KOMPAS - Senin, 21 Jun 2004 Halaman: 34 Penulis: mul;dot Ukuran: 4880
JALUR DISTRIBUSI ANGKUTAN BARANG
Angkutan sungai di Sumatera Selatan memang tidak hanya berfungsisebagai alat transportasi penumpang. Kapal-kapal kayu yang kerapdisebut jukung juga berperan penting sebagai angkutan barang.
Jukung-jukung inilah yang mengangkut hasil bumi masyarakat yang tinggal dipedalaman, seperti beras dan kelapa, untuk dijual ke kota. Dari kota,kapal-kapal ini mengangkut berbagai jenis barang, mulai dari barangkebutuhan pokok sampai dengan bahan bangunan.
Nyai Pinah, pedagang barang kebutuhan sehari-hari di Sungsang,Kabupaten Banyuasin, misalnya, selalu menggunakan angkutan sungaiuntuk membawa barang yang dibelinya di Palembang. Wanita kelahiranYogyakarta yang sudah 26 tahun bermukim di Sungsang itu mengakusebulan sekali berbelanja barang ke Palembang.
Jauhnya jarak dan terbatasnya sarana transportasi menyebabkanharga barang di pedalaman menjadi lebih mahal. "Tapi harga jualbarang di Sungsang tidak terlalu jauh dengan di Palembang. Minyakgoreng, misalnya, saya jual lebih tinggi Rp 500 per liter. Saya belidi palembang Rp 5.000 per liter," katanya.
Adip Fanani, pedagang di Jalur 16, Banyuasin, juga secara rutinsebulan sekali memanfaatkan angkutan sungai untuk berbelanja diPalembang. Dengan menggunakan angkutan sungai yang melayani trayekJalur 16-Palembang, Adip mendatangkan barang kebutuhan hidup yangdijual di tokonya untuk melayani warga di desanya yang terpencil itu.
Di sejumlah jalur sungai yang rawan, ancaman perampokan pun kerapmengintai. "Karena beban muatan, jukung lamban bergerak, sedangkanperampok yang menumpang speedboat bisa seenaknya kabur," ujar Sarang,juru mudi jukung.
Seperti halnya kapal penumpang, kapal pengangkut barang jugamelayani jalur tertentu. Yang paling banyak adalah jalur ke AirSaleh, Muara Padang, Karang Agung, Sungsang, Makarti Jaya, Jalur 16,di Kabupaten Ogan Komering Ilir dan Banyuasin.Tempat tujuan kapal-kapal tersebut tak lain adalah Pasar 16 Ilir,pasar terbesar di Palembang.
"Hidup pemilik jukung ini tergantungkepiawaiannya mendekati para pedagang," kata Dadang, pemilik KapalMotor Sungai Putera Bangsa yang melayani jalur ke daerah Air Saleh,Banyuasin.
Warga Muara Padang ini sudah tiga tahun menggeluti usahaangkutan barang.Para pemilik kapal memang keluar uang banyak untuk mengoperasikanangkutan itu. Kadang pengeluaran mereka tidak sebanding dengan hasilyang didapat. Ongkos angkut tergantung pada jenis barang dan jauhdekatnya jarak angkut.
Tukirin, pemilik perahu motor barang yang melayani angkutan keMuara Padang, sekitar lima jam perjalanan dari Palembang, menetapkanongkos angkut Rp 20.000 untuk setiap nilai belanjaan barang-barangkelontong dan bahan bangunan sebesar Rp 1 juta.Sementara Dadang memungut ongkos Rp 15.000 untuk jenis barang-barang yang sama karena jalur yang dilayaninya lebih dekat.
"Kalauada perbedaan ongkos, itu lumrah saja, karena ongkos ditetapkan ataskesepakatan para pemilik kapal dengan pedagang," ujar Dadang.Hasil bumi seperti kelapa dikenai tarif Rp 50 per butir, pupukyang dikemas dalam kantung isi 50 kilogram dikenai ongkos Rp 5.000,sedangkan beras dikenai Rp 5.000 per kuintal.
JUKUNG tidak hanya berperan sebagai angkutan barang-barangkeperluan pokok. Distribusi bahan bakar minyak, seperti solar,bensin, dan minyak tanah, juga sangat tergantung pada alat angkutantersebut.
Dari depot-depot pengisian bahan bakar minyak (BBM) yang tersebardi tepian Sungai Musi, BBM diangkut menggunakan drum ke daerah-daerahpedalaman. Ironisnya, bagi pemerintah daerah, keberadaan kapalpengangkut BBM hanya dipandang penting sebagai sumber pendapatandaerah.
Selama ini pemasukan retribusi dari angkutan BBM dinilai tidaksebanding dengan jumlah kapal yang beroperasi. Pemerintah daerahmengaku kesulitan untuk menarik retribusi, karena Dinas Perhubungan(Dishub) Sumatera Selatan (Sumsel) hanya menunggu pemilik kapaldatang dan melaporkan kapal mereka.
Maka, pada awal Maret 2004, Dishub bekerja sama dengan pihakkepolisian melakukan operasi penertiban terhadap kapal-kapalpengangkut BBM. Kapal-kapal diharuskan memiliki surat pengantarangkutan barang dari Pertamina.
Hal ini tentu saja meresahkan para pemilik kapal. Suratketerangan dari kepala desa yang menjadi tempat tujuan pengangkutanBBM tidak lagi cukup sebagai surat jalan bagi mereka.Jalan tengah pun ditempuh. Pertamina dan Himpunan Swasta NiagaMinyak dan Gas (Hiswanamigas) mengeluarkan semacam surat keteranganuntuk kapal pengangkut BBM.
Dalam setahun ini Dishub Sumsel akanmendata jumlah seluruh jukung yang membawa BBM, termasuk tempattujuannya untuk pengawasan dan kepentingan retribusi. (AGUS MULYADI/DOTY DAMAYANTI)
Rabu, 16 Juli 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar