Jumat, 09 November 2007

Pulau Rakit yang Masih Perawan

KOMPAS - Minggu, 25 Oct 1992 Halaman: 8 Penulis: MULYADI, AGUS Ukuran: 8983
PULAU RAKIT YANG MASIH PERAWAN
Pengantar Redaksi
PULAU Rakit atau sering juga disebut Pulau Biawak belum banyak
dikunjungi orang. Padahal pulau ini sebenarnya berpotensi untuk
dikembangkan sebagai obyek wisata. Letaknya sekitar 40 mil utara
pantai Indramayu, Jawa Barat. Apa saja potensi yang dimiliki pulau
itu, dan suka duka penjaga mercu suar di pulau yang lengang itu
dituturkan oleh wartawan Kompas Agus Mulyadi dalam dua tulisan.
SEBELAS ekor burung elang laut terbang berputar-putar
di atas kepala. Bersihnya angkasa biru dan ketinggian terbang yang
rendah, membuat jumlah satwa itu terhitung jelas.
Selama dua jam sebelas ekor burung itu beterbangan. Tapi
ketika kaki mulai menyusuri bagian barat daya pulau Rakit (penduduk
Indramayu menyebutnya Pulau Menyawak - bahasa daerah setempat untuk
menyebut Biawak - red) burung-burung elang laut itu baru menjauh.
Pulau Rakit terletak sekitar 40 mil laut dari pantai Indramayu,
Jawa Barat. Untuk mencapainya dapat ditempuh dengan perahu nelayan
berukuran lebar 2,5 meter dan panjang delapan meter, dengan
menggunakan mesin berkekuatan 8 PK, selama sekitar lima jam. Pulau
ini salah satu pulau karang di perairan Laut Jawa, yang mempunyai
spesifikasi tersendiri.
Salah satu ciri khasnya, adanya bangunan menara suar setinggi
67 meter. Menara tempat dinyalakannya mercu suar bagi penerangan
pantai, guna petunjuk pelayaran laut. Berdasarkan catatan, berupa
prasasti di pintu masuk menara, bangunan berbentuk kerucut itu
dibangun tahun 1872 Masehi atau 120 tahun yang lalu. Saat ini menara
suar dijaga lima petugas dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.
Seluruh penjuru pulau berbentuk oval itu, dapat dilihat dari
puncak menara. Di hampir semua sudut pulau, kecuali di bagian
selatan sekitar mercu suar, dipadati hutan bakau. Sedang sebagian
pantai berpasir putih nampak terlihat, demikian juga karang yang
memutari pulau.
Dari puncak menara itulah dinyalakan lampu suar menggunakan
generator berkekuatan 15 PK. Kapal laut atau perahu nelayan yang
berada pada jarak sekitar 20 mil dari Pulau Rakit, dapat melihat dan
memanfaatkan lampu suar untuk menentukan arah yang harus ditempuh.
Putaran lampu itu sendiri berlangsung secara periodik, dalam putaran
irama yang tetap.
***
PULAU Rakit (Pulau Biawak) dikelilingi karang, yang seakan
menjadi benteng penahan ganasnya deburan ombak. Dari bibir pantai
bagian selatan dan utara, karang membentang selebar sekitar 200
meter dari bibir pantai. Sedangkan di bagian barat dan timur
mencapai lebar sekitar 300 meter. Semua karang ini, mulai dari batas
perairan laut dalam sampai ke bibir pantai berair, dengan kedalaman
antara 40 cm sampai dengan 80 cm.
Di perairan karang yang mengelilingi pulau itulah, pesona lain
dari keindahan Pulau Rakit nampak. Berbagai jenis karang dengan
berbagao warna dan bentuk aneka rupa bertebaran. Bahkan di
pantai karang sebelah utara pulau, sebagian karang ada yang berwarna
merah dan kuning. Di antara karang-karang itu, dapat dijumpai pula
beberapa tumbuhan yang dinamakan nelayan Indramayu "bulu babi".
Tumbuhan atau sejenis karang ini berbentuk tajam mencuat ke
atas. Satu rumpun terdiri atas puluhan "bulu babi". Kalau kaki
telanjang menginjaknya, "bulu babi" akan patah, sehingga sulit
mengeluarkannya. Satu-satunya cara yang dianggap efektif adalah
dengan memukul-mukul bagian daging yang tertusuk, agar "bulu babi"
hancur dan keluar sendiri.
Pesona keindahan perairan di seputar pulau bertambah dengan
seliweran ikan-ikan hias berbagai jenis, dari yang berukuran sejari
kelingking sampai selengan orang dewasa.
Dua setengah jam dibutuhkan untuk mengelilingi Pulau Biawak,
menyusuri perairan karang seputar pulau.
Sekitar seratus meter dari mercu suar, perjalanan masih dapat
ditempuh dengan mudah, menyusuri pantai pasir putih. Tetapi selepas
itu, pengunjung harus siap menembus semak hutan bakau, dan karang
berair setinggi lutut atau lebih.
Perjalanan melalui perairan karang berlangsung sekitar satu
jam. Setelah itu, kira-kira di barat daya pulau, baru ditemui lagi
pantai pasir putih, sampai sekitar 15 menit berikutnya ketika mulai
memasuki sebelah barat pulau.
***
BIAWAK (varanus salvator) di Pulau Rakit, konon sudah ada sejak
