roda empatyang diparkir itu, tidak hanya beragam jenisnya, tetapi jugaberlainan nomor polisinya.

Mobil bernomor polisi dari berbagai kota atau daerah di Jawa danSumatera diparkir di tempat itu, karena pengendaranya tengahmenginap. Mereka tengah beristirahat sebelum melanjutkan perjalanankeesokan harinya.

Mobil yang diparkir tidak hanya bernomor polisi Medan, Bengkulu,Banda Aceh, Jambi, Lampung, Sumatera Barat, dan Sumatera Selatan,tetapi juga bernomor polisi Jakarta, Bogor, dan Bandung. "Mereka yangberistirahat di Lubuk Linggau ini, biasanya tengah menempuhperjalanan jauh," kata seorang pelayan hotel.

LUBUK Linggau, kota yang berada sekitar 350 kilometer sebelahbarat Palembang, merupakan kota transit. Dari kota ini, pengendarabisa melanjutkan perjalanan ke kota-kota di Sumatera maupun ke Jawa.Lokasinya di jalan lintas tengah (Jalinteng) Sumatera, membuat kotaini banyak dilewati pemakai jalan.

Pengendara yang datang dari Lampung tujuan Padang, Medan, BandaAceh, Bengkulu, atau Jambi, bisa melalui kota ini. Demikian pula,pengendara dari Medan, Jambi, Padang, atau Bengkulu, melewati danbisa beristirahat di kota ini.

Lokasi yang strategis menyebabkan Lubuk Linggau menjadi kota yangselalu hidup sepanjang hari. Kendaraan hilir mudik, tidak hanya sianghari, tetapi berlangsung pula sepanjang malam.Denyut kehidupan kota yang tidak pernah mati dari pemakai jalandan orang yang lalu lalang itu pula, yang kemudian membuat kehidupandi kota ini terus hidup 24 jam.

Warga kota pun akhirnya terbiasamelakukan aktivitas siang dan malam.Kehidupan kota pada malam hari, salah satunya bisa dilihat dipusat jajanan Pasar Mambo. Di kawasan ini, sekitar 50 pedagangmakanan, minuman, rokok, jamu, dan lainnya menggelar dagangan di duasisi jalan sampai ujung Jalan Sudirman. "Sebagian dari kami buka sampai pagi," kata Arsad (30), pedagangjamu.

Menurut anak transmigran asal Pulau Jawa ini, pedagang makanan diPasar Mambo tidak hanya warga setempat. "Kebanyakan malah pendatang,"ujarnya.

Bermacam dagangan digelar di Pasar Mambo yang berdampingan denganStasiun KA Lubuk Linggau. Warga setempat maupun pendatang yangtransit di kota itu, bisa makan malam sambil jalan-jalan di dalamkota.

Pasar Mambo bisa dijangkau dengan apa saja, baik jalan kaki, naikojek sepeda motor, naik becak, maupun mobil. Lokasinya yang di pusatkota membuat kawasan itu mudah didatangi."Sebagian besar pedagang makanan di sini, umumnya tutup jam 12.00(24.00-Red).

Namun, kawasan ini tetap ramai sampai pagi karena mulaijam 12.00 malam pedagang sayur mulai berdatangan. Otomatis kawasanini hidup siang dan malam," kata seorang pedagang sate padang.

Menikmati makan malam di Pasar Mambo, sebenarnya tidak ubahnyamakan di warung-warung kaki lima di mana pun. Seliweran kendaraan dijalan, sekadar melintas maupun yang hendak parkir, mewarnai kawasanitu.

Namun berbeda dengan di sejumlah kota lain, calon pembeli diPasar Mambo bisa memilih jenis makanan yang disukai. Di sini pembelibisa mencari makanan kaki lima apa saja seperti pecel lele, satepadang, sate madura, sop kaki kambing, dan martabak.

Kehidupan malam terlihat pula di sisi lain Kota Lubuk Linggau.Pendatang atau warga yang suka kehidupan malam, bisa menemukannya dilokalisasi pelacuran Patok Besi.Di lokasi ini terdapat lebih dari 50 rumah tempat mangkal wanitaPSK (pekerja seks komersial) yang sekaligus menjadi tempat kencansesaat.

Di lokalisasi yang letaknya sekitar delapan kilometer daripusat kota ini, terdapat pula sebuah diskotek yang bisa dijadikantempat menghilangkan kepenatan pengunjung.

LUBUK Linggau memang lebih besar dan lebih dikenal daripada kotalain di sekitarnya. Seorang mahasiswa perguruan tinggi swasta di kotaitu malah menyebutkan, Lubuk Linggau lebih besar dan ramai dibandingBengkulu, ibu kota provinsi tetangganya.

Kota yang terletak di pertemuan jalan lintas tengah dan baratSumatera ini, sebenarnya merupakan kota tua yang telah dikenal sejakdahulu kala. Bahkan, kolonial Belanda pun pada awal abad ke-20membangun jalur rel KA dari Lubuk Linggau hingga ke Kertapati,Palembang, dan Tanjung Karang, Bandar Lampung.

Melalui Lubuk Linggau berbagai hasil bumi diangkut. Sampaisekarang pun, jalur KA sampai ke Lubuk Linggau masih hidup. DariStasiun Lubuk Linggau, warga bisa melanjutkan perjalanan ke daerahatau kota tujuan masing-masing di provinsi Bengkulu, Jambi, maupunSumatera Barat.

Seorang penumpang KA Serelo yang baru tiba dari Palembang,Solihin (60), menyebutkan, dia selalu menggunakan KA dari LubukLinggau jika hendak ke Palembang atau sebaliknya. "Lebih pasti waktutibanya," ucap warga Curup, Bengkulu, tersebut.

Dari Lubuk Linggau ke Curup, perjalanan ditempuh menggunakanangkutan umum. Angkutan umum biasanya menunggu calon penumpang tujuankota itu di depan Stasiun KA Lubuk Linggau.Meskipun sudah berusia tua, kota ini baru berdiri secara otonomdua tahun lalu.

Sebelumnya, Lubuk Linggau merupakan ibu kotaKabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan.Lubuk Linggau menjadi daerah otonom dengan status kota sejak 17Oktober 2001. Kota dengan penduduk sekitar 180.000 jiwa ini,sebelumnya menjadi ibu kota Musi Rawa sejak 20 April 1943.

Sejak menjadi daerah otonom, perkembangan kota pun semakin pesat.Saat ini, sejumlah hotel melati sampai bintang dua berdiri dikota itu. Sejumlah agen perjalanan siap mengantar warga bepergian kedaerah lain. Pendatang yang menggunakan angkutan umum, bisa pulamendapatkan jasa mobil sewaan untuk beraktivitas di kota ini.

"Kota ini tumbuh menjadi kota perdagangan," ujar Sofyan, salahseorang sopir mobil angkutan sembako.Mungkin karena tumbuh sebagai pusat perdagangan, muncul tokoswalayan, dan sejumlah bank dengan butik ATM-nya.

Bagi yang pertama kali melintas di kota ini, akan terkesimamelihat kota yang selalu hidup. Kota yang penduduknya sebagianpendatang ini, seperti tidak pernah mati. Denyut kehidupan kotaberjalan sepanjang hari, dari pagi hingga ke pagi berikutnya, seiringberjalannya kehidupan di jalan lintas timur Sumatera. (agus mulyadi)

Foto:Kompas/agus mulyadi

PASAR MAMBO - Kawasan Pasar Mambo di pusat Kota Lubuk Linggau setiapmalam dipadati pedagang makanan. Kota perlintasan itu hidup selama 24jam.

Tidak ada komentar: