Senin, 12 November 2007

Duka Masih Selimuti Korban Tabrakan KA dan Kebakaran

KOMPAS - Jumat, 02 Nov 2001 Halaman: 36 Penulis: bsp; mul Ukuran: 4525
DUKA MASIH SELIMUTI KORBAN TABRAKAN KA DAN KEBAKARAN
HINGGA hari Rabu (31/10) wajah anggota masyarakat yang mengalami
musibah, baik akibat kecelakaan kereta api maupun kebakaran, masih
tampak sendu. Termasuk Ny Ebah (37) masih menampakkan kesedihan
mendalam akibat kematian suaminya.
Samsul Bahri alias Buyung, suami Ebah, meninggal pada musibah
tabrakan kereta api di Lebak Sambel, Kelurahan Cijoro Lebak,
Rangkasbitung, Banten, 25 Oktober dini hari.
Tidak ada harta kekayaan yang ditinggalkan oleh Buyung. Rumah
petak kontrakan yang harus segera dibayar Rp 35.000 per bulan di
Kampung Rancatimah, Cijoro Lebak, sungguh sangat kecil. Rumah itu
tidak mampu untuk menampung jenazah Buyung dan para pelayat.
Beruntung ada tokoh masyarakat setempat, Nahrawi (70), yang
menyediakan rumah untuk menerima jenazah Buyung dan para pelayat.
Nahrawi yang asli Lebak, juga tetap bersedia menampung sementara Ebah
dan kedua anak kembarnya, serta untuk selamatan atas kematian Buyung.
Kekayaan dalam bentuk keturunan, merupakan peninggalan Buyung
yang harus tetap dijaga oleh Ebah. "Saya sudah pesan sama Ebah,
supaya jangan melupakan dua anaknya yang harus tetap dirawat dan
dibesarkan," kata Nahrawi.
"Iya, saya sadar bahwa saya sudah tidak lagi didampingi oleh
suami saya. Saya sekarang harus bisa hidup dengan kedua anak saya,
dan juga harus tetap menjaga kandungan yang kini memasuki usia dua
bulan ini," kata Ebah. Istri almarhum Buyung ini mengatakan hal
tersebut sambil mengelus-elus perutnya.
Sambil menerima tamunya yang menyerahkan sumbangan, yakni Tim
Dana Kemanusiaan Kompas (DKK) di ruang tamu keluarga Nahrawi, Ebah
menceritakan segala sesuatunya tentang Buyung. Di pangkuannya
tergeletak anak perempuannya, Nuryati (4). Sementara anak kembar
Nuryati dan Rizal, berada di pangkuan Ny Nahrawi. Rizal dan Nuryati,
tampaknya sama sekali belum tahu bahwa bapaknya tidak akan kembali
bersamanya lagi.
***

WAJAH sendu juga tercermin pada Ny Sutisna, istri almarhum
kondektur kereta yang juga menjadi korban. Anak ketiganya, bungsu
dari tiga bersaudara yang masih berusia lima tahun, tampaknya belum
paham betul bahwa selamatan tiga hari yang diadakan di rumahnya
adalah untuk kirim doa bagi almarhum Sutisna.
Hari Sabtu (27/10) itu, ketika Tim DKK mengunjungi rumahnya,
para pelayat memang masih berdatangan ke rumah Ny Sutisna. Anak
pertamanya, seorang perempuan turut sibuk menyiapkan selamatan.
Di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Adjidarmo, Rangkasbitung,
keluarga yang menunggui korban luka akibat tabrakan kereta api
tersebut juga tetap menunjukkan kesedihan mendalam.
"Sampai sekarang, kami belum ditagih biaya rumah sakit. Kabar
yang kami terima, semuanya akan diselesaikan oleh PT Kereta Api
Indonesia, dan mungkin juga dari asuransi," kata Yohan, istri Lilis
yang bersama anaknya Rina menjadi korban luka dan dirawat di RS
Adjidarmo. Hal serupa juga disuarakan oleh Ny Sumiarsih, ibu Ade
Hardianto yang masih tergeletak dengan kepala dibalut perban di RUD
Adjidarmo.
***

HAL serupa dialami pula oleh warga korban kebakaran di perumahan
padat penduduk di Kelurahan Karet Tengsin, Tanah Abang, Jakarta
Pusat. Sekitar 215 rumah rata dengan tanah pada kebakaran yang
terjadi pada hari Senin (22/10) sekitar pukul 06.15. Akibat
selanjutnya 1.150 jiwa kehilangan tempat tinggal, harta benda,
termasuk perlengkapan sekolah dari para pelajar yang menjadi korban.
Di antara korban terdapat pula Erza (17) yang hingga kini masih
dirawat di RSAL Mintoharjo, Bendungan Hilir, Jakarta. Erza, tersambar
kobaran api sehingga kedua kakinya luka parah, sementara ayahnya
masih diamankan pihak kepolisian, dan tiga adik serta ibunya dalam
pengungsian.
Usaha untuk meringankan beban masyarakat korban kebakaran itu
telah pula dilakukan oleh DKK. Bantuan selain diberikan kepada
keluarga Erza, juga diberikan untuk para enam SD yang kehilangan
segalanya dan saat ini masih mengungsi di tanah pekuburan Karet.
Semangat belajar para pelajar SD tersebut perlu mendapat
dukungan. Walaupun rumah rata tanah, tetapi mereka tetap masuk
sekolah, dan belajar seperti biasa.
Itulah sebabnya DKK mengucurkan bantuan untuk mereka. Seluruh
bantuan yang telah disalurkan baik untuk korban tabrakan kereta,
maupun untuk korban kebakaran berjumlah Rp 14 juta. (bsp/mul)