pulau itu didatangi manusia pada lebih dari satu abad lalu.
Diperkirakan jumlahnya mencapai ribuan ekor. Mereka hidup di rawa-
rawa dan semak-semak hutan bakau di pulau itu.
Berdasarkan pengamatan Kompas, panjang badan biawak dari kepala
sampai ekor mencapai sekitar 1,5 meter. Tubuhnya dibalut kulit warna
cokelat kehitaman, dan dipenuhi bintik-bintik warna kuning. Konon
hanya biawak jenis inilah yang hidup di pulau itu.
Kelompok reptilia itu mungkin merasa terganggu oleh kedatangan
orang baru ke Pulau Rakit, sehingga tidak berani menampakkan diri di
sekitar pantai. Padahal biasanya, mereka sering muncul ke pantai
atau ke sekitar halaman rumah dinas penjaga mercu suar.
"Meski segera kabur kalau melihat kami datang, biasanya kalau
kami sedang duduk-duduk beberapa biawak berani muncul di kejauhan.
Bahkan seringkali jemuran ikan di halaman rumah disambarnya. Tapi
begitu melihat ada orang, pasti biawak itu kabur," ujar Sabeni (50),
pimpinan penjaga suar di Pulau Rakit, yang semuanya berjumlah lima
orang.
Rasa takut biawak melihat manusia, mungkin ada penyebabnya.
Karena menurut Rivai Alvin, Kabag Tata Usaha Dinas Pariwisata
Kabupaten Indramayu, ketika dia berkunjung pertama kali sekitar
akhir tahun 1970-an, biawak-biawak itu tidak segera kabur ke semak-
semak kalau melihat ada orang di sekitar perumahan dan mercu suar.
"Bisa jadi mereka takut, karena pernah ada perburuan terhadap
kawan-kawan mereka. Saya tidak tahu pasti, karena kelestarian
habitat flora dan fauna di Pulau Biawak memang tidak terjaga,"
ujarnya.
Bagi nelayan dan penduduk sekitarnya tidak terpikirkan untuk
mengambil biawak misalnya. Apalagi ada semacam kepercayaan sebagian
pengunjung dan nelayan, beberapa makam di pulau itu menjadi tempat
ziarah. "Sekali waktu ada orang yang datang ke Pulau Biawak, sekadar
berziarah. Maksudnya tentu mencari berkah," kata Satna, seorang
nelayan. "Tak ada yang mengganggu biawak-biawak yang hidup di pulau
yang dikelilingi gugusan karang itu. Kecuali mungkin pemburu-pemburu
biawak."
***
BERBAGAI keindahan khas bahari di Pulau Rakit (Pulau Biawak),
sampai saat ini sama sekali belum digarap untuk tempat wisata.
Padahal pulau itu sebenarnya bisa dikembangkan menjadi daerah tujuan
wisata (dtw) bahari yang cukup potensial. Dengan catatan tanpa
merusak habitat flora dan fauna di pulau itu.
Potensi yang bisa dikembangkan antara lain menara mercu suar,
satwa penghuni pulau yaitu biawak (veranus salvator), pantai pasir
putih, dan pesona karang di seputar pulau. Bahkan perairan di luar
daerah batas karang misalnya, bisa dikembangkan untuk diving.
Perairan di luar batas karang bisa mencapai kedalaman 30 meter,
dengan keindahan dasar laut antara lain berupa aneka jenis karang.
Untuk mengembangkan pulau itu menjadi tempat wisata memadai,
tentu membutuhkan biaya besar pula. Sarana pariwisata harus
disediakan mulai dari sarana paling mendasar, seperti penyediaan
boat pengunjung dari pantai Indramayu, dari tempat wisata Pantai
Tirtamaya atau muara Karang Song, sampai sarana penunjangnya seperti
pembuatan jalan masuk ke pantai dengan membuka karang di selatan
pulau, bungalo, kantin dan lainnya.
Tingginya biaya untuk eksploitasi wisata itu, mungkin yang
menyurutkan minat para investor menanamkan modalnya. Hal itu diakui
pula oleh Kabag Tata Usaha Dinas Pariwisata Kabupaten Indramayu,
Rivai Irvan. "Beberapa pengusaha yang pernah meninjau Pulau Biawak
mundur karena estimasi tingginya biaya untuk pengembangan pulau itu.
Alasan paling utama, karena lokasinya terlalu jauh dari pantai
Indramayu. Lagi pula di Indramayu sendiri, sangat kurang obyek
wisata lain yang bisa menunjang bisnis wisata itu," tuturnya.
Pemda Indramayu sendiri, ungkap Rivai Irvan, telah mengajukan
usulan skala prioritas rencana proyek pembangunan 1993/1994 ke RAPBN
1993/1994, di antaranya untuk pengembangan wisata Pulau Biawak
sebesar Rp 450 juta. Selain itu tentu saja tetap membuka pintu
lebar-lebar bagi para pengusaha yang mau menjadikan Pulau Biawak
menjadi obyek wisata.
Menurut dia, dengan dikelolanya pulau itu menjadi obyek wisata,
tidak akan merusak habitat flora dan fauna di dalamnya. Malah dengan
begitu, flora dan fauna di pulau dan sekitarnya akan menjadi
terjaga. Tidak seperti sekarang, yang sama sekali tidak terawasi.
***

Tidak ada komentar: