Rabu, 16 Juli 2008

Derap Langkah Pembangunan

KOMPAS - Selasa, 06 Feb 1996 Halaman: 1 Penulis: AGUS MULYADI/AMA/THY/PUN/MT Ukuran: 7547

Perubahan Kawasan Puncak, Banjir,dan Pemiskinan (2-Habis)
DERAP LANGKAH PEMBANGUNAN

GUBERNUR Jawa Barat R Nuriana ketika ditemui di Gedung SateBandung beberapa waktu lalu mengatakan, tidak semua kawasan Puncaktidak boleh dibangun. Pada kawasan-kawasan tertentu sesuai keppres(keputusan presiden) dan SK Gubernur Jabar, masih diperkenankandibangun vila.

"Hanya saja persyaratannya sangat ketat, termasukmembuat analisis dampak lingkungan serta memperhatikan kondisitanah dan kemiringan lahan," kata gubernur.

Dia juga membantah jika dikatakan Pemda Jawa Barat kurangbertindak tegas. Menurut Nuriana, pemda tidak akan mengeluarkanIMB jika suatu bangunan didirikan di atas daerah terlarang.Kalaupun terjadi pelanggaran, tentu pemda setempat akanmengambil tindakan tegas, termasuk melakukan pembongkaran bangunan.

"Kita percaya, pemda tingkat II pasti melakukan tindakan tegas.Tidak peduli siapa mereka," ujarnya.

Keyakinan seperti ini juga ditemukan pada siapa saja jikaditanyakan ikhwal kawasan Puncak yang masuk dua wilayah kabupatenitu, yakni Bogor dan Cianjur. Namun yang kemudian menjadikegelisahan banyak warga adalah pesatnya pembangunan berbagaiperumahan di daerah yang harus dilindungi itu.Bahkan peruntukan yang digariskan dalam RUTR (rencana umumtata ruang) kawasan Puncak pun jadi ikut samar-samar.

Kawasan hutanlindung dan cagar alam misalnya, telanjur dibabat untuk vila-vilamewah kelas atas seperti di Mega Mendung. Sementara itu hutanpenyangga mulai berubah menjadi lahan pertanian dan permukiman.Sedang lahan pertanian sudah telanjur menjadi kawasan real estate.Lantas jika ditanyakan di tingkat kabupaten asal-muasalmenjamurnya berbagai perumahan itu, mereka menyebut itu wewenangpropinsi.

Daerah tingkat II hanya memberi rekomendasi. Sebaliknya ditingkat I, menjamurnya permukiman ini seolah akibat terbitnya IMB(izin mendirikan bangunan) dari kabupaten. Padahal sesungguhnyayang paling parah memangsa lahan saat ini justru kawasan permukimanyang izinya dikeluarkan propinsi.

Dua tahun lalu Gubernur Jawa Barat Nuriana mengirim suratbernomor 640/3246/Be.66/94 yang ditujukan kepada Bupati Cianjur danBogor. Isinya antara lain berbunyi, "Bersama ini diinstruksikankepada Saudara untuk sementara tidak memberikan izin pembangunanreal estate, vila estate maupun kegiatan lain oleh developer dikecamatan-kecamatan Pacet, Sukaresmi dan Cugenang Kabupaten Cianjurserta Kecamatan Cisarua, Megamendung dan Ciawi di Kabupaten Bogor."

Tapi ajaibnya, pembangunan vila di daerah "terlarang" itu masihsaja berlanjut hingga sekarang. "Walaupun dinyatakan terlarang,nyatanya pembangunan vila masih berjalan terus," kata Emon, KepalaDesa Sindanglaya, Kecamatan Pacet, Cianjur. Dan itu juga yangterjadi di lokasi "terlarang lainnya", Kecamatan Sukaresmi danCianjur.

APA yang dikemukakan Gubernur Jabar mengenai tindakan yangdiambil pemda setempat atas penyimpangan yang terjadi, sesungguhnyaberulang kali disaksikan masyarakat. Parade buldozer merubuhkansejumlah vila di Cisarua, Bogor, beberapa waktu lalu, hanyalah salahsatu contoh kasus ini.

Sama halnya seperti penggusuran penggarap diCisarua.Tetapi dalam banyak hal tindakan tersebut terkesan hanyasekadar basa-basi. Penggusuran penggarap yang mengatasnamakanpengamanan Sungai Ciliwung di Blok Barusireum, Desa Cibeureum,Bogor, misalnya, ternyata hanyalah untuk kepentingan Taman SafariIndonesia.

Sedang di lahan perkebunan Cibeureum Selatan, KecamatanPacet, Kabupaten Cianjur lebih aneh lagi. Pembongkaran hanyadilakukan dengan cara mencopot genteng vila. Sedangkan bangunanlainnya masih tetap dibiarkan utuh.

"Ssttt...pembongkaran vila memang dilakukan. Tetapi sebentarlagi juga dibangun kembali," kata seorang pemborong bangunan di DesaCibeureum Selatan, yang mengaku mendapat order untuk membangunkembali vila yang dibongkar itu.

Jumlah vila yang dibongkar juga hanya satu dua unit, tidaksebanding dengan ratusan dan bahkan mungkin ribuan vila baru yangdibangun di kawasan Puncak dengan berbagai "keanehan."

"Pembongkaranvila bukanlah langkah efektif untuk mengendalikan pembangunan dikawasan puncak," kata dosen Teknik Lingkungan Institut TeknologiBandung (ITB) Dr Arwin Sabar.

Menurut dia, langkah yang diperlukan adalah ketegasan pemerintahdaerah dalam menegakkan peraturan penanganan kawasan Puncak. "Jikamemang sudah ada larangan membangun di kawasan Puncak, peraturantersebut harus betul-betul ditegakkan," ujarnya.

Jangan sampai pemdamalah memberikan izin untuk pembangunan kawasan vila di Puncak.Pemerintah daerah, demikian Arwin Sabar, harus menyadari bahwafungsi hidrologis kawasan Puncak sangat penting untuk daerahsekitarnya.

"Puncak menjadi daerah resapan air, dan sumber mata air.Air dari Puncak digunakan untuk memenuhi kebutuhan air bersihpenduduk Jakarta dan Jawa Barat," kata Arwin Sabar, ahli hidrologidan peneliti pada Laboratorium Fluid dan Hidrodinamik ITB.

Saat ini, lanjut Arwin Sabar, developer bukan hanya membangunvila di atas resapan air, tetapi mengikis tebing kemudian membangunvila di atasnya. Akibatnya, fungsi hidrologis tanah terganggu.

"Walaupun dibuat sumur resapan atau rekayasa teknologi, tetap sajatindakan tersebut tidak bisa mengembalikan fungsi konservasi kawasanPuncak," tegas Arwin Sabar.

PERATURAN tinggal peraturan, namun pembangunan vila jalanterus. Ibarat anjing menggonggong, khafilah berlalu. Tidak peduliJakarta kebanjiran, dan puluhan ribu warganya sengsara.

"Dengan banyaknya bangunan, air yang meresap ke dalam tanah semakinsedikit. Begitu hujan turun, air langsung meluncur ke sungai," kataDr Ir Ahmad Bey, Ketua PPLH (Pusat Penelitian Lingkungan Hidup) IPB.

Ironisnya, pada hari-hari biasa vila-vila dan kawasanpermukiman itu berubah mirip kubur, lengang dan sepi. Kecuali musikdangdut yang mengalun dari radio kaset para satpam, tidak ada lagijenis suara lain yang terdengar.

"Paling-paling pemilik vila ini tiga bulan sekali datang kesini," kata Tejo (34), penjaga vila di Green Apple Garden, Cianjur,yang mengaku mendapat upah Rp 200.000 sebulan untuk menjaga vilamajikannya.

"Itulah yang tidak habis saya mengerti. Buat apa membeli vilakemudian ditelantarkan?" kata Ismail (42), salah seorang satpam dikompleks vila kawasan Puncak.

Dia tidak habis pikir melihatkecanggihan logika orang kota. Sebab dalam benak Ismail, akan lebihmurah menginap di hotel ketimbang membeli vila yang ditempati entahkapan itu."Vila-vila di sini sudah sekitar 85 persen terjual," kataseorang petugas pemasaran salah satu real estate, seraya menyebutkanuntuk tahap pertama dibangun 300 vila dengan harga rata-rata di atasRp 200 juta.

Di kompleks vila lainnya, rata-rata peminat juga cukuptinggi dengan tingkat penjualan di atas 50 persen untuk vila-vila diatas harga Rp 400 juta.Namun semua ini harus dibayar mahal. Tingkat erosi semakintinggi.

Debit air Ciliwung "meledak" pada musim hujan, dan menyusutdrastis pada kemarau. Begitu hujan turun, air langsung tumpah kesungai dan menimbulkan banjir di hilir. Daya serap tanah menciuttajam akibat pesatnya pembangunan vila... (agus mulyadi/ama/thy/pun/mt)

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Glad to greet you, ladies and gentlemen!

For sure you didn’t here about me yet,
friends call me James F. Collins.
Generally I’m a social gmabler. recently I take a great interest in online-casino and poker.
Not long time ago I started my own blog, where I describe my virtual adventures.
Probably, it will be interesting for you to find out my particular opinion on famous gambling projects.
Please visit my web site. http://allbestcasino.com I’ll be glad would you find time to leave your opinion.