Kamis, 15 November 2007

Jonggol Diamankan sejak Oktober 1995

KOMPAS - Jumat, 06 Dec 1996 Halaman: 12 Penulis: PUN/MUL/BOY/LOM Ukuran: 4063
JONGGOL DIAMANKAN SEJAK OKTOBER 1995

BUPATI Kabupaten Bogor sudah diminta mengamankan lokasi yang
direncanakan untuk pembangunan kota mandiri Bukit Jonggol Asri (BJA).
Langkah pengamanan tersebut untuk mencegah terjadinya spekulasi tanah.
Karena itu, mutasi atau peralihan hak atas tanah harus diawasi.

Permintaan pengamanan tersebut disampaikan Gubernur Jawa Barat R
Nuriana lewat suratnya bertanggal 9 Oktober 1995. Informasi yang
dihimpun di kantor Kabupaten Bogor hari Kamis (5/12) itu berbeda
dengan pernyataan sejumlah pegawai di kantor Kecamatan Jonggol.

"Kita sih sudah mendengar rencana itu, tetapi hanya sekadar dengar. Apakah
betul atau tidak, kita tak tahu," kata Kepala Urusan Pemerintahan
Kecamatan Jonggol Henry Bahawan (Kompas, 4/11).

Menurut informasi itu, bulan Mei 1995, sebuah perusahaan swasta, PT
BJA (Bukit Jonggol Asri) mengajukan proposal kepada Gubernur Jawa
Barat membangun kota mandiri yang diberi nama Bukit Jonggol Asri (BJA)
di Kecamatan Jonggol. Lima bulan setelah proposal diajukan, gubernur
mengirim surat kepada Bupati Bogor minta lokasi yang direncanakan
untuk BJA, diamankan.

Lokasi untuk kota mandiri BJA tersebut meliputi areal seluas 30.000
hektar, terletak di Kabupaten Bogor meliputi Kecamatan Jonggol,
Cileungsi, Cariu dan Citeureup. Di dalamnya termasuk areal hutan
seluas 6.000 hektar.

Areal hutan itu akan diganti dan penggantinya dicadangkan di Kabupaten
Bogor. Bila kurang diarahkan ke Kabupaten Bandung, Cianjur,
Majalengka, Garut, Ciamis dan Tasikmalaya. Masing-masing bupati di
situ sudah diminta untuk menyediakan calon lahan pengganti, dengan
tetap memperhatikan aspek tata ruang, tata guna tanah dan kejelasan
status tanah.

Untuk lahan pengganti, harus diutamakan berada pada lahan kritis di
sekitar DAS. Seperti di DAS Citarum (Bandung dan Cianjur), DAS
Ciliwung - Cisadane (Bogor) dan DAS Citanduy - Cisanggarung
(Tasikmalaya dan Ciamis).

Bupati juga diminta mengawasi persyaratan pelaksanaan penggantian
lahan, sesuai ketentuan menteri kehutanan. Harus sesuai dengan ratio
penggantian, dan tak dibenarkan diambil dari tanah negara bebas.

Menurut keterangan yang dihimpun Kompas di kantor Kecamatan Jonggol,
lokasi yang disebut-sebut direncanakan untuk kota mandiri BJA berada
di 11 desa dari 23 desa di kecamatan tersebut. Yakni, Sukaresmi,
Sukadamai, Sukaharja, Wargajaya, Sukawangi, Sukajaya, Sukamakmur,
Sukamulia, Sirnajaya, Cibadak dan Pakuaran.

Menurut proposal yang diajukan PT BJA, lokasi itu mencakup 15 desa.
Selain ke-11 desa itu, ditambah lagi lima desa. Yakni, Cibodas,
Sukanegara, Singasari, Singajaya dan Sukamaju. Luas Kecamatan Jonggol
(23 desa) 24.000 hektar. Karena PT BJA mengajukan 30.000 hektar, maka
kekurangannya diambil dari tiga desa di Citeureup dan lima desa di
Cariu.

Kota mandiri itu rencananya dihuni 1,5 juta jiwa. Atau, kepadatan
hanya 50 jiwa/kilometer persegi.

SAAT ini kepadatan penduduk di Kecamatan Jonggol 414 jiwa/kilometer
persegi. Bila kepadatan diturunkan menjadi 50 jiwa/kilometer persegi,
warga Jonggol menjadi ragu apakah mereka masih dibenarkan tinggal di
desanya apabila rencana kota mandiri itu terlaksana. "Tetapi, kami tak
berkomentar. Kita tunggu saja apa yang terjadi," kata warga. Namun,
warga sangat berharap bisa ikut menikmati kota mandiri itu.

Menurut data 1996, jumlah penduduk di 11 desa itu, 59.166 jiwa atau
45,65 persen seluruh penduduk di Kecamatan Jonggol. Sedangkan di
Kecamatan Jonggol, jumlah penduduknya 129.621 jiwa dengan luas wilayah
24.460 hektar.

Namun, dari 23 desa yang ada di Kecamatan Jonggol, Desa Jonggol
sebagai ibu kota kecamatan memiliki angka kepadatan penduduk
tertinggi. Jumlah penduduk 10.412 jiwa, sedangkan luas lahannya hanya
640 hektar.

Dari jumlah itu, sekitar 45 ribu jiwa bergantung pada sektor
pertanian, 12 ribu jiwa sektor industri dan 9 ribu jiwa sektor
perdagangan. (pun/boy/lom/agus mulyadi)